
KAWEI- Masyarakat Adat Suku Kawei, pemilik hak ulayat Pulau Kawei di Kabupaten Raja Ampat Papua Barat Daya, secara tegas menolak pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) oleh Pemerintah.
Penolakan ini muncul sebagai respons atas maraknya informasi keliru di media sosial yang menyebutkan bahwa kegiatan tambang telah mencemari lingkungan di Raja Ampat.
Salah satu tokoh perempuan adat Suku Kawei, Gina Ayelo menyuarakan keresahan masyarakat atas pencabutan izin tersebut. Ia menegaskan bahwa tambang justru telah membawa perubahan besar bagi kesejahteraan mereka.
“Semenjak ada tambang, ekonomi masyarakat Suku Kawei sudah sejahtera. Saya minta supaya tambang harus dibuka. Karena kami punya hak, ini kami anak adat yang bicara,” ujarnya tegas.
Menurut Gina, sebelum tambang beroperasi, kondisi ekonomi masyarakat sangat memprihatinkan. Anak-anak kesulitan bersekolah, pengobatan tidak terjangkau, dan mata pencaharian sebagai nelayan tidak mencukupi kebutuhan hidup.
“Kami dulu nelayan. Kalau suami mancing ikan, kami istri bahkan dengan anak ikut. Kami muka sampai tambah hitam hangus. Tapi sekarang sudah tidak. Suami kerja di tambang, kami istri di rumah saja dan anak bisa sekolah,” katanya.
Ia juga menyindir sektor pariwisata yang selama ini dianggap menjadi salah satu primadona Raja Ampat, namun menurutnya tidak memberi dampak nyata terhadap masyarakat adat pemilik tanah.
“Wayag itu tanah adat kami, orang dari luar negeri datang ke sana. Tapi hasilnya tidak bikin kami sejahtera. Cuma dapat sedikit dari pariwisata,” ujarnya.
Gina menjelaskan bahwa kehadiran PT KSM telah membawa perubahan drastis. Masyarakat kini mendapatkan penghasilan tetap, anak-anak memperoleh beasiswa, bahkan biaya kesehatan ditanggung perusahaan tambang.
“Setelah ada tambang ini, tiap bulan SMS Banking bunyi terus, karena suami kerja, dan anak dapat beasiswa hingga bisa sekolah tinggi. Kami sudah senang. Pulau Kawei sudah maju, dan kami hidup sejahtera, kami bangun rumah bagus dan besar. Kalau perusahaan tutup, saya dan masyarakat menangis,” katanya lirih.
Masyarakat adat Suku Kawei berharap agar pemerintah tidak terburu-buru mencabut izin tambang berdasarkan tekanan opini publik dan informasi bohong. Mereka menuntut agar suara dan hak masyarakat adat sebagai pemilik sah tanah ulayat dihormati.
“Kami sudah sejahtera, tapi kenapa mau bikin begini lagi. Kami sudah senang, tidak bisa lihat kami senang kah?,” kata Gina dengan nada kecewa.
Polemik antara pelestarian lingkungan dan hak masyarakat adat atas tanah ulayat kembali menjadi sorotan di Raja Ampat.
Masyarakat Adat Suku Kawei juga mengharapkan agar Pemerintah mengambil keputusan berdasarkan data dan mendengarkan langsung suara masyarakat lokal, bukan semata opini di media sosial.
“Datang ke sini baru lihat langsung Raja Ampat masih bersih airnya,” tutupnya.(zia)