Dinas LHKP Papua Barat Daya Kolaborasi dengan Universitas Pattimura untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan
SORONG – Penebangan liar (Ilegal logging) merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan hutan. Selain karena tuntutan ekonomi sehingga masyarakat tak jarang mengambil jalan pintas yang mudah dengan menebang pohon di hutan untuk dijual, juga karena kebutuhan industry akan kayu sangat tinggi. Bila penebangan liar terus berlangsung, maka terjadi kerusakan hutan yang memicu dampak negative seperti terjadinya pemanasan global, banjir dan lain sebagainya. Padahal, hasil hutan bukan hanya kayu semata, masih banyak Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dapat dikelola masyarakat untuk menjadi sumber ekonomi, salah satunya lebah madu.
Guna meminimalisasi terjadinya ilegal logging, Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan (LHKP) Provinsi Papua Barat Daya (PBD) menggandeng pakar dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon dalam kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan, melalui inovasi teknologi budidaya lebah madu.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura yang juga Dewan Pakar Asosiasi Perlebahan Indonesia (API), Ir. Jacobus S A Lamerkabel,MP, yang ditemui Radar Sorong di Belagri Hotel, Selasa (30/10/2023) mengatakan, dirinya diberi tugas khusus oleh Dekan Fakultas Pertanian Unpatti atas undangan resmi Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya untuk datang dan mengabdi sekaligus kedepan bekerjasama dalam kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan, melalui inovasi teknologi budidaya lebah madu.
“Mengapa sampai kami Unpatti dan Dinas LHKP PBD mau bekerjasama, karena Papua Barat Daya punya potensi jenis lebah yang sangat hebat. Papua Barat Daya memiliki satu spesies lebah bersengat, namanya Apis Cerana Fabricus, serta dari jenis lebah tak bersengat (Stingless Bee) itu ada tiga spesies, dua dari genus Tetragonula dan satu dari genus Heterotrigona. Ini potensi yang luar biasa, karena ternyata dari satu spesies bersengat itu sudah bisa dibudidayakan, dua spesies lebah tak bersengat yakni genus Tetragonula clypearis dan Tetragonula puscobalteata itu sudah dapat dibudidayakan di dalam kotak. Itu dari sisi plasma nutfah-nya, jenis lebahnya,” kata Bob ~sapaan akrabnya~ kepada Radar Sorong.

Dari sisi potensi alamnya lanjut Bob, Papua Barat Daya memiliki keanekaragaman tumbuhan yang sangat luar biasa, areal yang luar biasa luas, beratus-ratus bahkan beribu-ribu tumbuhan hutan yang berpotensi setiap tahun berbunga menyediakan Nektar, Pollen dari Resin sebagai makanan lebah. “Sehingga kami dari Universitas Pattimura, saya ditugaskan khusus oleh Dekan Fakultas Pertanian dengan penekanan wajib membina masyarakat di sana (Papua Barat Daya) untuk bagaimana menularkan ilmu kepada masyarakat lebih khususnya masyarakat sekitar hutan agar bisa membudidayakan lebah madu sebagai alternative sumber ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Dikatakan, pihaknya fokus pada masyarakat sekitar hutan karena sekarang ini konsep Perhutanan Sosial itu adalah konsep menjaga ekosistim yang lestari. “Pemanfaatan hasil kayu kan ini marak, efeknya kan kita rasakan bersama, pemanasan global, banjir dimana-mana, akibat perambahan hutan untuk pemanfaatan kayu. Nah lebah madu ini merupakan potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan ini banyak di Papua Barat Daya, dan sangat berpeluang untuk dibudidayakan. Arah ke depan adalah bagaimana menyiapkan masyarakat sekitar hutan agar konsep berpikirnya tidak lagi merambah hutan menebang kayu untuk sumber mata pencahariannya, tetapi bagaimana membudidayakan lebah madu. Dengan demikian, hutan lestari, masyarakat tetap mendapatkan uang dari hasil penjualan produk-produk lebah madu,” terangnya.
Pengetahuan masyarakat tentang lebah madu masih terbatas, sehingga berpikir produk yang bernilai ekonomis dari budidaya lebah madu hanya madu saja, padahal ada berbagai produk lebah madu yang bernilai ekonomis tinggi, diantaranya Royal Jelly dan Bee Pollen yang harganya jutaan rupiah perkilogram, apalagi yang disebut Bee Propolis yang harganya mencapai lima juta rupiah perliter.
