JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan sejumlah modus penggelapan dana kampanye selama proses Pemilu 2024. Setidaknya ada 8 modus yang ditemukan oleh Tim PPATK terkait dana kampanye. Deputi Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK, Maimirza mengatakan modus pertama yakni memecah transaksi sumbangan dana kampanye. Dana kampanye yang diterima melebihi batas sumbangan.
“Adanya penerimaan dana kampanye yang melebihi batasan sumbangan dana kampanye dari pihak lain perseorangan dengan teknik memecah-mecah transaksi sumbangan,” kata Maimirza dalam Rapat Koordinasi bertema Optimalisasi Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme di Indonesia Guna Mewujudkan Ekonomi Hijau dan Pemilu Pilkada Bersih 2024 di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2023).
Dikutip dari detikcom, Maimirza menuturkan modus selanjutnya yakni banyak Caleg tak menerima sumbangan lewat Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK). Dana kampanye dari perseorangan banyak yang tak lewat RKDK. “Adanya penerimaan dana kampanye dari pihak perseorangan kepada caleg ke rekening pribadi dan tidak melalui mekanisme RKDK, serta melebihi batasan sumbangan dan kampanye,” ujarnya.
Dia menyebut PPATK menduga adanya modus pemberian dana tunai untuk dana kampanye. Sehingga, sulit untuk diidentifikasi pemberinya. “Adanya penyetoran tunai dalam jumlah signifikan, sehingga tidak teridentifikasi profil pihak penyumbang dana,” ujar dia.
Tak hanya uang dalam bentuk Rupiah, Maimirza mengungkapkan modus lain juga dengan menggunakan mata uang asing atau valuta asing (Valas). Mirmaiza menyebut modus itu berupa penukaran uang secara tunai, maupun melalui akun rekening. “Adanya penjualan valas dalam jumlah signifikan dari peserta pemilu maupun petugas partai. Modus yang digunakan berupa cash to cash atau pun cash to account,” jelas dia.
Kata Mirmaiza, ada juga para caleg yang sengaja memanfaatkan rekening pribadinya dalam menerima bantuan kampanye. Padahal, semestinya mereka diharuskan menerima sumbangan lewat Rekening Khusus Dana Kampanye atau RKDK. “Adanya pemanfaatan sarana rekening lainnya yang tidak terdaftar sebagai RKDK dan tigunakan untuk sarana penampungan dan penggunaan dana,” papar Mirmaiza.
Dia menduga kebanyakan RKDK tersebut tak dipergunakan sesuai dengan kegunaannya untuk menerima sumbangan kampanye. Namun, RKDK itu hanya digunakan sebagai syarat belaka. “Mayoritas kondisi RKDK hanya untuk sarana penampungan dan kamuflase transaksi,” sebut dia.
Lebih lanjut, PPATK menyebut adanya usaha para Caleg untuk memanfaatkan koperasi sebagai tempat untuk bertransaksi dana sumbangan kampanye. Kemudian, adanya indikasi pihak di luar struktur badan pemenangan yang ditunjuk sebagai pengelola uang kampanye. “Adanya indikasi pemanfaatan sarana koperasi sebagai sarana penghimpunan dan perpindahan dana kampanye,” tuturnya. “Penggunaan petugas partai atau pihak ketiga yang bertugas sebagai pengelola dana sumbangan dan kampanye di luar struktur tim pemenangan,” pungkas Mirmaiza. (mha/dek/detikcom)