Hadirkan Model Usaha Kehutanan yang Tidak Merusak, Namun Perkuat Peran Masyarakat Lokal
SORONG – PT Salawati Hijau Lestari (PT SHL), pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) untuk jasa lingkungan, menggelar kegiatan sosialisasi bersama para pemangku kepentingan di Hotel Aston, Rabu (14/6).

Kegiatan ini dihadiri oleh Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertahanan Papua Barat Daya, Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS), pemerintah daerah, lembaga teknis kehutanan, organisasi masyarakat sipil, LSM, akademisi, serta perwakilan masyarakat adat dari wilayah sekitar konsesi. Sebagai PBPH khusus jasa lingkungan pertama yang mendapatkan izin di tanah Papua, PT SHL memulai langkah dengan membuka ruang dialog dan kerja sama.
Direktur PT SHL, Ir. Misran, menyampaikan bahwa keterbukaan dan kemitraan sejak awal menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan hutan secara lestari.
“Kami percaya bahwa keberlanjutan hutan tidak bisa dicapai tanpa dukungan dan keterlibatan masyarakat. Karena itu, kami ingin seluruh proses ini dijalankan secara terbuka dan berlandaskan semangat kolaborasi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan agar inisiatif ini bisa menjadi contoh baik pengelolaan hutan yang inklusif dan bertanggung jawab di Papua.
Kemudian, Kepala Cabang PT SHL di Sorong, Willem Kayoi, SH.MSi mengatakan pentingnya pendekatan yang seimbang antara kelestarian lingkungan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal.
“Saya melihat PT SHL hadir dengan semangat membangun, bukan mengeksploitasi. Kami ingin menghadirkan model usaha kehutanan yang tidak merusak, tetapi justru memperkuat peran masyarakat lokal terutama generasi muda Papua sebagai pelaku utama dalam menjaga dan mengelola hutan,” jelasnya.
Dikatakan bahwa Konsesi PT SHL mencakup area seluas 78.390 hektare di Distrik Inanwatan, Matemani, Kokoda, dan Kokoda Utara di Kabupaten Sorong Selatan. Kawasan ini memiliki kekayaan hayati yang tinggi dan menjadi rumah bagi berbagai spesies khas Papua. Dalam pengelolaannya, PT SHL mengusung pendekatan kolaboratif yang mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat, meskipun wilayah tersebut berstatus sebagai kawasan hutan negara.
Lanjutnya, Salah satu inisiatif yang sedang dikembangkan adalah pengelolaan sagu berkelanjutan berbasis komunitas. Masyarakat tetap menjadi pengelola utama, sementara perusahaan memberikan dukungan teknis dan membuka akses ke pasar yang lebih luas. Pendekatan ini diharapkan menjadi jembatan antara praktik lokal yang telah diwariskan turun-temurun dengan peluang pengembangan ekonomi yang berkelanjutan.Selain itu, PT SHL juga menjajaki potensi jasa lingkungan yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada karbon, tetapi juga melalui konservasi keanekaragaman hayati.
Dikatakan Upaya ini termasuk mengidentifikasi spesies-spesies unik yang belum banyak diketahui, sebagai bagian dari kontribusi terhadap pelestarian global dan potensi inovasi skema kredit biodiversitas di masa depan.Legalitas kegiatan PT SHL berdasarkan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, Nomor 12700003401240002, tertanggal 17 Januari 2025. Yang diterbitkan atas nama Menteri Kehutanan, Menteri Investasi dan Hilirisasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia.
Hal tersebut disambut baik oleh Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Daya, yang diwakilkan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertahanan Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu,ST.MSi. Ia mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya menyambut baik.
“Kami menyambut baik tujuan dari PT SHL, dan kami siap bersinergi dengan visi Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, khususnya sejalan dengan Misi Ketiga, yaitu pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal. Kami berharap kegiatan ini menjadi langkah nyata dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan memberikan kontribusi langsung bagi kesejahteraan masyarakat ke depan,” katanya.
Kadis LHKP PBD juga menekankan pentingnya mekanisme PBPH sebagai solusi perlindungan hutan tanpa perusakan.
“Program penyerapan karbon di tanah Papua ini adalah yang pertama karena tidak merusak hutan sama sekali. Mekanisme PBPH akan memberikan nilai manfaat dan ilmu kepada masyarakat, serta memastikan keberlanjutan. Ini adalah waktu kita untuk duduk berbicara mengenai masa depan. Jangan tinggalkan air mata, tetapi wujudkan mata air. Membangun dengan hati, menyatukan dalam kasih,” katanya.
Sebagai wujud komitmen terhadap prinsip inklusivitas, PT SHL menerapkan pendekatan Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA) dalam setiap interaksi dengan masyarakat. Kegiatan partisipatif seperti pemetaan wilayah, pelatihan pengelolaan hasil hutan bukan kayu, dan program pemberdayaan ekonomi berbasis potensi lokal akan menjadi bagian dari implementasi program di lapangan.
Sosialisasi hari ini menjadi langkah pembuka dari rangkaian kegiatan serupa yang akan digelar di tingkat kampung mulai akhir Mei 2025, mencakup dialog langsung dengan forum adat, kelompok masyarakat, dan pemangku kepentingan lokal lainnya.
Wakil Bupati Sorong Selatan Yohan Bodory yang juga sebagai Kepala Suku Besar IMEKO mengatakan bahwa Pemkab juga menyambut baik kehadiran PT SHL.
“Ada dusun, ada hutan. Aktivitas masyarakat ada di dusun. Dengan adanya program ini, pada dasarnya pemerintah bahkan sebagai kepala suku sangat mendukung. Namun, ada hal-hal yang perlu diperhatikan bagi masyarakat adat sebagai pemilik hutan, bagaimana PT SHL menjaga kelestarian lingkungan. menjaga keanekaragaman hayati, serta melindungi satwa dan tumbuhan yang dilindungi,” katanya.
Lanjutnya, PT SHL juga harus Melibatkan dan Memberdayakan Masyarakat Lokal dengan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sekitar serta melibatkan mereka dalam pengelolaan hutan.(zia)