SORONG – Tiga ASN Pemprov Papua Barat Daya yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), mengikuti Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat 1 angkatan 60 yang dilaksanakan Lembaga Administrasi Negara (LAN), salah satunya yakni Julian Kelly Kambu,ST,MSi yang sehari-harinya menjabat Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya.
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat I bertujuan untuk mengembangkan kompetensi peserta guna memenuhi standar kompetensi manajerial JPT Madya. Kompetensi yang dikembangkan dalam Pelatihan Kepemimpinan Tingkat I merupakan kompetensi kepemimpinan kolaboratif, yaitu kemampuan melakukan pengembangan kapasitas kepemimpinan kolaboratif, kemampuan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan dalam menangani isu kebijakan nasional yang bersifat strategis, serta kemampuan memimpin pencapaian arah kebijakan lintas instansi/sector. Kurikulum yang harus diikuti para peserta pelatihan, salah satu diantaranya yakni Proyek Perubahan, dan untuk Proyek Perubahan ini, Kelly Kambu mengambil tema Pentingnya Pengelolaan Perhutanan Sosial bagi Kesejahteraan Masyarakat Indonesia.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Drs Alue Dohong,M.Sc,Ph.D, mendukung penuh Proyek Perubahan yang diajukan Julian Kelly Kambu, Pentingnya Pengelolaan Perhutanan Sosial bagi Kesejahteraan Masyarakat Indonesia, kolaborasi pemerintah, masyarakat, sector swasta, perguruan tinggi dan media.
“Proyek perubahan ini sangat penting dan strategis karena menyangkut bagaimana pengelolaan perhutanan sosial yang dikolaborasikan dengan semua pihak, dan betul kita tahu bahwa kebijakan perhutanan sosial merupakan salah satu kebijakan penting yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia guna pemberian akses legal mengelola hutan pada masyarakat,” kata Wamen Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Dikatakannya, perhutanan sosial penting artinya, disamping memberikan akses legal kepada masyarakat di dalam atau di sekitar kawasan hutan untuk mengelola hasil hutan non kayu, hutan merupakan sumber kehidupan masyarakat setempat, dan melalui Perhutanan Sosial, masyarkaat menjaga kondisi lingkungan hidup di sekitarnya, termasuk di dalamnya tidak hanya pohon, hutan tetapi juga biodiversity lainnya. Karena itu, kebijakan ini harus didukung oleh semua pihak, termasuk didalamnya pemberian pendanaan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang mengelola perhutanan sosial.
“Jadi saya berharap dari Kementerian Keuangan bisa mengalokasikan Dana Alokasi Khusus untuk mendukung implementasi perhutanan sosial, khususnya yang ada di Provinsi Papua Barat Daya. Dan juga kepada Gubernur Provinsi Papua Barat Daya, serta Bupati dan Walikota di Papua Barat Daya agar bisa mengalokasikan Dana Otsus untuk mendukung implementasi kolaborasi pengelolaan perhutanan sosial,” kata Alue Dohong. “Begitu juga dengan sumber-sumber pendanaan lainnya, karena itu penting bagi masyarakat bahwa mereka diberi akses untuk menjaga, memelihara dan mengelola hutan, tetapi juga penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berdomisili di kawasan hutan,” sambungnya.
Karena itu, Wamen LH berharap agar projek perubahan yang dilakukan Julian Kelly Kambu tidak hanya sebatas persyaratan menyelesaikan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan nasional tingkat 1, tetapi juga betul-betul diimplementasikan di lapangan bagaimana menjalankan pola-pola kolaboratif dalam pengelolaan perhutanan sosial dengan melibatkan pemerintah, masyarakat, swasta, perguruan tinggi dan media, untuk memberikan contoh bagaimana kebijakan perhutanan sosial ini bisa bermanfaat bagi masyarakat, bermanfaat bagi lingkungan hidup khususnya untuk menjaga tutupan hutan.
Pemerintah pusat, daerah, swasta, dan juga dunia internasional harus mendukung, karena hutan yang baik seperti yang ada di Papua Barat Daya memberikan kontribusi besar untuk menjaga stabilisasi iklim global. Karena itu, pendanaan-pendanaan iklim global juga diharapkan bisa mendukung implementasi perhutanan sosial dengan pola kolaborasi ini di masa yang akan datang,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu yang ditemui Radar Sorong di ruang kerjanya, Senin (16/7) mengatakan, sebagai salah satu peserta pendidikan kepemimpinan tingkat 1 angkatan ke-60 di Lembaga Administrasi Negara, dalam rangka menyelesaikan salah satu tugas kami sebagai peserta pendidikan, adalah melakukan proyek perubahan dan untuk proyek perubahan ini dirinya mengambil tema Pentingnya Pengelolaan Perhutanan Sosial bagi Kesejahteraan Masyarakat Indonesia.
“Yang melatarbelakangi konsep kami ini, yang pertama tuntutan dunia internasional terkait dengan kawasan hutan harus dijaga. Kita di tanah Papua ini kaya dengan hutan tetapi masyarakat tidak berdaya dan miskin di dalam hutan. Yang kedua, isu perubahan iklim global. Yang ketiga, konflik tenurial hutan, dimana sebelummya kawasan hutan itu masyarakat tidak mempunyai hak akses untuk masuk mengelola hutan, lebih banyak diberikan hak aksesnya kepada para pelaku usaha yang punya modal,” ujarnya.
Kelly mengatakan, melalui kebijakan Perhutanan Sosial, masyarakat bisa mendapatkan hak akses mengelola hutan. Hak yang diperoleh masyarakat melalui Perhutanan Sosial yakni hak akses untuk mengelola Hasil Hutan Bukan Kayu seperti minyak wangi, minyak kayu putih, madu, daun the gaharu, dan masih banyak potensi hasil hutan non kayu lainnya yang bisa dikelola masyarakat dengan menggunakan akses Hak Kelola Hutan. Perhutanan sosial ini juga bisa dimanfaatkan sebagai ekowisata, misalnya sumber air panas, pemantauan burung cenderawasih dan lainnya yang bisa menjadi daya tarik wisatawan lokal, domestic maupun mancanegara berkunjung.
“Pengelolaan hasil hutan non kayu dan pemanfaatan kawasan hutan untuk ekowisata, kiranya ke depan diharapkan masyarakat di kawasan hutan bisa mendapatkan tambahan penghasilan ekonomi sehingga pada gilirannya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang memiliki hak akses kelola hutan itu. Kalau masyarakat sejahtera, hutan juga bisa lestari,” tegasnya.
Karena itu, ia mengharapkan agar Dana Otsus Papua juga dialokasikan juga untuk membiayai program-program perhutanan sosial, diantaranya memberdayakan masyarakat orang asli Papua (OAP) karena kegiatan perhutanan sosial umumnya didominasi masyarakat asli Papua yang punya wilayah hutan. (ian)