Oleh: Tutus Riyanti
(The Voice of Muslimah Papua Barat Daya)
Pengadilan Agama Sorong, Papua Barat Daya mencatat 330 istri di Sorong menggugat cerai suaminya sepanjang 2022 hingga 2023 ini. Gugatan cerai tersebut dikarenakan masalah ekonomi hingga gangguan orang ketiga.
“Rata-rata karena masalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebanyak 153, diantaranya karena orang ketiga juga. Dan juga masalah ekonomi sekitar 83,” kata Ketua Pengadilan Agama Sorong, Sapuan kepada detikcom, Jumat (5/5/2023).
Panitera Pengadilan Agama Sorong, Nasir Maswatu menyebutkan penyebab perceraian 60 persen karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan gangguan orang ketiga. Disusul masalah ekonomi sekitar 30 persen dan 3 persen karena ditinggalkan salah satu pihak. Ada juga karena minuman keras (mabuk), KDRT, Murtad, judi dan lain sebagainya. Yang banyak menggugat cerai adalah perempuan.
Tingginya kasus perceraian yang kian meningkat, semakin membuktikan rapuhnya ketahanan keluarga di tengah-tengah masyarakat. Hal ini sepatutnya menjadi perhatian besar negara untuk segera mencari solusi tuntas. Jika ketahanan keluarga tersebut justru rusak dari dalam, akan dibawa kemana nasib generasi ini? Wajar jika mempertanyakan, dimana peran negara?
Kapitalisme Biang Keroknya
Faktor-faktor penyebab perceraian yang terungkap, seperti masalah ekonomi, KDRT, mabuk-mabukan, judi, selingkuh, dan lain sebagainya adalah perkara cabang. Ada faktor lain yang memunculkan masalah tersebut, yakni sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan oleh negeri ini.
Sistem kapitalisme yang diterapkan negeri ini berasas sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) telah mencetak manusia-manusia yang minim iman, bahkan senantiasa berkiblat pada Barat. Setiap perbuatan mereka tidak lagi bersandar kepada halal haram, namun sesuai dengan keinginan mereka untuk mencari kebahagian duniawi.
Paham sekularisme ini membuat seseorang suami tidak memahami kewajibannya sebagai kepala keluarga, yakni menafkahi istri dan anak. Dia mengabaikan tanggungjawabnya sebagai suami, yakni pelindung dan penjaga keluarganya. Bahkan, sekularisme juga mengakibat suami sering melakukan hal-hal yang dilarang oleh sang Pencipta. Misalnya berjudi, mabuk-mabukan, selingkuh, KDRT, dll.
Para istri pun, banyak yang tidak menjalankan kewajibannya sebagai istri dan ibu yang baik bagi anak-anaknya. Apalagi, ditengah himpitan kebutuhan rumah tangga yang semakin berat, banyak para istri yang terpaksa bekerja membantu ekonomi suami. Perannya sebagai istri dan ibu seolah tersingkirkan. Suami dan anak tidak terurus, rentan terjadi konflik pertengkaran.
Di sisi lain, sistem kapitalisme juga membuat semua hal dijadikan sebagai ladang bisnis, seperti pendidikan, kesehatan, kebutuhan publik, dll. Hingga mengakibatkan beban hidup kian berat. Sementara penghasilan dan kesejateraan tidak meningkat. Bahkan semenjak Covid19, banyak suami yang di PHK. Lapangan kerja sedikit. Wajar jika akhirnya suami kalap dan rentan melakukan KDRT. Istri semakin tertekan, rawan terkena stress, akhirnya ada yang tidak kuat dan mengambil jalan pintas mintai cerai.
Sistem kapitalisme juga membuat sumber daya alam dikuasai oleh segelintir orang, perusahaan swasta, bahkan pihak Asing. Rakyat, sebagai pemilik sebenarnya kekayaan alam ini, tidak bisa menikmati hasilnya. Rakyat hanya bisa melihat ketika kekayaan yang mereka punyai dirampok di depan mata kepala sendiri. Sistem ini pun memunculkan kesenjangan sosial yang sangat nyata. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Sampai kapanpun, angka perceraian akan terus meningkat selama sistem kapitalisme masih diemban oleh negara ini. Negara tidak berhasil menyelesaikan secara tuntas. Bahkan, kapitalisme adalah biang kerok dari segala kerusakan tatanan kehidupan di seluruh dunia.