“Disamping produknya bernilai ekonomi tinggi, yang perlu dijaga adalah bagaimana dengan budidaya lebah madu maka hutan akan lestari. Lebah madu salah satu fungsinya sebagai penyerbuk, jadi kalau budidaya di sekitar hutan dan masyarakat juga bercocok tanam tanaman buah-buahan seperti durian, pala, rambutan, mangga dan sebagainya, fungi lebah sebagai penyerbuk atau polinaton sangat bermanfaat untuk meningkatkan produksi tanaman buah-buahan. Intinya, bagaimana kita mengupayakan supaya masyarakat yang hidupnya di sekitar hutan itu tidak bergantung pada kayu. Itu yang harus kita tanamkan pada masyarakat, sehingga istilah-istilah yang sering kali kita dengar seperti illegal logging, perambahan hutan, itu mulai dikurangi secara perlahan-lahan,” tegasnya.
“Bila masyarakat membudidayakan lebah madu, maka harusnya paham bahwa lebah madu peliharannya punya makanan dari pohon-pohon yang berbunga, kalau misalnya saya tebang pohon-pohon di hutan maka saya punya ternak lebah tidak mendapatkan makanan yang mencukupi sehingga produksi madunya juga tidak optimal. Nah, secara perlahan-lahan kita harapkan timbul kesadaran masyarakat untuk menjaga hutan tetap lestari,” tambahnya.
Dikatakan, saat mengunjungi beberapa desa/kampung, salah satunya Batu Lubang, ia nelihat potensi lebah Stengless Bee itu sangat luar biasa. Artinya bahwa di Papua Barat Daya ini akan mudah melakukan budidaya lebah baik itu lebah tak bersengat ataupun lebah bersengat, karena bibit di alam itu berlimpah. “Nah ini kan mudah, kita tinggal tangkap untuk kita budidayakan. Karena itu, kita harus memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana menangkap lebah madu, bagaimana mengenal ratu lebah, bagaimana mengenal kehidupan lebah dan sebagainya. Ketika masyarakat sudah tahu maka budidaya lebah akan lebih mudah, image yang tadinya takut lebah beracun dan image negative lainnya perlahan-lahan akan pudar dengan sendirinya,” tuturnya.
Dari sisi ekonomi, Bob mengatakan sudah coba analisis dengan BC Rasio (Benefit Cost Ratio), itu lebih dari satu koma. Artinya, ketika masyarakat membudidayakan lebah madu, pendapatan ekonominya meningkat. “Saya sudah coba dengan satu petani lebah madu, 10 Stup/kotak atau koloni lebah yang dibudidaya, itu dia bisa dapat penghasilan bersih di kisaran Rp 1.750.000 sampai 2.250.000 perbulan. Hanya 10 kotak budidaya, coba bayangkan bila kotak budidayanya lebih banyak, pastinya penghasilan lebih banyak lagi,” terangnya.
Diterangkannya, produk yang bernilai ekonomi dari budidaya lebah madu bukan hanya madu, melainkan juga ada produk yang namanya Bee Pollen, dan kalau teknologinya bagus juga bisa panen Royal Jelly juga yang seluruhnya bernilai ekonomi tinggi. Ditanyai apakah produk lebah madu apakah gampang terserap di pasaran, Bob mengatakan bahwa kebutuhan madu nasional tidak mencukupi pak, begitu banyak perusahaan yang salah satu bahan bakunya madu, tapi produk madunya tidak mencukupi. Sekarang ini lanjut Bob, pihaknya di Asosiasi Perlebahan Indonesia diserukan untuk bagaimana mempertinggi tingkat konsumsi madu secara nasional. Tingkat konsumsi madu orang Indonesia saat ini di kisaran 10-15 cc atau 10-15 gram pertahun, jauh dibandingkan negara-negara Eropa yang sudah di kisaran 5 kg konsumsi madu pertahun. Salah satu factor rendahnya tingkat konsumsi madu di Indonesia, ya karena ketersediaannya yang terbatas.
“Saya pun di Maluku, satu bulan sebelum panen madu, orang sudah antri beli. Jadi tidak perlu ragu untuk budidaya lebah madu. Bila dibudidayakan besar-besaran di Papua Barat Daya, saya yakin terserap di pasaran. Jangankan ke industry, masyarakat sudah borong. Apalagi kalau kita sudah punya brand, misalnya Madu Produksi Papua Barat yang terjamin keasliannya, madu dari hasil budidaya lebah,” tukas Bob.
