Hari Kurniawan : Terlalu Banyak Pos Keamanan Hingga Salah Satu Wilayah Tertulis Kawasan Militer
SORONG-Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) melakukan pengamatan situasi HAM terkait pemenuhan hak pengungsian di tiga lokasi sejak tanggal 24 Juli hingga 28 Juli 2023. Sejumlah hasil pengamatan, diantaranya warga enggan kembali lantaran merasa tidak aman dan nyaman di kampungnya sendiri.
Pasca peristiwa penyerangan Pos Ramil Kisor yang menewaskan 4 anggota TNI AD tersebut, warga dari puluhan kampung memilih mengungsi ke tempat yang aman menghindari teror kelompok kriminal bersenjata (KKB). Hingga saat ini, tercatat masih 3.387 jiwa atau 706 KK dari 4 distrik yakni Aifat Timur Raya, yaitu Aifat Timur Jauh, Aifat Timur Tengah, Aifat Timur Selatan dan Aifat Timur yang belum kembali.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah mengatakan rumah para pengungsi sudah mengalami kerusakan saat penyisiran pada peristiwa 2021 dan sampai saat ini masih sebagai kecil dilakukan upaya perbaikan. Dengan kondisi itu, masyarakat belum merasa aman dan nyaman untuk kembali ke kampung halamannya.
“Disisi lain juga seluruh isi rumah mereka hilang dan hancur, jadi ketika mereka kembali itu hidup seperti dari nol lagi, sehingga mengakibatkan sebagai besar belum kembali ke kampung halamannya,”jelasnya kepada insan pers, Jumat (28/7).
Lebih lanjut, Anis merincikan sejumlah temuan terkait dengan situasi dan kondisi pengungsi di tempat pengungsian yakni tempat tinggal di lokasi asal, kondisi rumah yang rusak (dirusak atau rusak karena lama tidak dihuni), hilang atau rusaknya perlengkapan rumah tangga dan berkebun. Sehingga, mayoritas pengungsi menumpang hidup di rumah kerabat atau menyewa tempat tinggal secara bersama-sama yang tersebar di sejumlah kampung di Kabupaten Maybrat, Kabupaten Sorong (Aimas), dan Kabupaten Teluk Bintuni.
Bahkan, sejumlah pengungsi harus menunggak pembayaran sewa tempat tinggal karena tidak ada uang. Akses pendidikan yang mencakup biaya, perlengkapan sekolah, dan sistem dapodik (akses bersekolah di wilayah lain saat terjadi perubahan lokasi peserta didik karena mengungsi).
“Dalam akses pendidikan anak anak merasa trauma karena proses belajar mengajar mereka dikawal dan dijaga oleh TNI/Polri yang bersenjata laras panjang pengkap dan itu setiap hari mereka dijaga dan difoto,”ujarnya.
Kemudian, warga juga keluhkan kebutuhan hidup sehari-hari. Selama ini, warga bertahan dengan bantuan gereja, sanak saudara ataupun usaha sendiri. Padahal, warga sudah melakukan pendataan dan permohonan bantuan, tapi tidak dipenuhi. Bantuan hanya diperoleh pada awal mengungsi dari Pemerintah Kabupaten Sorong.
Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan menambahkan banyak warga pengungsi yang tidak dapat mengakses pengobatan dan kesehatan dikarenakan tidak memiliki dokumen identitas saat mengungsi dan belum adanya koordinasi antar layanan kesehatan lintas Kabupaten. Hal ini bahkan mengakibatkan ada pengungsi yang menderita stroke dan meninggal dunia.
“Paling menyedihkan sejak peristiwa 2021 hingga saat ini sebanyak 138 orang pengungsi meninggal dunia saat pengungsian. Banyak warga pengungsi yang mengalami tekanan batin dan trauma selama proses tersebut. Jadi ancaman kesehatan jasmani dan juga mental,”ungkapnya seraya menambahkan di pengungsian, beberapa rumah yang dipakai pengungsi di Aimas sangat tidak layak karena 1 rumah ukuran sedang dihuni 7 KK, dimana per KK msmiliki anak 5 hingga 7 orang.
Dikatakan Hari, kondisi itu mampu mempengaruhi mental dan kesehatan. Belum lagi perihal makanan sehari hari, uang sekolah anak, lansia dan orang sakit yang tidak bisa berobat akibat tidak memiliki akses kesehatan.
“Mereka kalau sakit mereka kebingungan dari mana biaya rumah sakit sehingga penyakitnya jadi tambah parah. Ini memperlihatkan bahwa tidak ada komitmen yang cukup jelas dari pemerintah Kabupaten Maybrat maupun pemerintah provinsi Papua Barat Daya untuk menyelesaikan persoalan pengungsian ini,”tegasnya.
Komisioner Komnas HAM itu menegaskan tidak ada tempat pengungsian yang baik, semuanya buruk karena pemerintah tidak memenuhi semua hak dasar para pengungsi seperti pendidikan, kesehatan dan rumah tinggal yang layak.
“Jadi, dari sisi kualitas hidup sehari-hari pasti menurun jauh dari kehidupan sebelumnya karena mereka tidak bisa berkebun sebab kalau dibandingkan orang yang biasa berkebun lalu tiba-tiba tidak bisa berkebun otomatis ada penurunan mental,”tegasnya.
