Hilda Christina Blandina Silubun (31), merupakan salah satu atlet yang berhasil mengharumkan kontingen Papua Barat dalam PON XX Papua Tahun 2021, berkat prestasinya meraih medali emas dalam cabang olahraga Kempo kategori randori perorangan putri kelas 50 Kg.
Anak keenam dari 7 orang bersaudara ini lahir di Muting, Marauke Provinsi Papua pada 28 September 1990, menyelesaikan pendidikan formal SD, SMP dan SMA di wilayah Kota Sorong, dan menyelesaikan pendidikan tinggi di Universitas Negeri Papua Manokwari. Hilda kini bekerja sebagai ASN yang ia dapatkan melalui jalur prestasi dari kemenangannya saat mengikuti seni bela diri Kempo, dan seperti wanita dewasa pada umumnya ia menginginkan agar sesegera mungkin menikah.
Selain gemar kempo, siapa yang tahu jika anak keenam dari 7 bersaudara tersebut juga gemar olahraga lari, berenang hingga hiking. Wanita tangguh ini memiliki kegemaran yang luar biasa dan masih berhubungan dengan kegemaran kempo yang ia tekuni hingga saat ini.
Kegemaran Hilda pada seni bela diri Kempo sejak ia berusia 12 tahun, saat duduk di bangku kelas VII SMP. Saat kuliah di tahun 2008, Hilda dipercayakan mewakili Provinsi Papua Barat mengikuti PON XVII di Kalimantan Timur dan berhasil membawa pulang medali emas. “Saya termasuk atlet pertama juga yang menyumbangkan medali emas saat itu, makanya saya diberikan penghargaan atas prestasi saya dari pemerintah dengan mendapatkan pekerjaan sebagai ASN pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Papua Barat,” jelas Hilda kepada Radar Sorong.
Membawa pulang medali emas PON XVII Kalimantan Timur tahun 2008, Hilda kembali mencoba peruntungannya dengan mengikuti tes pada PON XVIII di Riau tahun 2012 dan PON XIX di Jawa Barat pada tahun 2016, namun gagal lolos. “Selama 2 periode PON saya tidak pernah ikut karena saat seleksi saya gagal lolos,” ucapnya.
Hilda kemudian bergabung dengan Perkemi (Kempo) Provinsi Papua Barat di tahun 2018, mengikuti persiapan Pra-PON di tahun 2019 hingga pelaksanaan PON XX. Sebelum ikut PON XX, Hilda mengikuti try out (uji coba), masuk karantina kurang lebih 1 tahun guna persiapan PON hingga pelaksanaannya. “Walau gagal 2 periode PON, saya tidak menyerah, saya terus mencoba dan akhirnya dipercayai oleh Papua Barat dan puji Tuhan bisa menyumbangkan medali emas dan kembali mengibarkan bendera Papua Barat pada ajang PON XX Papua,” ujarnya
Saat pertandingan PON XX, Hilda sangat yakin dan percaya dapat menyelesaikan pertandingan dengan baik. Tidak terlepas dari imannya sebagai seorang Kristen bahwa ia yakin bisa melakukannya, Hilda akhirnya mendapatkan medali emas tentunya dengan perjuangan yang cukup berat, dibarengi dengan persiapan yang luar biasa dan persiapan yang matang. “Namun semuanya tergantung dengan kita yang punya strategi dan pola main yang baik, karena untuk mendapatkan medali emas jalannya tidak mulus,” ungkapnya.
Di PON Papua, ia mengalami cidera di kaki saat bertanding di partai kedua, namun Hilda berusaha menahan sakitnya hingga final. Hilda juga berusaha menekan rasa sakitnya dan tidak menunjukkan pada lawannya kalau dirinya sedang kesakitan, karena bila ia membuka ruang gerak dan lawannya tahu maka itu sebuah kelemahan bagi Hilda. “Saya tahan sampai final dan setelah itu rasa sakitnya timbul, cederanya lumayan juga karena kena di bagian otot kaki. Meskipun cidera ini bukan kali pertama, tetapi sedikit berat sebab baru terasa saat selesai pertandingan. Tapi, cidera ini langsung di terapi dengan es dan ada ramuan sedikit sehingga membaik,” ungkapnya.
Setelah menyumbangkan medali emas, Hilda berharap bisa terus melatih diri untuk persiapan mengikuti kegiatan-kegiatan yang akan dipercayakan kepadanya untuk membawa nama Papua Barat di kancah nasional. “Saya berharap, adanya regenerasi atau setelah saya pensiun ada atlet baru yang bisa menggantikan posisi saya hingga pada kegiatan nasional, terutama PON dan saya berharap bisa menjadi motivator bagi anak-anak muda yang berminat penuh pada cabang olahraga kempo ini,” tuturnya
Setelah PON XX Papua, Hilda akan kembali ke aktifitas kesehariannya sebagai seorang ASN. Namun ia tetap mengikuti latihan secara berkelanjutan meskipun tidak setiap hari, sambil menunggu informasi kegiatan dari pelatih ataupun pengurus Perkemi Papua Barat. “Untuk latihan, saya latihan mandiri dulu, namun latihan kedepannya saya kembalikan kepada KONI Papua Barat maupun pengurus kami atlet,” paparnya.
Sementara itu, Manager Tim sekaligus Pelatih Kempo, Kompol M. Salim Nurlily mengungkapkan sejak awal tahun 2019 atau saat sedang dilakukan penjaringan Pra Kualifikasi PON di Banjar Baru, Hilda sudah bergabung dengan tim kempo asuhannya. “Hilda memang sempat menjadi juara dan memang salah satu atlit senior, sehingga kami mengambilnya untuk bergabung di dalam tim,” ungkapnya.
Meski tidak terlibat langsung dalam PON XVIII dan XIX, namun Salim melihat Hilda memiliki bakat juara. “Kami melihat Hilda perlu untuk kami berikan pola pelatihan yang maksimal agar mendapatkan hasil yang maksimal pula. Ke depan akan coba kita komunikasikan dengan Pengurus Besar Perkemi di Jakarta, agar dapat memasukkan Hilda ke Timnas Indonesia untuk persiapan Asean Games,” tuturnya. Salim yang sehari-harinya menjabat Wakapolres Teluk Bintuni menyatakan bahwa tujuan mengikuti latihan Beladiri Kempo bukan hanya untuk meraih prestasi, melainkan juga untuk memperoleh kesehatan jasmani, sarana pembentukan karakter dan melatih kepemimpinan. (juh)