
KAWEI-Pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) mendapat penolakan dari masyarakat adat Suku Kawei, pemilik hak ulayat Pulau Kawei dan wilayah sekitarnya di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Dalam pernyataan sikap yang disampaikan langsung di Pulau Kawei, Rabu (12/6), perwakilan masyarakat adat, Vonny Ayelo, menyampaikan bahwa keberadaan PT KSM telah memberikan dampak positif bagi kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat adat.
“Pencabutan izin ini berpotensi memutus program pemberdayaan yang sudah berjalan lama dan berdampak langsung pada kehidupan ekonomi masyarakat kami,” kata Vonny.
Vonny mengatakan bahwa Masyarakat Adat mendukung PT KSM. Yang mana Masyarakat Suku Kawei menegaskan bahwa hak pengelolaan atas Pulau Kawei telah diberikan kepada Almarhum Daniel Daat, mantan Kepala Suku Kawei sekaligus pendiri PT KSM sebagai bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui sektor pertambangan nikel.
Menurutnya, masyarakat adat telah terlibat sejak awal dalam seluruh proses perizinan, termasuk penyusunan dokumen AMDAL 2013 dan 2024 serta PKKPRL 2023. Proses ini dinilai berlangsung secara terbuka dan melibatkan warga lokal secara langsung.
“Kami diberikan penjelasan yang terbuka dan dilibatkan secara langsung,” ujarnya.
Dikatakan juga bahwa sejumlah manfaat yang telah dirasakan Masyarakat Suku Kawei sejak PT KSM beroperasi di wilayah tersebut, antara lain:
-Kompensasi adat bulanan bagi setiap kepala keluarga.-Beasiswa penuh bagi mahasiswa asal Suku Kawei.
-Pelayanan kesehatan gratis di kampung-kampung sekitar tambang.
-Renovasi sekolah, pustu (puskesmas pembantu), dan penyediaan listrik kampung.
-Pelibatan warga dalam pekerjaan tambang dan pengadaan bahan pangan lokal.
Dalam pernyataannya, Vonny juga mengatakan bahwa masyarakat Suku Kawei mengkritik LSM Greenpeace Indonesia yang disebut menyebarkan informasi sepihak tanpa pernah berdialog langsung dengan masyarakat adat.
“Greenpeace tidak pernah datang menemui kami. Mereka menyebarkan berita bohong. Papua dan Raja Ampat bukan tanah kosong. Kami pemilik sah wilayah ini,” tegas Vonny.
Dikatakan juga bahwa Masyarakat adat Suku Kawei meminta kepada pemerintah pusat, termasuk Kementerian ESDM, KLHK, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk meninjau ulang pencabutan izin PT KSM dan mengizinkan perusahaan kembali beroperasi.
“Kami sudah bersama PT KSM sejak awal dan akan terus melakukan pengawasan lingkungan. Kami mohon pemerintah mendengar suara masyarakat adat yang paling terdampak langsung,” katanya.(zia)