SORONG – Kejadian banjir yang belakangan ini kerap terjadi di wilayah Papua Barat Daya, terbaru melanda Waisai Kabupaten Raja Ampat, merupakan warning (peringatan) kepada kita semua. Secara umum factor penyebab terjadinya bencana alam berupa banjir terbagi dua, yakni factor alam dan factor manusia. Factor alam diantaranya seperti curah hujan tinggi, sementara factor kelalaian manusia diantaranya membuang sampah sembarangan, penebangan hutan secara liar, pemanasan global, pembangunan di ruang-ruang yang tidak sesuai peruntukannya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu,ST,MSi mengatakan, kejadian banjir yang hampir merata terjadi di wilayah Papua Barat Daya, terlepas dari factor pemanasan global yang menyebabkan terjadinya peningkatan muka air laut, juga sebagai tanda warning/peringatan dari alam kepada kita semua khususnya kepada para perencana dan pengambil kebijakan di daerah. “Banjir disebabkan oleh factor alam dan factor manusia. Untuk factor manusia, ini lebih dikendalikan oleh para pengambil kebijakan dan perencana di daerah,” kata Kelly Kambu kepada Radar Sorong, Rabu (24/9).
Karena itu, pihaknya selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, mengharapkan ada komunikasi, koordinasi yang baik antara para pengambil kebijakan di daerah kabupaten/kota untuk menyiapkan regulasi khususnya terkait dokumen perencanaan penting yakni dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Dokumen Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH) serta dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Dokumen-dokumen ini yang harus disediakan oleh pemerintah daerah sehingga bisa meminimalisir dampak negative akibat adanya kebijakan pembangunan di daerah.

“Banjir merupakan pesan alam dan warning dari alam kepada kita semua, khususnya kepada para pengambil kebijakan dan perencana pembangunan di daerah. Perencanaan pembangunan kita harus sejalan dengan adat dan budaya, serta lingkungan kita. Para perencana dalam hal ini Bappeda dan dinas teknis Lingkungan Hidup, harus menyiapkan dokumen-dokumen penting tersebut. RPPLH, RTRW, KLHS dan D3TLH merupakan instrument lingkungan untuk mendeteksi gejala atau penyebab mengapa terjadi banjir misalnya, apakah karena saluran drainasenya, ataukah naiknya air laut, ataukah sampah, ataukah penataan pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW. Meskipun dokumen RTRW sudah sangat baik tapi jika tidak realitanya di lapangan tidak sesuai, nah ini yang jadi masalah juga. Karena itu, dokumen-dokumen lingkungan tersebut harus bersinergi dengan tindakan dalam pengambilan kebijakan,” tegasnya.
Saat ini, pemerintah provinsi Papua Barat Daya sedang melakukan peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat Daya. Bila hari ini masih kebanjiran, diharapkan tahun-tahun berikutnya banjir bisa diminimalisir, tentunya dengan mengikuti semua instrument lingkungan yang ada. “Kalau ada banjir, kita harus mengevaluasi dokumen-dokumen lingkungan yang ada. Pembangunan harus berdasarkan perencanaan tata ruang, jangan sampai bangun dulu baru mengatur,” tegasnya lagi.
Kejadian banjir di Kota Sorong lanjut Kelly Kambu, sudah terjadi dari dulu karena factor jumlah penduduknya banyak, tidak ada ruang lagi untuk membangun drainase, kanal, sehingga banjir Kota Sorong dianggap lumrah. Tetapi untuk daerah-daerah yang baru terbentuk seperti Raja Ampat, Tambrauw, Maybrat, Sorong Selatan, termasuk juga Kabupaten Sorong yang jumlah penduduknya sedikit, namun bila dilanda banjir, ini merupakan warning, petunjuk sekaligus peringatan dari alam untuk kita semua merendahkan diri dan tidak saling menyalahkan, serta kesempatan untuk mengkaji ulang, direncanakan kembali. “Kalau yang sudah punya RTRW mungkin dibedah kembali, siapa tahu dalam pengambilan kebijakan ada ruang-ruang yang salah pemanfaatan yang tidak sesuai fungsi ruangnya. Banjir jadi pengingat bagi kita untuk menata ulang, agar ke depan tidak terjadi lagi. Harapan kita generasi anak cucu kita ke depan tidak lagi mengeluh terkait banjir yang hari-hari belakangan ini banyak kita keluhkan. Karena itu, dokumen lingkungan penting untuk mitigasi, pencegahan, serta mengarahkan kemana arah kebijakan pembangunan diambil agar tidak menimbulkan masalah lingkungan atau bencana lingkungan di masa mendatang. Kepada kepala daerah bupati/walikota, jadikan momentum banjir sebagai pesan alam untuk kita memperbaiki managemen perencanaan pembangunan di daerahnya masing-masing,” imbuhnya. (ian)