Islam Menjaga Ketahanan Keluarga
Jika kapitalisme tidak mampu menyelesaikan masalah perceraian, maka beda halnya dengan Islam. Islam memiliki solusi konfrehensif untuk menjaga ketahanan keluarga. Sehingga ketika ada permasalahan, perceraian bukanlah solusi. Dalam Islam, perlu penjagaan berlapis untuk menjaga ketahanan keluarga. Mulai dari pasangan suami istri itu sendiri, masyarakat, maupun negara.
Dalam Islam, suami istri harus memahami terlebih dahulu bahwa tujuan pernikahan adalah menggapai ridho dari Allah SWT. Mereka harus belajar, agar paham bahwa pergaulan suami istri adalah pergaulan persahabatan. Satu sama lain berhak mendapatkan ketenteraman dan ketenangan. Masing-masing menjalankan hak dan kewajibannya, sehingga dapat dieliminir munculnya kasus KDRT, penelantaran keluarga, dan sebagainya.
Setiap suami yang bertakwa, dia akan mencukupi nafkah keluarga, sebagaimana termaktub dalam QS Al-Baqarah ayat 233, QS An-Nisa ayat 34. Mereka juga akan mempergauli istri dengan baik, mendidik istri dan anak-anak dengan amal saleh, serta menjaga harmoni komunikasi di antara anggota keluarga. Mereka juga akan senantiasa menyandarkan perbuatan hanya kepada halal dan haram menurut syariat Islam. Mereka akan menjauhi yang dilarang dan melaksanakan perintah Allah.
Jika suami tidak menafkahi keluarganya, maka negara berhak memaksa setiap kepala keluarga untuk menunaikan kewajibannya tersebut. Namun jika suami tidak mampu, seperti sakit ataupun cacat, maka mekanisme penafkahan istri dan anak jatuh kepada wali, dan jika tidak ada juga maka jatuh kepada negara.
Selain itu, negara harus memastikan bahwa lapangan kerja bagi laki-laki akan tersedia. Negara juga harus memberikan pendidikan dan pelatihan kerja, bahkan jika dibutuhkan akan memberikan bantuan modal. Hingga para suami akan mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Disisi lain, para perempuan juga harus paham hak dan kewajibannya. Bahwa tugas mulia dan utama seorang perempuan adalah sebagai istri, ibu, dan pengatur rumah tangga. Mereka akan fokus mengurusi suami dan anaknya, hingga keluarga bisa bertahan dalam kondisi sesulit apapun. Mereka tetap hormat dan taat kepada suaminya, selama tidak diajak kepada kemaksiatan.
Kontrol masyarakat juga menjadi hal yang sangat penting. Dimana masalah keluarga bukan melulu masalah pribadi. Harus ada kontrol masyarakat yang senantiasa mengingatkan satu sama lain jika ada seorang individu berbuat maksiat, semisal orang mabuk, main judi, KDRT, selingkuh dan lainnya.
Sistem ekonomi Islam menjamin terpenuhinya setiap kebutuhan per individu rakyat. Ini menjadi tanggungjawab negara. Kekayaan sumber daya alam dikelola oleh negara, dan hasil pengelolaannya dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat. Misal untuk membiayai pendidikan, kesehatan, menyediakan layanan publik seperti: listrik, air bersih, jalan, bandara, pelabuhan dan lainya. Sehingga keluarga akan tenteram dan sejahtera, tidak perlu lagi dibebani dengan segala hal yang seharusnya sudah dijamin oleh negara.
Sejatinya, negara mempunya peran sangat besar dalam menjaga ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga hanya bisa terjaga jika negara menerapkan Sistem Islam yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.(***)