Dijelaskananya, dalam setahun, budidaya lembah madu bisa tiga empat kali panen, khusus Stengless Bee itu 4 kali panen setahun. Dalam satu koloni budidaya atau satu Stup/kotak budidaya lebah, untuk Apis cerana itu 3 sampai 5 kg madu tiap kali panen. “Kalau Stengless Bee itu memang minim, rata-rata 300 gram madu. Tapi kalau kita budidayanya banyak stup ya rasa juga kan, apalagi madu dari Stengless Bee nilai jualnya tiga kali lipat dibanding madu dari lebah bersengat Apis cerana. Harga jual madu Stengless Bee itu di kisaran 400 sampai 500 ribu perbotol ukuran 300 cc. Sekarang kami di Ambon itu harga madu Rp 150.000 sampai Rp 200.000 perbotol kemasan 600 cc,” tuturnya.
Agar program ini berhasil, Bob mengingatkan kepada Kepala Dinas LHKP PBD agar dalam perencanaan anggaran, kalau boleh program ini jangan hanya monotahun, tapi harus kontinyu, minimal tiga atau empat tahun. “Mungkin tahun ini kita baru pengadaan peralatan, lokasinya, inventarisasi jenis dan potensinya, dan ujicoba tangkap lebah dan mulai budidaya. Tahun kedua kita fokus ke budidaya, fokus ke madu. Tahun ketiga pengembangan sampai ke labelisasi, pengemasan produk, dan bukan tidak mungkin bisa sampai produk turunan misalnya sabun dari madu, sampho dari madu. Jadi peluang industry dari produk budidaya madu, sangat terbuka lebar. Produk Bee Propolis yang dihasilkan lebah madu juga bisa dibuat kapsul propolis yang nilai ekonominya tinggi. Saya yakin kalau budidaya madu sudah produksi, jangankan dipasarkan ke industry, sekali panen itu sudah habis di tingkat masyarakat,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu,ST,MSi mengatakan pihaknya punya mimpi dan harapan menjadikan Papua Barat Daya sebagai lumbung madu nasional. “Kita punya potensi, kawasan hutan yang luas, sehingga masyarakat bisa hidup tanpa menebang pohon di hutan, bisa beralih memanfaatkan potensi hutan yang ada dalam hal ini Hasil Hutan Bukan Kayu, salah satunya adalah madu,” ucapnya.
Kelly mengatakan, pihaknya mendatangkan pakar yang tergabung dalam Asosiasi Perlebahan Indonesia guna mewujudkan mimpi dan harapan menjadikan Papua Barat Daya lumbung madu. “Madu itu solusi untuk mengatasi illegal logging, selain tentunya pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang lainnya. Kami mendatangkan pakar dari Universitas Pattimura, untuk mengedukasi masyarakat, mengenai program-program perhutanan sosial, sehingga ke depan kita menaruh harapan agar masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan hutan dapat memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu dengan sebaik-baiknya. Hutan ini anugerah Tuhan dan anugerah ini harus kita kelola dan manfaatkan dengan sebaik-baiknya, sehingga masyarakat sejahtera hutan lestari. Itulah yang melatarbelakangi kami mendatangkan pakar untuk mengedukasi masyarakat agar bisa mengelola dan memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu, dalam hal ini dengan budidaya lebah madu,” jelasnya.
Dengan kehadiran pakar lanjut Kelly, selain mengedukasi masyarakat, juga memberikan motivasi dan semangat bahwa masih ada harapan untuk kita hidup dengan potensi alam yang ada tanpa merusak atau menebang pohon secara ilegal. “Mari kita bersama-sama menjaga kawasan hutan kita yang merupakan anugerah dari Tuhan. Ke depan, kami akan menerapkan larangan bagi masyarakat untuk tidak lagi melakukan penebangan-penebangan hutan secara liar, demikian juga larangan bagi industry-industri kayu untuk tidak lagi menerima kayu-kayu pacakan dari masyarakat. Untuk mengatasi persoalan tuntutan ekonomi, masyarakat kita alihkan untuk mendapatkan penghasilan dari potensi hutan yang lain, salah satunya dengan budidaya lebah madu,” imbuhnya. (ian/radar sorong)