Belum lagi saat berkunjung ke Maybrat, sambung Hari sejumlah fasilitas umum belum berjalan optimal sebab terdapat cukup banyak sekolah, gereja dan rumah warga yang dijadikan sebagai pos keamanan di lokasi perkampungan. Setidaknya terdapat 13 pos keamanan di 13 kampung yang mengubah fungsi sekolah, gereja ataupun tempat tinggal warga dan ditempati oleh petugas keamanan.
“Dalam sisi hak ibadah karena fungsi gereja dijadikan pos pengamanan jadi banyak warga yang tidak bisa beribadah bahkan untuk melakukan Misa Natal saja mereka bingung harus bagaimana,”ungkapnya.
Belum lagi, 19 pos keamanan yang 2 diantaranya merupakan pos gabungan TNI/POLRI, yaitu di Kampung Kamat dan Ayata, Aifat Timur Tengah. Adapun personil di Pos Pamtas merupakan personil dari Kogabwilhan III (Yonif 133/Yudha Sakti (Kodam I/BB) dan Yonif 623/Bwu (Kalimantan).
“Bahkan ada 1 daerah yang dijuluki kawasan militer, ini yang menjadi pertanyaan besar kami tidak ada tindakan kedaruratan di dalam peristiwa ini kenapa kemudian membangun posko sebanyak itu dibeberapa wilayah,”ujarnya.
Hari mengungkapkan telah dibentuk Tim Kerja Penanganan Pengungsian Wilayah Aifat Timur pada 10 Januari 2023 melalui SK Bupati Maybrat nomor 3/2023 yang membantu Bupati menangani pengungsi yang tersebar di sejumlah wilayah dan memulangkannya ke wilayah asal bekerja sama dengan aparat keamanan (TNI dan Polri).
“Pemerintah Kabupaten Maybrat telah melakukan sejumlah upaya yang dibagi ke dalam 4 tahap pemulangan pengungsi, yaitu Tahap I: Distrik Aifat Selatan Bagian Barat (Kp. Kisor, Roma, Krus, Kaitana, Tolak, Imsun dan sekitarnya) pada Minggu ke-2 Februari 2023. Tahap II: Distrik Aifat Selatan Bagian Timur (Kampung Sorry, Sabah, Samerakator, Tahsimara, dskt.) pada Minggu ke-1 Maret 2023,”ujarnya.
Lanjut, tahap III: Distrik Aifat Timur Tengah (Kampung Faankahrio, Kamat, Assem, Ayata, Aisa, dskt.) pada Minggu ke-4 Maret 2023. Tahap IV: Distrik Aifat Timur, Aifat Timur Selatan dan Aifat Timur Jauh. Namun, tahap 4 belum dapat diselesaikan karena situasi keamanan dan sejumlah hambatan lainnya, seperti infrastruktur dan akses jalan.
Hari juga menyampaikan situasi keamanan tersebut justru membuat warga enggan kembali, karena ketika mereka masuk ke Kampung harus didata oleh posko keamanan kemudian pergi dari kampung juga harus didata bahkan melakukan aktivitas pertanian dan berburu pun dibatasi.
“Ketika mereka berladang, berburu itu dibatasi jamnya. Ketika lebih dari 3 hari, mereka tidak bisa masuk ke kampungnya, sementara menurut penuturan mereka pengerjaan sagu saja membutuhkan waktu 3 sampai 4 hari. Masyarakat hidupnya tergantung dari kiriman saudara saudaranya di luar. Tapi kalau orang masuk diperiksa, pulang pun diperiksa tentu membuat orang menjadi ketakutan mau ke Maybrat karena merasa tidak aman dan tidak nyaman,”ujarnya.
Diakui Hari ada beberapa upaya yang telah dilakukan Pemda antara lain perbaikan rumah di beberapa titik tertentu karena keterbatasan anggaran, penyediaan logistik saat awal kejadian pengungsian (1 minggu), kebutuhan perlengkapan rumah tangga, bantuan bibit dan uang ke beberapa lokasi, dan fasilitasi akses pendidikan dengan memusatkan kegiatan belajar mengajar (KBM) di Kumurkek (6 SD/SMP) termasuk tenaga pengajar sambil menunggu situasi aman.
“Namun, Pemkab terkendala dengan penyiapan lokasi pengungsian karena warga memilih mengungsi ke rumah kerabatnya atau kalau pun sudah dipulangkan, mereka kembali lagi ke lokasi pengungsian. Untuk kesehatan juga belum bisa dioptimalkan karena tenaga kesehatan tidak berada di lokasi,”tambahnya.
Perihal jaminan keamanan, sambung Hari sudah dilakukan sejak bulan Oktober 2022 melalui surat Bupati Maybrat ke Pangdam XVIII/Kasuari dan Kapolda Papua Barat untuk meminta jaminan keamanan. Lalu diturunkan 1 SSK Brimob dan 1 SSK dari Yonif Raider 762/VYS di Kampung Kisor, Imsun, Bousha, Faankahrio, Sabah, sampai Kamat.
Di bulan November 2022, kondisi rumah masih kosong dan ditempatkanlah pos-pos keamanan. Sedangkan dari pihak Polres Maybrat, personil yang diturunkan dibagi ke dalam 2 pos, yaitu Kumurkek dan Ayata. Namun masih terkendala dengan akses jalan dan banyaknya rumah pengungsi yang rusak. Adapun anggaran keamanan dibebankan ke TNI dan POLRI.(rin)