Oleh : Boban Abdurazzaq Sanggei (Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang)
PENDIDIKAN merupakan hak yang diberikan kepada seluruh umat manusia untuk mendapatkannya mulai dari sejak dini. Hal ini penting karena dengan pendidikan manusia dapat berkembang dan belajar sehingga mampu mengubah peradaban ke arah yang lebih baik, bahkan dalam agama yang penulis anut kegiatan utama yang harus dilakukan oleh manusia di dunia adalah membaca.
Pendidikan menjadi fondasi utama dalam sebuah peradaban, bisa kita lihat bahwa Islam mengalami masa kejayaan pada abad ke-11 hingga abad ke-13 tepatnya pada masa kerajaan dinasti Muawiyah di Spanyol dan kerajaan dinasti Abbasiyah Baghdad. Pada masa tersebut terjadi perkembangan intelektual yang begitu pesat yang dilatarbelakangi oleh semangat keintelektualan.
Hal itu dapat terlihat dari ketersediaan perpustakaan memadai pada setiap lembaga pendidikan dan apresiasi terhadap temuan para ilmuwan juga mendukung kemajuan intelektual Islam. Namun jika kita bergeser pada masa sekarang budaya dan semangat keintelektualan sudah jauh terdegradasi apalagi melihat banyak sekali institut pemerintahan yang lebih berfokus pada mempromosikan daerahnya untuk menjadi destinasi wisata para wisatawan dari luar daerah daripada meningkatkan kualitas pendidikan daerah tersebut. Tidak heran jika paradigma ini sudah menjamur di tataran pemerintahan karena pada dasarnya orang-orang di atas memiliki kepentingan di sektor itu.
Namun sebelum membahas ini secara spesifik penulis ingin mengantar pembaca ke dalam sebuah tempat yang memiliki banyak potensi mulai dari Sumber daya alam sampai manusianya yang secara intelektual dapat di asah hingga menjadi pemikir-pemikir Handal. Papua tentunya, pulau yang dihuni etnis Melanesia dan dikatakan sebagai ras paling tua dan jujur di dunia hari ini memiliki banyak sekali permasalahan yang terjadi mulai dari kemiskinan hingga pendidikan.
Dalam pandangan penulis manusia-manusia Papua memiliki potensi yang sangat besar dalam memajukan peradaban mereka tanpa dikekang oleh hal yang namanya negara. Mengapa? Karena kebudayaan masyarakat Papua yang membuat mereka hidup dan ada sampai hari ini, memang benar jika di masa sekarang diharuskan adanya perubahan yang lebih maju namun penulis rasa khusus untuk Papua hal ini harus dipupuk secara perlahan dan tidak memakai budaya militeristis apalagi pemaksaan ideologi kepada mereka. Para pembuat kebijakan lupa atau mungkin tidak tahu dengan karakteristik manusia Papua seperti apa yang sangat menjunjung tinggi nilai kebudayaan dan adat istiadat.
Kesalahan hari ini terlihat ketika negara tidak dapat memberikan pendidikan yang sesuai dengan kebudayaan mereka, pendidikan seharusnya dapat menjadi penyadaran manusia Papua akan pengetahuan di lingkungan sekitar mereka sehingga timbul rasa keingintahuan untuk mencari lebih banyak informasi. Dari hal sekecil itu sedikit demi sedikit akan membangun peradaban mereka sendiri yang maju. Namun pada faktanya sekarang negara malah memberikan hal-hal yang bersifat dogmatis dan segala sesuatu yang ada di Papua harus ditentukan oleh negara tanpa memberikan kebebasan orang Papua untuk membangun negerinya, contohnya UU OTSUS Jilid II, keputusan Daerah Otonomi Baru serta kurikulum pendidikan yang berkiblat di Jawa.
Bisa dilihat dan dirasakan bahwa kurikulum pendidikan di Papua hari ini tidak adil dalam membimbing murid di Papua, hal ini dikarenakan kurikulum pendidikan Indonesia berdasar pada karakteristik yang ada di pulau Jawa. Bahkan jika kita mengingat kembali selalu ada kata sawah dalam setiap belajar membaca di waktu SD hal ini selalu membingungkan murid Papua rata-rata karena tidak pernah melihat sawah, dan tidak hanya itu murid juga minim akan Literasi tentang sejarah Papua. Murid seakan dipaksa mengerti bahwa perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah sangatlah berat namun tidak pernah menjelaskan bahwa integrasi Papua ke Indonesia memiliki banyak sekali kejanggalan mulai dari penetapan perwakilan pemilih di PEPERA yang seharusnya one man one vote sampai bisnis gelap antara Freeport mcmorran dan pemerintah Indonesia.
