Ketua DAP : Apakah aturan ini tidak melanggar HAM?
AIMAS – Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Doberay dengan tegas menolak pemaksaan vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua DAP Wilayah III Doberay, Mananwir Paul Finsen Mayor kepada Radar Sorong, Minggu (19/12).
Pernyataan tersebut diungkapkan Paul setelah melihat dinamika akibat vaksinasi belakangan ini. Menurutnya, pemaksaan vaksin bagi masyarakat di Tanah Papua sangat berbahaya dan dapat melahirkan masalah baru. “Pemerintah pusat mengimbau kepada Pemda dan serta aparat TNI-Polri untuk mempercepat proses vaksinasi membuat masyarakat adat Papua tertekan,” ungkap Paul.
Giat razia vaksin yang dilakukan aparat di sejumlah titik juga dinilai salah dan tanpa memiliki dasar hukum. Meski tanpa ada ucapan yang mengharuskan masyarakat untuk bervaksin, namun cara yang diterapkan tersebut dianggap telah memiliki unsur pemaksaan.
“Razia vaksin dimana-mana, padahal masyarakat hanya beraktivitas di dalam kota, bukan mau bepergian ke luar daerah yang harus punya sertifikat vaksin. Itu tidak boleh, ada unsur pemaksaan kehendak di situ. Intinya apa dasar hukumnya? Bukannya itu sudah masuk unsur pemaksaan?,” serunya.
Paul juga mengkritik pemerintah atas keputusan pembayaran TPP yang mempersyaratkan ASN-nya telah divaksin. Bagi Paul, aturan-aturan tersebut telah melanggar HAM. “Masyarakat Papua yang merupakan ASN diwajibkan vaksin, kalau tidak berimbas pada pembayaran tunjangan kerja dan sejenisnya. Tersirat unsur paksaan itu. Apakah aturan ini tidak melanggar HAM?,” tanya Paul keheranan.
Paul menyarankan, Pemerintah harus paham kondisi masyarakat Papua yang rentan dan cepat merespon segala sesuatu dengan tindakan. Sehingga segala keputusan yang menjadi langkah bijak pemerintah perlu disesuaikan dengan kondisi masyarakat adat Papua. Menurut Paul, seharusnya pemerintah pusat lebih giat melakukan vaksinasi di daerah Jawa yg jumlah penduduknya ratusan juta jiwa.
“Ini jadinya aneh karena jumlah penduduk kita sudah sedikit dan dampak penularannya pun terendah di Indonesia. Tapi, terkesan dipaksakan, diintimidasi, tidak bisa ini itu. Jika mau dipaksakan, saya rasa lebih relevan di Jawa sana. Mengapa harus dipaksakan di Tanah Papua yang penduduknya di bawah 5 juta jiwa,” tandasnya.
Satu hal yang membuatnya semakin bingung, ketika aparat menyisir perkampungan untuk menjemput warga guna mengikuti vaksinasi. Bahkan warga yang belum vaksin dicari-cari. Menurutnya, hal tersebut sangat tidak logis. Pasalnya masyarakat Papua yang hidup di kampung bisa dibilang sangat jarang turun ke kota. Sehingga potensi penularannya pun sangat kecil.
Atas tindakan tersebut, tegas Paul, pihaknya tak akan tinggal diam. Ia mengecam, jika sampai ada masyarakat adat yang menjadi korban akibat vaksin, maka DAP Wilayah III Doberay Papua Barat bakal beraksi.
“Intinya tidak boleh ada pemaksaan Vaksin itu pelanggaran HAM. Atas nama Masyarakat Adat Papua Wilayah III Doberay Papua Barat kami menolak pemaksaan Vaksin. Apabila masyarakat kami jadi korban akibat vaksinasi kami akan ambil langkah hukum dan juga akan turun ke jalan,” kecamnya. (ayu)