SORONG – Provinsi Papua Barat Daya yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2022, yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 223, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6831, memiliki luas kawasan hutan sekitar 3.476.891 hektar, meliputi hutan konservasi (1.217.470 ha), hutan lindung (772.326 ha), hutan produksi tetap (599.522 ha), hutan produksi terbatas (306.082 ha), dan hutan produksi konversi (733.898 ha). Dengan luas wilayah daratan seluas 3.939.489 hektar, luas kawasan hutan di Papua Barat Daya mencapai 88,59% dari total luas daratan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Papua Barat Daya masih ditutupi oleh kawasan hutan.
Mengingat luasnya wilayah hutan di Provinsi Papua Barat Daya, dan untuk menjaga agar hutan tetap lestari dan masyarakat sejahtera, membutuhkan dukungan anggaran yang tak sedikit. Selain untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang kehutanan untuk menjaga hutan, anggaran juga penting untuk merubah mindset warga masyarakat khususnya yang berdomisili di sekitar kawasan hutan untuk tidak lagi menggantungkan sumber pemasukan ekonomi keluarganya dari menebang pohon/kayu, memberdayakan masyarakat untuk mengelola hasil hutan bukan kayu sebagai sumber penghasilan, atau memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan lahan-lahan kosong menjadi produktif seperti budidaya tanaman nilam di wilayah Kabupaten Tambrauw.

Untuk menjawab permasalahan di bidang kehutanan di wilayah Provinsi Papua Barat Daya ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu,ST,MSi mengharapkan kepada pemerintah pusat untuk dapat menghitung tutupan hutan sebagai variable atau indicator pembagian dana alokasi umum (DAU) kepada kabupaten/kota dan provinsi. “Selama ini variable yang digunakan untuk penentuan besaran DAU diantaranya jumlah penduduk dan luas wilayah sehingga DAU kita kecil, sementara luas hutan kita itu besar. Akibatnya, anggaran untuk menjaga hutan itu minim,” jelasnya.
Terkait hal ini, pihaknya lanjut Kelly, sudah melakukan komunikasi awal dengan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri sewaktu mendampingi wakil rakyat dari Komisi II dalam kunjungan kerjanya di Kota Sorong baru-baru ini. “Beliau prinsipnya menerima, tapi dengan catatan kami harus menyurat resmi kepada Dirjen Bina Keuangan Daerah untuk memfasilitasi pertemuan dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Kehutanan, Bappenas, untuk membahas hal ini sehingga mungkin bisa diusulkan dalam pembahasan DAU di tahun-tahun berikutnya,” pungkasnya. (ian)