Dari Hati Seorang Biasa, Sarman Merangkai Kisah Pertamina di Setiap Pelosok Negeri

DENGAN mobil tuanya, Sarman El Hakim membawa misi sederhana tentang bagaimana energi mengubah kehidupan. Bentuk cinta pada Negeri, Sarman merangkai cerita luar biasa tentang peran Pertamina di tengah masyarakat.
Oleh, Norma Fauzia Muhammad
DI USIA 59 tahun, ketika banyak orang memilih menikmati masa tua bersama keluarga, Sarman El Hakim sosok biasa dengan semangat luar biasa ini justru memilih jalan berbeda. Dirinya meninggalkan kenyamanan rumah, istri, dan anak-anaknya demi sebuah panggilan nurani menyuarakan Pertamina, perusahaan energi nasional yang menurutnya telah berjasa besar bagi rakyat Indonesia. Sebuah keputusan yang tidak mudah, namun dirinya ambil dengan penuh kesadaran dan keteguhan hati.

Keputusan Sarman bermula dari kegelisahannya terhadap tuduhan miring terkait dugaan pengoplosan BBM jenis Pertalite beberapa waktu lalu. Hatinya menolak diam. Baginya, Pertamina bukan sekadar BUMN, tetapi urat nadi distribusi energi yang mengalir hingga ke wilayah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T).
“Saya tidak terima. Kalau tidak ada Pertamina, dari mana rakyat bisa beli BBM? Siapa lagi yang bisa layani kita dari Sabang sampai Merauke?” ungkapnya saat ditemui Radar Sorong, Rabu (23/7).
Dengan tekad itu, Sarman menempelkan stiker besar di mobilnya. Di bagian depan bertuliskan “PERTAMINA MILIK RAKYAT INDONESIA”, dan di belakang “KENDARAAN INI MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR DARI SPBU PERTAMINA.” Walau sempat mendapat teguran dari pihak Pertamina, ia menegaskan bahwa semua itu adalah inisiatif pribadi, tanpa dukungan atau sponsor dari mana pun.
“Tidak ada sponsor. Tidak dari Pertamina, tidak dari pemerintah, tidak dari partai politik. Makanya stikernya sesuai keinginan saya,” ujarnya mantap.
Sarman bukan aktivis, bukan tokoh politik, bukan juga pejabat. Dirinya hanyalah warga biasa yang ingin menyuarakan kebenaran. Ia menyusuri berbagai kota.
Sarman menjelaskan bahwa rute perjalannya panjang mulai dari Kota Jakarta tempat tinggalnya, menggunakan jalur darat ke Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, menggunakan kapal menuju Kota Ambon, Provinsi Maluku, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara, dan tiba di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Rabu (23/7).
Kemudian Sarman melanjutkan perjalanan menggunakan Kapal Ferry dari Pelabuhan di Kota Sorong, Senin (28/7) menuju Halmahera, Provinsi Maluku Utara melanjutkan perjalanan mengikuti jalur darat dengan mobilnya ke Kota Ternate Provinsi Maluku Utara, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur kemudian kembali ke Surabaya dan lanjut jalan darat kembali ke Jakarta.
Ribuan kilometer dilalui dengan mobil pribadinya. Tidur di mobil, menumpang di rumah kerabat, dan sesekali bermalam di pelabuhan.
“Kami menyesuaikan jadwal kapal, kadang terhambat cuaca dan kesehatan. Tapi semua itu bagian dari perjuangan dan pengorbanan,” katanya.
Perjalanannya tidak mudah. Penolakan dari keluarga, keterbatasan biaya, bahkan tuduhan dari masyarakat menjadi bagian dari tantangan. Tapi Sarman teguh.
“Ini pakai uang pribadi saya. Kalau ingin bicara soal publik, kita harus siap dengan segala konsekuensinya,” ujarnya.
Budaya curiga yang mengakar di masyarakat, menurutnya, menjadi tantangan tersendiri. Sekecil apa pun gerakan, akan ditarik ke ranah kepentingan. Tapi Sarman tahu satu hal menjaga integritas adalah prinsip hidup.
“Begitu kita ajukan proposal, independensi kita dipertanyakan,” katanya tegas.
Karena itu, ia memilih berjalan sendiri. Tak ingin disetir siapa pun. Ia tahu, perjuangan tanpa sponsor memang berat. Tapi justru di situlah nilai pengorbanan.
Di Sorong, Papua Barat Daya, Sarman merasakan sendiri betapa kehadiran Pertamina di daerah seperti ini membawa perubahan besar. Jalanan beraspal, pom bensin beroperasi, dan harga BBM yang setara dengan wilayah lain di Indonesia.
“Kehadiran Bapak Sarman bikin sa (saya) baru paham kalau adanya SPBU di Papua ini, bentuk nyata negara hadir,” kata warga di Kota Sorong, Yance.
“Benar juga kalau bukan Pertamina, mungkin harga BBM di sini masih mahal macam harga tanah. Tapi Puji Tuhan, sekarang dari Sabang sampai Merauke harga su (sudah) sama,” katanya lagi.
Elias, seorang tukang ojek di pelabuhan Ferry Sorong, pun turut merasakan dampak hadirnya Pertamina.
“Kalau BBM habis, sa (saya) tra (tidak) bisa baojek (narik). Kalau tra baojek, anak dan maitua (istri) tra makan sudah,” katanya usai menerima bendera merah putih yang diberikan Sarman sebelum naik ke kapal melanjutkan perjalanan.
Cerita-cerita seperti inilah yang terus menguatkan langkah Sarman. Bahwa edukasi yang ia lakukan bukan sia-sia. Ia telah menjadi penghubung antara masyarakat dan kesadaran energi. Ia telah mengingatkan bahwa di balik setiap tetes BBM yang kita pakai, ada perjuangan panjang.
Sarman mengaku tahu betul medan distribusi BBM, karena sejak 2010 ia telah menggunakan produk Pertamina dan pernah terlibat kerja sama dengan perusahaan tersebut.
Ia menyaksikan sendiri perjuangan para petugas yang mengantar BBM dengan kapal, truk, hingga helikopter.

Dari pantauan media ini, adapun stiker di samping mobilnya menampilkan wajah Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Menurut Sarman, itu sebuah pesan moral agar pemimpin negeri ini turut menjaga Pertamina dari koruptor dan penyalahgunaan wewenang.
“Itu pesan moral, agar beliau sebagai pemimpin tertinggi negara, memperhatikan Pertamina, menegakkan keadilan, menempatkan orang yang amanah agar tak ada lagi korupsi di tubuh PT Pertamina,” tegasnya.
“Pertamina bukan hanya milik BUMN, tapi milik rakyat. Kalau kepercayaan publik dirusak oleh oknum, masyarakat harus ikut menjaga,” katanya lagi.
Sarman, tidak mengharapkan pujian atau popularitas. Baginya, cinta pada negeri adalah ketika seseorang rela berkorban, bahkan jika harus berjalan sendiri.
“Saya masyarakat kecil. Tapi kalau bukan kita yang jaga Pertamina, siapa lagi?” katanya menutup pembicaraan.
Di balik perjalanan panjangnya, tersimpan harapan semoga akan lebih banyak lagi orang yang menyadari bahwa menjaga energi adalah bagian dari mencintai Indonesia.

Selain melakukan perjalanan membawa misi mengedukasi peran Pertamina, Sarman juga membagi-bagikan Bendera Merah Putih di setiap persinggahan kota ke pelosok menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80.(*)












