SORONG – Forum Lintas Suku Orang Asli Papua (OAP) Papua Barat Daya (PBD) mendesak Presiden Prabowo Subianto segera mengembalikan Pulau Sain, Piay, dan Kiyas yang kini tercatat masuk wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara.

Desakan itu disampaikan Ketua Forum Lintas Suku OAP Papua Barat Daya, Butje Ijie, dalam pernyataannya di Sekretariat Forum Lintas Suku OAP PBD Sorong, Rabu (17/9/2025).
Ketua Forum Lintas Suku OAP PBD menilai pemindahan administratif tiga pulau dilakukan secara diam-diam dan merupakan bentuk pelecehan terhadap masyarakat adat Papua.
“Merekalah yang bekerjasama untuk mengalihkan tiga pulau yang ada di Raja Ampat ini ke Maluku Utara. Itu perbuatan melecehkan orang asli Papua. Kami orang adat ini tahu diri, dan perbuatan itu dilakukan tanpa melibatkan masyarakat adat,” tegas Butje.
Ketua Forum Lintas Suku OAP PBD juga mendesak Presiden Prabowo Subianto agar bertindak tegas dengan mengembalikan tiga pulau tersebut, sebagaimana sebelumnya pemerintah pernah mengembalikan empat pulau ke Aceh.
“Pak Presiden dengan bijak harus kembalikan tiga pulau ini. Tidak ada kompromi, tidak ada tawar-menawar. Dan yang ketiga, forum ini minta Presiden harus berhentikan Menteri Dalam Negeri, Pak Tito Karnavian. Kebijakan beliau meresahkan masyarakat,” tegasnya.
Ketua Forum Lintas Suku OAP, Butje menegaskan bahwa langkah yang akan ditempuh bila pemerintah pusat tetap abai terhadap tuntutan Forum Lintas Suku OAP PBD. “Jangan sampai kita teriak lagi, kasih naik bendera Bintang Kejora (BK). Tapi kalau bijak, kembalikan tiga pulau itu. Itu lebih terhormat,” katanya.
Selain itu, Forum Lintas Suku OAP juga membuka opsi hukum. Mereka siap menggandeng masyarakat adat, Majelis Rakyat Papua (MRP), DPR Papua Barat Daya, hingga pemerintah provinsi untuk mengajukan gugatan konstitusional.”Kami siap ke Jakarta bertemu Presiden dan Mendagri untuk minta 3 pulau ini dikembalikan,” tegasnya.
Bagi Forum Lintas Suku OAP, kisruh tiga pulau ini bukan sekadar persoalan batas wilayah administratif, tetapi juga menyangkut harga diri dan eksistensi masyarakat adat Papua. Mereka menilai keputusan sepihak pemerintah pusat dan Maluku Utara sebagai bentuk ketidakadilan yang melukai masyarakat Papua.(zia)