SORONG – Perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Raja Ampat, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), berdasarkan laporan dan presentasi dihadapan Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan (LHKP) Provinsi Papua Barat Daya (PBD), dinilai memenuhi syarat operasional dari aspek lingkungan hidup. Selain PT KSM, perusahaan tambang nikel lainnya yakni PT Gag Nikel, juga dinilai layak dan memenuhi syarat beroperasi. Penegasan ini disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu,ST,MSi dalam jumpa pers di Aston Hotel Sorong, Sabtu (24/5/25).
Presentasi laporan dan dokumen perizinan dua perusahaan tambang nikel kepada Dinas LHKP PBD, sebagai respon atas video singkat berdurasi sekitar 4 menit yang diviralkan Greenpeace terkait kegiatan penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat yang menilai terjadi pencemaran lingkungan akibat tambang nikel di Raja Ampat. “Kami sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya menyampaikan bahwa kalau kita lihat yang aslinya, video ini ada sekitar 16 sampai 24 menit, tapi kemudian dipotong, tidak tahu motivasinya apa, untuk mempengaruhi opini public terkait penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat. Raja Ampat ini harus kita jaga dan selamatkan, apalagi sudah mendapatkan status Geopark dari Unesco, yang waktu itu kami sendiri ikut saat menerima penghargaan Geopark di Maroko, dan memang perlu kehati-hatian dalam melaksanakan pembangunan di Kabupaten Raja Ampat,” kata Kelly Kambu.
Terkait pertambangan nikel di Raja Ampat, pihaknya menyurati PT Gag Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining, dan pihaknya juga mendapatkan surat dari Kementerian Lingkungan Hidup yang memerintahkan untuk mengecek kembali dokumen-dokumen perizinan dari PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa. “Untuk PT Gag Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining, setelah kami melihat kembali dokumen Amdal, izin pinjam pakai kawasan hutan, prosedur dan tahapan dari perizinan kedua perusahaan ini semua telah memenuhi persyaratan, dan kegiatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Khususnya untuk kami di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sudah mendapat izin dari daerah maupun pusat sehingga kegiatan kedua perusahaan ini sudah bisa beroperasi,” jelasnya.

Ditegaskannya, dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) kedua perusahaan ini sudah melalui tahapan prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan pada tahap rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) itu pun telah dilaksanakan secara baik. RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup) adalah rencana tindakan untuk mengelola dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh suatu proyek atau kegiatan, sedangkan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup) adalah alat untuk memantau keberhasilan pengelolaan lingkungan tersebut.
Tujuan RKL yakni mencegah, menanggulangi, dan mengendalikan dampak negatif lingkungan hidup akibat kegiatan. RKL berisi rincian tindakan-tindakan yang akan diambil untuk mengelola dampak lingkungan, seperti mitigasi, pengendalian pencemaran, dan rehabilitasi. Sedangkan tujuan RPL memantau kinerja pengelolaan lingkungan dan memastikan bahwa RKL berjalan sesuai dengan rencana. RPL berisikan rincian parameter yang akan dipantau, frekuensi pemantauan, dan metode pemantauan.
RKL dan RPL, keduanya merupakan bagian penting dari Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan wajib disusun oleh perusahaan yang melakukan kegiatan yang berdampak signifikan terhadap lingkungan. “Kalau hari ini disoroti terkait dugaan pencemaran lingkungan, kita bisa kembali menggunakan defenisi dan indicator pencemaran, entah itu pencemaran udara, air atau tanah, kita bisa menggunakan indicator defenisi pencemaran yang ada pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, atau PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” tukasnya.
Pihaknya lanjut Kelly Kambu, sudah memanggil menagemen PT Gag Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining, untuk mempresentasikan kembali dokumen Amdal dan rencana kerjanya, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan, dan kesemuanya memenuhi syarat. “Untuk dua perusahaan lainnya yakni PT Anugerah Surya Pratama dan PT Mulia Raymond Perkasa, kami belum tahu persis alamatnya dimana. Surat dari Kementerian Lingkungan Hidup yang sama juga ditujukan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Papua Barat. Semua perizinannya sudah terbit semasa Papua Barat Daya belum dimekarkan, jadi tugas kami sekarang di Papua Barat Daya melaksanakan pengawasan terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” jelasnya.

Kelly menegaskan, pihaknya di Dinas LHKP tidak alergi dengan investasi, tapi diingatkan bahwa investasi yang baik adalah investasi yang memberikan nilai manfaat dan mensejahterakan masyarakat, dan investasi yang berpedoman kepada tata kelola lingkungan hidup yang baik. “Mekanisme perlindungan dan pengelolaan lingkungan dari suatu investasi termasuk di sector pertambangan, itu melalui kajian Amdal yang memuat dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) dan ditandatangani di atas materai. Dokumen ini wajib ditindaklanjuti oleh seluruh pelaku usaha,” jelasnya lagi.
Apabila janji investor dalam dokumen RKL-RPL ini tidak dilaksanakan, maka ada sanksinya, bisa saja izinnya dicabut. Pencabutan izin tentunya setelah melalui prosedur berupa teguran, teguran tertulis. “Bila tetap masa bodoh, malas tahu, apriori, acuh tak acuh, tidak dengar-dengaran, maka kita juga bisa menggunakan penindakan melalui pasal pidana. Kami di Dinas LHKP melakukan pembinaan, kalau kita bina-bina tapi tetap juga tidak bisa, maka kita binasakan dengan pasal yang ada, mekanismenya seperti itu,” tegasnya.
PT Kawei Sejahtera Mining dan PT Gag Nikel, Kelly menilai kedua telah bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup maupun kehutanan. Dua perusahaan tambang nikel ini juga telah melakukan kewajibannya, misalnya program CSR banyak sekali yang telah dilakukan, kemudian royalty mereka pun sudah menjalankannya. “Kami menilai kedua perusahaan ini layak secara lingkungan, namun demikian itu masih diatas laporan dan presentasi mereka. Karena itu, kami dalam waktu dekat akan melakukan monitoring langsung ke lapangan, bersama-sama dengan mitra terkait misalnya dari Gakkum LHK, Dinas PTSP, untuk kita sama-sama berkolaborasi untuk mengecek empat perusahaan tambang Nikel di Raja Ampat ini. Kalau yang dua ini kami tidak ragukan, sesuai dengan data yang telah dipresensikan, karena mereka bekerja sesuai aturan, proses perizinan mereka lalui dengan benar, bekerja sesuai aturan, dan mereka sangat konsen dalam menjaga lingkungan,” pungkasnya. (ian)