SORONG– Mantan Ketua KPU Provinsi Papua Barat yang juga Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia Provinsi Papua Barat Daya, Amos Atkana, S.Pt, MM mengkritisi kinerja Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya yang dinilai tidak tegas dalam menegakkan aturan Pemilu. “Saya melihat bahwa terkesan Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya, membiarkan beberapa hal yang sepantasnya tidak perlu dilakukan,”ujar Amos Atkana.
Dikatakan, konsolidasi-konsolidasi yang dilakukan peserta Pemilu dalam hal ini Parpol yang dihadiri langsung oleh kandidat, sebetulnya itu jangan dulu dilakukan, karena tahapan Pemilu belum sampai ke situ. Ditegaskan oleh Amos Atkana, KPU Provinsi Papua Barat Daya belum menetapkan sebagai peserta Pemilu. Dimana saat ini, para kandidat yang akan maju dalam Pilkada serentak 2024 masih mencari dukungan melalui parpol.
Namun Amos Atkana melihat ada kegiatan konsolidasi yang dilakukan sampai ke kampung-kampung termasuk di Kabupaten Maybrat. Dengan adanya kandidat yang melakukan konsolidasi kepada masyarakat, Amos Atkana meminta kepada Bawaslu untuk tidak membiarkan hal-hal yang sebenarnya yang tidak boleh terjadi .” Kami minta Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya menjadi wasit yang benar-benar memperhatikan etika didalam tahapan Pemilu itu sendiri,”tandasnya.
“Ada peserta Pemilu atau kandidat lain yang sudah mendapatkan rekomendasi parpol, tetapi dia tidak turun dengan eforia, dan tidak ketemu masyarakat di lapangan atau di ruang-ruang publik. Dia malah tenang, dia malah bersyukur secara pribadi karena dia tahu, itu belum waktunya,”ucap Amos Atkana. Tapi lanjut Amos Atkana, ada bakal calon peserta Pemilu atau kandidat tertentu yang turun diarak-arakan, ini sebenarnya tidak boleh.
“Sebagai mantan penyelenggara Pemilu dan Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia Papua Barat Daya, saya meminta sikap tegas dari Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya, agar menindak hal-hal seperti itu,”ucap Amos Atkana. Dengan adanya peserta Pemilu yang melakukan konsolidasi ke masyarakat namun dibiarkanm Amos Atkana menilai. Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya terkesan tebang pilih
“Atau pilih baru ditebang. Ini tidak boleh Jadi asas penyelenggaran Pemilu, asas kepastian hukum dan juga memperlakukan peserta Pemilu secara adil dan merata. Itu harus ditegakkan oleh penyelenggara Pemilu itu sendiri,”tandas Amos Atkana. Ia mengatakan demikian bukan bermaksud membatasi ruang gerak bakal calon peserta Pemilu. “Tapi belum waktunya para peserta melakukan sikap-sikap yang sifatnya eforia, diluar tahapan itu sendiri,”imbuhnya.
Lanjut dikatakan, jika sudah melakukan konsolidasi namun belum diketahui pasti apakah yang bersangkutan nanti jadi peserta atau tidak, karena menurutnya, masih ada ruang pendaftaran , ada ruang verifikasi, ada ruang perbaikan dan ada ruang pergantian pasangan calon. Jika pertemuan dengan masyarakat itu dianggap sebagai sosialisasi, Amos Atkana lantas mengatakan, “siapa yang bisa menjamin bahwa itu adalah sosialisasi . Siapa yang lakukan sosialisasi, apakah parpol , peserta atau orang per orang. Nah itu,ruang abu-abu, itu tidak boleh dilakukan,”tandasnya.
“Itu kan curi start juga. Jadi sebagai mantan penyelenggara Pemilu, saya minta kepada Bawaslu agar tegas, karena ini adalah unsur pembiaran dan nanti unjung-ujungnya berpotensi tidak baik,”ucapnya lebih lanjut. Karena ada proses pembiaran, jangn sampai kata Amos Atkana, Bawaslu nanti dianggap miring kiri, miring kanan. Atau penyelenggara ini miring kiri,miring kanan atau ada unsur lain.
“Jadi sekali lagi, hal-hal terkait dengan kepesertaan Pemilu itu ditahan, direm, sampai dengan KPU menetapkan yang bersangkutan sebagai peserta Pemilu , baru dia melakukan hal-hal yang dapat dilakukan,”pungkas Amos Atkana. (ros)