Hal-hal seperti itu yang jarang sekali diketahui oleh masyarakat Papua hari ini terutama murid. mengapa pemahaman ini begitu penting bagi manusia-manusia Papua? Karena dalam mendirikan sebuah peradaban yang baik masyarakat Papua harus paham tentang sejarah mereka dan siapa sebenarnya mereka di tanah Papua. Untuk mengetahui hal tersebut kuncinya berada pada pendidikan dan semangat Literasi entah itu dari anak-anak hingga dewasa.
Sayangnya fakta pada hari ini rata-rata masyarakat sudah nyaman dengan hidup yang bergantung pada negara, seolah-seolah mereka tidak dapat berdiri dengan kedua kakinya dan harus ditopang oleh negara. Ditambah dengan Kurangnya semangat intelektual manusia-manusia Papua yang membuat mereka menjadi pasif dan malas untuk maju membuat manusia-manusia Papua menjadi begitu-begitu saja. Kita dapat mengambil salah satu kasus, pembaca melihat secara keseluruhan indeks pendidikan di pulau Papua merupakan yang terburuk di Indonesia, ditambah dengan banyak sekali angka putus sekolah di berbagai kabupaten yang angkanya mencapai ribuan. Tidak heran sebetulnya karena pendidikan bukan program utama bagi pemerintah.
Sebut saja kabupaten dengan inisial K, program yang paling diutamakan oleh pemerintah di sana adalah pengembangan pariwisata dengan konteks untuk membangun perekonomian lokal. Sedangkan jika dilihat dari pernyataan Pejabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw sekitar 68.988 lebih murid Papua putus sekolah diakibatkan ekonomi keluarga, pada kabupaten K ada sekitar 4.588 yang tidak sekolah. yang menjadi pertanyaan kenapa untuk mendapatkan ilmu harus membayar padahal yang harus menjadi fokus utama dinas pendidikan di Papua adalah mengurangi tingkat buta huruf, simpelnya sekolah seharusnya mengajarkan membaca pada setiap murid di tataran SD. Apakah itu harus membutuhkan dana dari orang tua? Tidak, dinas pendidikan harus memfasilitasi sarana tersebut yaitu buku untuk dibaca oleh murid. Dana Otsus yang hampir Rp.11 Triliun tersebut penulis anggap cukup untuk membeli ratusan bahkan ribuan buku untuk dijadikan bahan belajar murid-murid Papua yang masih buta huruf.
Namun apalah daya melihat beberapa pemerintah hari ini lebih fokus dalam membangun pariwisatanya dibandingkan mempersiapkan generasi berikut. Di satu sisi meningkatkan ekonomi sangatlah penting pada daerah namun masih banyak cara untuk meningkatkan ekonomi selain bergantung pada ekonomi pariwisata. Dan pada akhirnya kesalahan kebijakan seperti ini yang menjadikan manusia-manusia Papua mengalami degradasi moral maupun intelektual yang sangat jauh, yang nantinya akan menyingkirkan manusia Papua dari tanahnya sendiri.
Dari pembahasan ini untuk membangun peradaban yang baik di Papua, haruslah ada beberapa sosok yang dapat mengubah paradigma pemerintah dan masyarakat tentunya, dalam meneropong masa depan Papua yang lebih baik. Banyak sekali para oknum pemerintah yang menganggap bekerja di pemerintah sebagai ladang penghasil uang, secara ideal lembaga legislatif harus melakukan penyadaran kepada pemerintah untuk apa kalian di sana bukan malah sibuk berkoalisi sana-sini untuk mendapatkan keuntungan politik maupun finansial. Sehingga formulasi untuk menghilangkan permasalahan tersebut adalah meningkatkan kualitas pendidikan sehingga manusia-manusia yang dihasilkan dari pendidikan tersebut dapat menjadi sosok cendekiawan yang tinggi keintelektualannya serta independen. Lalu para cendekiawan inilah yang harus masuk pada posisi di pemerintahan untuk membangun Papua menuju peradaban yang lebih baik. (**)