*Siasati Perkecil Ukuran
AIMAS – Meroketnya harga minyak goreng (Migor) yang bikin geleng-geleng dikeluhkan masyarakat, utamanya kaum ibu-ibu.
Tak hanya itu, penjual gorengan pun turut menjerit dengan kian mahalnya harga minyak goreng. Pasalnya, bukan hanya sebagai kebutuhan rumah tangga, minyak goreng jadi penopang sumber penghasilan.
Ditengah tingginya harga minyak goreng, penjual mengeluh, pasalnya mereka mengaku sulit menaikkan harga barang dagangan. Padahal tingginya kenaikan harga minyak goreng seolah makin mencekik leher.
“Kalau minyak goreng harganya naik, bisa kompak, dari gudang distributor sampai pedagang kecil. Seperti sudah ada sistemnya, kalau gorengan susah mau naikkan harga karena tidak satu komando,” ujar Ratmini.
Hampir 4 tahun berjalan, selama ini Ratmini selalu menggunakan minyak goreng curah yang ia beli dengan harga normal Rp 11.000 atau Rp 12.000 per liter. Lalu sempat beralih menggunakan minyak kemasan saat subsidi berlaku.
Namun yang paling menyedihkan sekarang adalah, sejak subsidi minyak goreng dicabut, harganya meroket tajam. Ingin beralih kembali menggunakan minyak curah, tapi stoknya kosong.
“Sedih ya bingung juga. Mau pakai minyak curah, barangnya tidak ada. Mau beli minyak kemasan, tidak sebanding modal dengan keuntungan,” bebernya.
Sudah hampir seminggu yang lalu, lanjut Ratmini, dirinya tidak pernah lagi membeli minyak goreng. Saat ini ia hanya bertahan menggunakan stok minyak kemasan subsidi yang sudah dibeli sejak sebulan lalu.
“Ini stok sisa, saya beli lumayan banyak pas masih harga subsidi. Karena bukan hanya untuk dipakai sendiri, tapi untuk jualan, tiap hari minimal saya beli 4-6 liter di alfamart,” akunya.
Ratmini mengaku keuntungan jual gorengan jadi semakin menipis. Belum lagi kenaikan harga bahan pangan lain seperti tepung terigu. Jika kondisi ini berlarut-larut, Ratmini mengaku akan pasrah dan libur berdagang gorengan.
“Untungnya tipis, minyak mahal, tepung naik. Namanya pedagang mau cari untung ya disiasati, harga tetap tapi ukuran gorengan lebih kecil. Mungkin juga saya jualan tinggal beberapa hari lagi, pokoknya kalau stok minyak sudah tinggal sedikit ya libur saja,” ujarnya pasrah.
Sementara itu, Kadisperindagkop Kabupaten Sorong, Marthen L. Pajala membenarkan bahwa stok minyak goreng curah memang sedang kosong. Ia dengan tegas memastikan bahwa memang tidak ada penimbunan.
“Saya pastikan tidak ada penimbunan di gudang, memang kosong dari sananya karena sudah dibeli duluan. Sekarang yang ada hanya minyak kemasan premium, memang mahal Rp 25.000 per liter. Opsi lain yang sedikit lebih murah ada yang 21.000 per liter, minyak kemasan sederhana,” ungkap Kadisperindagkop.
Ia mengaku turut prihatin dengan kondisi saat ini, namun pemerintah pun tak bisa berbuat banyak. Guna menekan pengeluaran anggaran untuk pembelian minyak goreng, dirinya bahkan mengajak masyarakat untuk membuat sendiri minyak kelapa.
“Minyak memang kebutuhan, kalau punya uang banyak mungkin sanggup beli dengan harga mahal. Tapi kalau ekonominya pas-pasan coba kita kreatif bikin minyak kelapa. Saya rasa ini alternatif yang bisa dilakukan saat ini. Daripada berpangku tangan sambil menunggu harga minyak stabil,” kata dia. (ayu)