KAWEI – Warga Pulau Kawei menyuarakan kekecewaan dan kemarahan mereka terhadap organisasi lingkungan Greenpeace yang dinilai telah menyebarkan informasi tidak benar terkait aktivitas pertambangan oleh PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) di wilayah adat mereka.
Kores Lapon, tokoh muda adat asal Pulau Kawei, menegaskan bahwa tindakan Greenpeace sebagai organisasi lingkungan tidak etis dan provokatif.
Ia mengatakan bahwa organisasi tersebut datang tanpa izin, mengambil gambar dan video secara sembunyi-sembunyi, lalu memviralkannya di media sosial dengan narasi yang menyesatkan.
“Greenpeace selama ini ada di mana? Mereka datang seperti pencuri. Ambil gambar, lalu bikin viral berita bohong. Mereka harus bertanggung jawab. Jangan adu domba kami orang Papua,” tegas Kores, Kamis (12/6) di Pulau Kawei, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Kores juga mempertanyakan dasar dari pencabutan izin operasional tambang di daerah mereka, yang menurutnya seharusnya melalui proses yang adil dan menyeluruh.
“Kenapa kami yang disalahkan? Harusnya ditelusuri dulu bapak Presiden yang terhormat, Menteri, Gubernur, dan Bupati. Itu daerah lain yang bermasalah, bukan kami. Kami yang punya tempat ini tidak melihat ada pencemaran lingkungan. Bapak pejabat datang dan lihat sendiri keadaan di sini,” tambahnya.

Pernyataan senada juga disampaikan Otto Ruben Dimalao, masyarakat adat setempat, yang menegaskan bahwa Greenpeace tidak pernah meminta izin sebelum melakukan dokumentasi di tanah adat mereka.
Otto mengkritik narasi negatif yang disebarkan seolah-olah lingkungan di darat maupun di laut terjadi pencemaran. Sementara keadaan sebenarnya tidak seperti itu. Bahkan masyarakat di Pulau Kawei justru sejahtera karena hadirnya PT KSM.
“Mereka (Greenpeace) datang tanpa ijin. Ambil gambar dan buat ilustrasi bahwa di sini tidak baik-baik. Padahal, kami aman-aman saja. Kehadiran tambang PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) justru membawa kesejahteraan bagi kami,” ujar Otto.
Otto menambahkan, masyarakat adat merasa tidak dilibatkan dalam keputusan pemerintah terkait penghentian operasional tambang. Ia meminta agar pemerintah pusat bersikap adil dan tidak tebang pilih. Karena ada perusahaan tambang lainnya yang tidak dicabut ijinnya.
“Kalau mau tutup, tutup semua. Jangan pilih-pilih. Kami berdiri di sini sebagai anak adat, meminta tambang di pulau Kawei dibuka kembali. Wisata tidak memberi dampak nyata bagi kami. Kami minta Presiden, Menteri, Gubernur, dan Bupati datang langsung ke Pulau Kawei, bukan hanya ke Pulau Gag saja,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Greenpeace belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan warga Pulau Kawei bahkan pemerintah belum ada yang berkunjung.(zia)