SORONG- Hasil rekonstruksi kasus pembunuhan Kesya dengan tersangka oknum anggota TNI Al, Agung Suyono Wahyudi (23) yang digelar Pomal di Mako Lantamal XIV/Sorong, Senin (20/1) dinilai oleh Kuasa Hukum Keluarga Korban, Jefrry Lambiombir ada kejanggalan.

Mengikuti rangkaian rekonstruksi,dimana tersangka Agung bersama 5 orang saksi memeragakan 24 adegan yang puncaknya tersangka menghabisi nyawa korban, Jefrry menilai pasal yang dikenakan penyidik Pomal Lantamal XIV/Sorong tidak sesuai dengan yang terungkap dalam rekonstruksi.
“Awal dari kasus ini yang dikenakan pasal 340 KUHP, berarti pembunuhan berencana. Kalau lihat rekonstruksi tadi seharusnya pasal 351,”ujar Jeffry kepada media usai menyaksikan rekonstruksi di Mako Lantamal XIV, Senin (20/1).
Selain pasal pidana yang dikenakan, Jefrry juga mempertanyakan tentang jeda waktu kejadian dimana tersangka dalam kondisi pengaruh alkohol begitu cepat mengendarai mobil sampai di TKP di Pantai Tanjung Saoka.
“Yang kedua, terkait dengan jeda yang saya tadi pertanyakan. Karena kalau kita lihat dari pemeriksaan saksi, mereka keluar time limitnya, waktu dari tembok ke Citra (depan Hotel Citra) ke Saoka ini dia bermain dalam durasi angka 10-15 menit,”terang Jefry.
Dari kejanggalan yang ditemukan itu, Jefrry mengakui masih minimnya alat bukti yang dimiliki. Alat bukti grandit yang dipakai tersangka membunuh korban hingga kini belum didapatkan. Terlebih dari awal jasad korban tidak divisum, sehingga yang dijadikan bukti hanya keterangan tersangka. “Yang tahu kejadian ini hanya dua orang, pelaku dan korban,”tandasnya.
Dalam kasus ini, Jefry mengatakan bahwa bersama kepala suku, dan pengurus keluarga besar Maluku akan membentuk tim untuk melihat apakah masyarakat punya alat bukti atau keterangan yang bisa membantu PH keluarga korban dalam menangani kasus pembunuhan ini. Yang pasti dari rekontruksi, kuasa hukum keluarga korban melihat adanya keterangan dari tersangka Agung yang berubah-ubah.
“Karena itu pas dia bilang klimaks, kami juga mempertanyakan itu, karena dari berita yang beredar,bahwa dia sama sekali belum klimkas, sehinga dia emosi dan membunuh,”tandasnya.
Saat dikonfrontir di rekonstruksi, tersangka mengaku satu kali hubungan badan sudah klimaks . Dari keterangan tersangka ini kemudian berkembang pertanyaan,” alasan dia membunuh apa sebenarnya, karena takut dilaporkan ke kesatuan”. Kemudian kuasa hukum keluarga korban mengembangkan pertanyaan lagi, apakah tersangka sebelumnya ada masalah disiplin di satuannya, dikatakan tidak ada.
Hal inilah yang masih jadi misteri bagi kuasa hukum keluarga korban dan kesukuan dari Maluku, bahwa apakah tersangka yang sehari-hari bertugas di KRI Weda itu membunuh dengan menusuk korban berkali-kali karena takut dilaporkan kepada atasannya, ataukah ada peran lainnya, akan dikaji oleh kuasa hukum keluarga korban.
Terkait adanya dugaan pelaku lainnya dalam kasus pembunuhan ini, Jefrry mengatakan belum bisa berspekulasi tentang hal itu. Saat ini, tandasnya, dalam rekonstruksi hanya ada satu tersangka dan satu korban. “Untuk kedepan nanti kita lihat kalau masyarakat punya informasi mungkin bisa kepada keluarga besar pelaku atau kami PH terkait dengan adanya penambahan tersangka,”ujarnya.
Turut menyaksikan rekonstruksi di Mako Lantamal XIV, Ketua Perhimpunan Keluarga Pulau Ambon, Aloysius juga menilai ada beberapa kejanggalan yang sepenuhnya telah diserahkan kepada kuasa hukum keluarga korban.
“Pada prinsipnya, saya mewakili Ketua Pulau Ambon, kemudian mewakili Ketua Maluku Tengah dan tokoh-tokoh Maluku, kami mensuport apa yang sudah dilakukan oleh pihak Lantamal dan saya minta proses ini kita kawal bersama, karena apa yang terjadi ini bisa terjadi di dalam keluarga kita sendiri, maupun bisa terjadi buat anak-anak kita dan siapa saja,”ujar Aloysius. “Mudah-midahan kasus ini bisa diungkapkan secara terang menderang dan pelaku dihukum seadil-adilnya,”harapnya. (ros)