SORONG – Figur Wali Kota Sorong kedepan diharapkan memiliki kapabilitas dan juga visioner. Kota Sorong yang merupakan pintu gerbang tanah Papua, tentu akan menjadi cerminan Papua Barat secara keseluruhan. ”Untuk itu, pembangunan sumber daya manusia maupun infrastruktur Kota Sorong harus digerakkan oleh kualitas kepemimpinan yang benar-benar bisa memahami akar permasalahan dan juga mempunyai visi yang kuat,” kata anggota DPRD Kota Sorong, Syafruddin Sabonnama,SH kepada Radar Sorong, Rabu (17/11).
Dikatakannya, pembangunan di Kota Sorong, baik pembangunan SDM, infrastruktur dan pranata-pranata sosial lainnya harus berjalan beriring, dan dilaksanakan dengan sebuah perencanaan yang matang. ”Saya berharap figur kepala daerah Wali Kota Sorong ke depan, disamping harus memiliki kapabilitas, dia juga harus orang yang visioner karena pemimpin yang visioner itu dia sudah bisa mendeteksi bahwa kedepannya Kota Sorong ini akan menjadi seperti apa,” tandasnya. ”Sehingga dengan kepemimpinan yang kuat, maka dia akan mampu mengkonsolidasikan kabinet-kabinetnya, pimpinan-pimpinan OPD-nya untuk kemudian sama-sama saling menguatkan demi mewujudkan tujuan-tujuan tersebut,” sambungnya.
Menurutnya, tradisi meneruskan program dari kepala daerah sebelumnya kepada kepala daerah yang akan melanjutkan itu juga harus dijaga. ”Jangan nanti wali kota yang baru dia kemudian menghancurkan atau dia mengabaikan program-program yang sudah dirintis oleh wali kota sebelumnya,” katanya.
Wali Kota Sorong kedepannya harus memperhatikan hal-hal prioritas diantaranya peduli terhadap isu-isu lingkungan. ”Nah saat ini Kota Sorong sering sekali mengalami kebanjiran. Penyebab kebanjiran ini kan bukan saja karena faktor curah hujan tetapi juga bagaimana pembangunan di segala bidang yang digalakkan itu tidak memperhatikan lagi analisis mengenai dampak-dampak lingkungan,” ucapnya.
Karena itu, rencana tata ruang wilayah (RTRW) harus menjadi rujukan sehingga siapapun yang akan mendirikan bangunan, maka dia harus tahu peruntukan lahan itu sebenarnya untuk apa. ”Ini yang menjadi catatan hari ini bahwa pembangunan, usaha-usaha penambangan dan lain sebagainya itu sudah tidak lagi memperhatikan rencana tata ruang wilayah,” kata Sabonnama sembari menambahkan, daerah-daerah yang harusnya menjadi wilayah penyangga, hutan yang harusnya dilindungi, ternyata menjadi daerah tambang. Selain itu, pembangunan-pembangunan ternyata juga dilakukan di daerah-daerah yang sebenarnya adalah daerah resapan air.
Jika kedepannya wali kota tidak mempunyai komitmen yang kuat untuk isu-isu lingkungan, maka yang terjadi banjir ini tidak akan pernah ditemukan solusinya karena sebenarnya persoalan banjir Ini bukan saja masalah pendangkalan sungai, drainase, dan lain sebagainya, tetapi juga rusaknya ekosistem-ekosistem yang menjadi daerah tangkapan air. ”Kemudian wilayah-wilayah yang harusnya menjadi wilayah resapan air yang harus dibiarkan kosong itu ternyata sudah ada pembangunan-pembangunan dengan begitu marak,” katanya.
Selain isu-isu lingkungan, Sebonnama mengatakan sektor-sektor ekonomi juga harus menjadi prioritas, salah satunya adalah normalisasi pasar-pasar tradisional. ”Yang selama ini kita memiliki apa namanya memiliki kesulitan untuk melakukan penataan karena ini juga menyangkut kehidupan orang,” ujarnya. ”Sehingga yang harus menjadi prioritas adalah ketika pasar modern Itu sudah dibangun dan semua pedagang-pedagang sudah direlokasi ke pasar modern maka penataan pasar-pasar tradisional lainnya seperti Pasar Sentral itu juga harus menjadi pekerjaan yang harus diselesaikan oleh wali kota yang akan datang,” pungkasnya. (zia)