Raker Kesda PBD, Harmonisasi program kerja pusat, provinsi dan kabupaten/kota

SORONG-Dalam rangka harmonisasi seluruh program kegiatan yang disusun oleh Provinsi Papua Barat Daya, diselaraskan dengan program kerja kabupaten/kota itu dibuktikan lewat tanda tangan komitmen kerjasama, untuk merealisasikan program-program kerja. Termasuk pada bidang kesehatan.
Yang mana, Angka Stunting di Provinsi Papua Barat Daya 28%, sehingga Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya mengucurkan anggaran sebesar Rp20 miliar untuk percepatan penurunan angka stunting di kabupaten/Kota se-Provinsi Papua Barat Daya.
“Untuk mewujudkan transformasi sistem kesehatan sebagai upaya memperbaiki pelayanan kesehatan di Papua Barat Daya,” kata Pj Gubernur Papua Barat Daya, Dr.Drs.Muhammad Musa’ad,M.Si ketika membuka kegiatan Rapat Kerja Kesehatan Daerah, Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Papua Barat Daya Tahun 2023 di Vega Hotel, Rabu (24/5).
Musa’ad mengapresiasi Dinas Kesehatan dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Papua Barat Daya yang pada tahun ini mengangkat sub tema Rakerkesda yaitu Harmonisasi Percepatan Transformasi Kesehatan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota” sebagai kelanjutan dari tema Rapat Kerja Kesehatan Nasional Bulan Februari yang lalu.
“Pembangunan kesehatan di wilayah Provinsi Papua Barat Daya, tentunya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota berserta perangkatnya sampai tingkat kampung. Masing-masing tingkatan pemerintahan harus menjalankan tugasnya sesuai kewenangan,” katanya.
Lanjutnya, sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku saat ini. Jika ada pihak yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik, maka target pembangunan kesehatan yang telah ditetapkan dalam rpjmd tidak dapat dicapai.
Menurutnya, 2 tahun lebih pandemic Covid-19 yang telah melanda Indonesia termasuk Papua Barat Daya telah menyerap sebagain sumber daya dan berpengaruh besar pada program kesehatan, di setiap wilayah yang salah satunya adalah program imunisasi dan surveilans penyakit.
“Permasalahan kesehatan yang masih muncul di Provinsi Papua Barat Daya tentunya membutuhkan kontribusi sektor lain dalam upaya penanggulangannya,” ujarnya.
Sehingga, kata Musa’ad Kolaborasi dan harmonisasi dengan pemangku kepentingan diluar sektor kesehatan harus dijalin dengan baik. Akses terhadap fasilitas kesehatan tentunya tidak dapat dilakukan masyarakat dengan mudah, bila sarana transportasi kurang memadai. Pelayanan kesehatan melalui penggunaan teknologi informatika, seperti telemedice, tentunya tidak bisa digunakan tanpa ketersediaan koneksi internet yang baik,” katanya.
Pj Gubernur PBD juga mengatakan bahwa Ketersediaan jamban sehat dan air bersih mutlak diperlukan dalam penyediaan rumah sehat bagi masyarakat. Memperbaiki status gizi masyarakat membutuhkan ketahanan pangan yang kuat, peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat, mencegah meningkatnya kasus penyakit tidak menular, seperti melalui gerakan masyarakat hidup sehat, perlu digalakkan.
“Dengan terbitnya regulasi Germas di Provinsi Papua Barat Daya. Kolaborasi-kolaborasi juga perlu dibangun dan diperkuat baik dengan masyarakat, pihak swasta maupun dengan pihak mitra pembangunan,” tegasnya.
Musa’ad menambahkan pada Senin, 22 Maret 2023, kepala daerah kabupaten dan kota se-Papua Barat Daya menerima penghargaan, Universal Health Coverage (UHC) Award 2023, BPJS Kesehatan yang diserahkan oleh wakil presiden Republik Indonesia.
“Pemerintah daerah diharapkan dapat mengambil peran lebih dengan mendaftarkan penduduk ke BPJS Kesehatan. Diantaranya penyandang disabilitas, warga lanjut usia dan masyarakat terlantar,” katanya.
“Memastikan seluruh pemberi kerja telah mendaftarkan para pekerja dan keluarganya tanpa terkecuali. Mari kita berkolaborasi untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu, mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif,” sambungnya.
Musa’ad mengapresiasi semua rumah sakit yang ada di wilayah papua barat daya yang telah terakreditasi oleh komisi akreditasi rumah sakit (kars), sehingga tidak terdengar adanya pemutusan kerja sama dengan BPJS Kesehatan di provinsi ini.
“Perlu saya ingatkan bahwa sertifikat dari lembaga-lembaga akreditasi tersebut menunjukan pengakuan eksternal dan independen atas mutu layanan, namun juga perlu diperhatikan adalah pengakuan dari pengguna layanan, termasuk pasien dan keluarganya,” tegasnya.
Ia menambahkan Pada tahun lalu telah disusun rencana aksi daerah untuk percepatan eliminasi tuberkulosis serta penurunan stunting.
“Saya berharap rencana tersebut tidak hanya menjadi dokumen perencanaan tetapi menjadi aksi nyata yang membuahkan hasil. Aksi tersebut perlu dibahas lebih lanjut pada kesempatan ini termasuk upaya penurunan angka kematian pada ibu dan bayi,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat Daya, Dr. Naomi Netty Howay, S.km. M.Kes. mengatakan bahwa Hasil dari raker ini tujuannya harmonisasi dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota.
“Kalau provinsi dalam hal ini kebijakan pak Gubernur PBD dalam bidang kesehatan dengan program prioritas utama yaitu SDM dokter dan dokter spesialis, Jaminan 1000 hari kehidupan, program nasional penurunan angka stunting. Jadi dalam raker ini dibahas provinsi, kabupaten/kota termasuk mitra berkolaborasi untuk bekerja bersama-sama,” jelasnya.
“Untuk Papua Barat Daya, kita masih ada di 28% angka stunting tersebut di kabupaten/kota. Yang terendah Kabupaten Maybrat dan yang tertinggi Kabupaten Sorong. Anggaran Rp20 miliar untuk support penurunan angka stunting di Provinsi Papua Barat Daya,” sambungnya.
Ia menambahkan Karena rumah sakit PBD belum ada. Jadi Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dalam bidang kesehatan harus memperkuat rumah sakit kabupaten/kota termasuk di bidang keuangan, seperti BPJS Kesehatan.
“Jadi ada beberapa kabupaten yang tidak membayar iuran tersebut sehingga dibayar langsung dari Dinas Kesehatan PBD seperti Kota Sorong dan kabupaten Sorong Selatan, kami telah menganggarkan dan Rp11 miliar. Anggaran untuk membayar tunggakan tersebut. Kota Sorong Rp8 miliar, termasuk dokter spesialis di RS Sele Be Solu, sementara untuk Kabupaten Sorong Selatan Rp3 miliar. Sehingga perlu ada MoU yang telah kita tanda tangani bersama,” pungkasnya.(zia)