SORONG – Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) melakukan kunjungan kerja (kunker) di Kota Sorong terkait pertanahan (tapal batas) dan rancangan tata ruang wilayah (RTRW) di Kota Sorong.
Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Wahyu Sanjaya mengatakan Kunjungan BAKN DPR RI ke Kota Sorong, dalam rangka membahas masalah pertanahan dan tata ruang.
Usai kunker, ia mengungkapkan bahwa banyak hal yang dirinya dapatkan masukan dari kunker tersebut. Termasuk juga masalah yang dikeluhkan oleh Wali Kota Sorong, Drs.Ec.Lambert Jitmau,MM terkait masalah tapal batas juga nanti dirinya akan sampaikan ke Kementerian Dalam Negeri dan ATR BPN.
“Masalah temuan terkait masalah di ATR BPN. Ada beberapa hal yang menjadi temuan di situ, yang menjadi konsen kami. Dan juga menjadi masukan kami yang nantinya akan menjadi kesimpulan pada saat kami akan menyimpulkan masalah permasalahan pertanahan dan tata ruang,” jelasnya ketika ditemui di Gedung LJ, Senin (21/3) usai pertemuan dengan Pemerintah Kota Sorong.
Ia menyebutkan, apa yang disampaikan Wali Kota Sorong tidak salah dan seharusnya ada dalam undang-undang pemekaran dan itu akan dipastikan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Semuanya yang disampaikan oleh kawan-kawan di Papua Barat sini akan kita bawa ke Jakarta sebagai masukan itu bisa diselesaikan segera mungkin,” sambungnya.
Untuk pembangunan di Kota Sorong yang APBD kecil. Dirinya akan menyampaikan masalah anggaran yang tidak berimbang, dikeluhkan wali kota bahwasanya harga di Jawa dengan harga di Papua berbeda.
“Sehingga mungkin perlu formulasi khusus bagaimana agar untuk di daerah Papua itu mendapatkan DAU dan DAK dengan proporsi yang lebih berbeda, dibandingkan dengan daerah di Indonesia bagian barat,” tegasnya.
Sementara itu, Wali Kota Sorong, Drs.Ec.Lambert Jitmau,MM mengatakan, banyak informasi yang telah kami sampaikan secara timbal balik. Masalah tapal batas saat pengusulan daerah otonomi baru. Itu diusulkan sebagai dasar, akhirnya saat pembentukan daerah otonom baru termasuk diantaranya Kota Sorong, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Sorong Selatan, dan daerah lainnya yang menjadi daerah pemekaran.
“Saya tidak mau membuat konflik, tapi kita bangun kebersamaan saja. Kita menghargai regulasi atau undang-undang pembentukan daerah otonom. Tapal batas di mana yaitu tapal batas pemerintahan. Itu negara punya barang, tapal batas pemerintahan, tapal batas negara tidak bisa membatasi tapal batas adat. Adat ya adat, tapi sekedar untuk membatasi wilayah pemerintahan dibuat tapal batas,” sambungnya.
Terkait pembangunan, wali kota menambahkan, kue pemekaran itu harus ada kasih sayang untuk Papua dan Papua Barat karena kami ini satu pulau, satu adat, satu budaya dan hitam-putih ada di Papua. Kalau mau bagi provinsi jangan hanya di Papua saja, kalau bisa satu DOB di Papua Barat.
“Negara ini jangan merasa rugi, kami (Papua) memang sedikit tapi kami (Papua) ini mahal, pulau ini mahal dan pulau ini kaya. Makanya Pemerintah Pusat harus melihat secara baik,” tegasnya.
Menurutnya, Papua Barat Daya kalau jadi di Kota Sorong pasti akan lebih bagus, karena masyarakat heterogen ada di Sorong, satu nusantara di Kota Sorong.
“Sehingga pembangunan maju dan pertumbuhan ekonominya bagus karena masyarakat heterogen yang dinamis,” pungkasnya.(zia)