SORONG– Menyusul pernyataan anggota Komisi IV DPR RI Dapil Papua Barat Daya, Robert Joppy Kardinal yang mempertanyakan dan menduga PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ) belum memiliki ijin usaha perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sorong Selatan, Gritje Fonataba selaku Head of Government Relation & External Affairs Region 3 pada PT Permata Putera Mandiri (PPM) menegaskan bahwa PT PPM yang merupakan anak Perusahaan dari PT ANJ merupakan badan hukum yang dalam menjalankan kegiatan usahanya tunduk dan patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Ditegaskan, PT PPM dapat memastikan bahwa PPM telah mempunyai Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang dikeluarkan oleh Gubernur Papua Barat pada tahun 2012 dan terakhir telah disetujui perubahannya oleh Gubernur Papua Barat pada tahun 2021. Sebagai perusahaan yang memiliki ijin resmi, dikatakan Gritje Fonataba bahwa PPM telah menunjukkan eksistensinya dengan mendapatkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), suatu sertifikasi yang bersifat mandatory (wajib) bagi pelaku usaha perkebunan di Indonesia.
“Sertifikasi ini telah menilai bahwa PPM dalam menjalankan kegiatan usahanya telah memperhatikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, penerapan praktik perkebunan yang baik, pengelolaan lingkungan hidup, tanggung jawab ketenagakerjaan, tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, penerapan transparansi dan peningkatan usaha secara berkelanjutan,”jelas Gritje Fonataba melalui relasenya kepada media ini.
Terkait dengan pembagian persentase plasma, dijelaskan oleh Gritje Fonataba bahwa program kemitraan/plasma di PPM telah dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No. 26 Tahun 2007 jo. Peraturan Menteri Pertanian No. 18 tahun 2021. PPM telah melakukan pembangunan kebun kelapa sawit untuk masyarakat adat lebih dari 20% dari area yang diusahakan oleh PPM.
“PPM dan Koperasi Plasma telah menandatangani Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit dengan skema Plasma sebagai wujud implementasi dari kerjasama yang dilakukan. Adapun perjanjian tersebut juga telah disahkan oleh Bapak Bupati Kabupaten Sorong Selatan dan Bapak Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Sorong Selatan pada tahun 2023,”tandas Gritje.
Lanjut dijelaskan, untuk proses pembangunan kebun, pengawasan pembangunan kebun, penilaian kualitas kebun penandatanganan perjanjian kerjasama pembangunan kebun plasma dan serah terima kebun plasma telah melibatkan pengurus Koperasi Plasma. “Pemerintah Daerah Sorong Selatan melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Sorong Selatan telah secara aktif dalam memberikan pendampingan, pengawasan, penilaian dan pemberian persetujuan atas setiap proses kegiatan operasional kebun Plasma.”ujarnya.
Terkait biaya hutang masyarakat sebesar Rp 200 miliar yang juga disoroti oleh anggpta DPR RI Robert Kardinal, dijelaskan, biaya operasional plasma merupakan biaya pembangunan kebun kelapa sawit di areal terpencil di Papua Barat yang dilakukan oleh PPM. Biaya ini merupakan biaya yang ditanggung oleh Koperasi yang beranggotakan lebih dari 200 orang masyarakat adat yang telah melepaskan hak ulayatnya dan mendapatkan hak Plasma. 7 Marga dari Puragi tersebut merupakan bagian dari 200 orang anggota koperasi tersebut.
Dikatakan, penggantian biaya pembangunan tersebut didapatkan dari hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) pada kebun Plasma, yang nantinya pada saat kas Koperasi telah positif maka akan dibagikan kepada anggota Koperasi dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU). PT PPM juga telah berkomitmen memberikan talangan kepada Koperasi agar anggota Koperasi dapat menerima manfaat sampai saldo kas Koperasi nanti positif. PPM perlu menegaskan kembali bahwa tidak terdapat uang pribadi yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk membiaya biaya pembangunan plasma.
“ Setiap tahunnya keuangan Koperasi Plasma juga dilakukan audit oleh Kantor Akuntan Publik dan perkembangan Plasma juga dilaporkan kepada Dinas Perkebunan pada tingkat Kabupaten dan Provinsi. Pemerintah Indonesia melalui Dinas Perkebunan telah intensif melakukan pengawasan pengelolaan Plasma setiap tahunnya melalui Penilaian Usaha Perkebunan,”pungkas Gritje Fonataba. (ros)