SORONG – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Sorong menggandeng 17 pengacara membuat laporan polisi (LP) terkait dugaan penodaan agama yang diduga dilakukan oleh oknum pengacara saat melakukan orasi. Laporan polisi dibuat di Mapolres Sorong Kota pada Selasa (4/1).
Ketua MUI Kota Sorong, H. Abdul Manan Fakaubun menjelaskan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Sorong sangat menyesalkan perkataan oknum pengacara yang diduga telah menodai Agama Islam, sebab ada kata bahwa ‘ke Musolah, dan panggilan yang dorang dengar itu, mungkin menyembah Tuhan yang suruh dong kasih diam kejahatan itu kapa’. “Islam tidak mengajarkan kami untuk membungkam hal-hal yang bersifat zholim. Islam mengajarkan kami untuk mengatakan yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil. Ini persoalannya lain, kenapa dikaitkan dengan Agama Islam terkait Musolah dan Tuhan, yang meminta agar kalian di bungkamkan, ini hal lain,” kata H. Abdul Manan Fakaubun kepada wartawan usai membuat LP di Mapolres Sorong, kemarin.
Menurutnya, ersoalan menyidangkan seseorang di luar daerah bukan ranah agama Islam melainkan ranah dari pihak Kejaksaan maupun Pengadilan Negeri Sorong. Ketua MUI Kota Sorong menyayangkan mengapa Agama yang disinggung, hal ini tentu menyinggung umat Islam, karena dianggap melanggar dan pelecehan terhadap Agama Islam. “Untuk itu, kami berkumpul ini untuk menghindar jangan sampai terjadi intoleransi antar umat beragama. Jangan satu orang punya ulah malah mencederai orang banyak, kami tidak inginkan,” tandasnya.
Oleh karena itu, tambah Manan Fakaubun, pihaknya membuat LP agar kasus ini diproses secara hukum, sebab masyarakat yang beragama lain pastinya tidak menyetujui apa yang disampaikan oleh oknum tersebut. Selain sebagai Ketua MUI Kota Sorong, sambung Manan Fakaubun, ia juga berada didalam FKUB Kota Sorong, dimana mereka ingin menciptakan suasana yang rukun di Kota Sorong. “Tapi pernyataan oknum ini justru dapat menimbulkam konflik, hal ini tidak kami inginkan. Kami mengharapkan kepada semua pihak, mari kita ciptakan suasana yang rukun, dengan menjaga tutur kata sehingga tidak menyinggung perasaan orang lain termasuk menyinggung masalah agama,” pungkasnya.
Sementara itu, anggota DPD-RI, Sanusi Rahaningmas mengungkapkan dirinya sangat mendukung dan mengapresiasi nilai-nilai perjuangan yang menyangkut anak Papua, namun saat melakukan orasi publik dan mengeluarkan bahasa yang menyinggung Agama Islam itu tidak boleh. Karena ajaran agama manapun tidak mengajarkan setiap orang melakukan tindak kejahatan. Kalaupun terjadi, itu dilakukan oleh orang tertentu.
Sebagai keterwakilan Provinsi Papua Barat, Sanusi mengaku sangat menyesali beberapa kalimat yang disampaikan salah satu pengacara yang membuat heboh dan membuat umat Islam maupun organisasi Islam ingin melaporkan kejadian tersebut. “Bagi saya ini masalah hokum, tidak melibatkan atau mengkaitkan dengan suku ataupun agama, namun ini pribadi satu orang yang mengucapkan, tidak berimbas ke orang lain,” tuturnya.
Ketua Tim Kuasa Hukum Pelapor Dugaan Penodaan Agama, Karyadi,SH,MH menambahkan pihaknya baru saja membuat laporan polisi di Mapolres Sorong Kota, dimana karena yang dilaporkan merupakan hal yang sensitive dan menyakiti hati, sehingga pihaknya meminta kepada Kapolres Sorong Kota, AKBP Ary Nyoto Setiawan,S.IK,MH untuk menindaklanjut secepatnya. “Guna menghindari hal-hal yang tidak kami harapkan dan menjaga kondisifitas keamanan di Kota Sorong ini,” tegasnya.
Karyadi menjelaskan, oknum yang bersangkutan dilaporkan dugaan pelanggaran pasal 156 a KUHP dan juga UU ITE Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. “Kasus ini akan terus kami kawal agar proses hukum berjalan sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan, baik pelapor hingga tokoh masyarakat menyampaikan bahwa dalam waktu 2X24 jam diharapkan untuk segera ada hasil dari laporan ini,” ujarnya.
Himpunan Ketua Pemuda Maluku sekitarnya, Haris Tangke mengatakan pihaknya melakukan pelaporan terhadap oknum pengacara yang diduga melakukan pencemaran nama baik Agama Islam. Dimana pelaporan ini hanya terhadap oknum atau pribadi seseorang bukan saudara-saudara umat lainnya. “Kami selalu mendukung upaya kepolisian dan kami memberikan waktu kepada pihak kepolisian segera menangkap pelaku. Jika tidak maka kami akan turun palang jalan. Agar pihak kepolisian bekerja dengan serius dan tidak main-main, kami bukan provokator dan ingin oknum tersebut segera ditangkap,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Pemuda Mahasiswa Pelajar Kei, Yohanes Teturan menagatakan Agama merupakan hal yang sangat sensitive sekali karena menyentu saudara Islam, maupun agama lainnya. “Tentunya, saya juga merasa tersinggung. Meskipun tidak seiman, saya mendukung penuh langkah yang diambil umat Islam. Kehadiran kami di sini untuk memberikan semangat,” kata Yohanes Teturan.
Terpisah, oknum pengacara berinsial LI yang dikonfirmasi mengenai dilaporkannya ke Polres Sorong Kota terkait dugaan penodaan agama, membantah telah menyinggung Agama Islam. Menurutnya, konsep ia dalam berorasi murni terkait permasalahan diskriminasi Orang Asli Papua, tidak ada menyinggung ataupun menyebutkan perihal Agama Islam. Sehingga, jika di-LP-kan lantaran dugaan penodaan Agama, LI mempertanyakan agama mana yang ia nodai. “Dorang punya laporan itu bagi saya hanya untuk mencari sensasi. Silahkan saja mereka punya hak melaporkan saya dan saya pun mempunyai hal melaporkan balik,” katanya.
Ia juga mempertanyakan kapasitas yang bersangkutan melaporkan dirinya. Karena sebagai pengacara yang berdiri dengan jubah diberi official mobile (pekerja mulia), ia berdiri dengan menggunakan jubah sebagai kuasa hukum dari kliennya dan ia dilindungi UU Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat. Apa yang dikatakannya dalam orasi pada Senin (3/1) dalam konteks tentang penegakan hukum yang diskriminasif terhadap orang asli Papua. “Justru, saya mau mempertanyakan official mobile pengacara yang mereka miliki. Jangan memplintir isu Agama, dan jangan mengkambinghitamkan agama. Saya ingatkan bahwa diantara kami yang berdiri, salah satunya M. Nur merupakan pengacara di LBH Kaki Abu yang beragama Islam, dia tidak merasa tersinggung kok,” ungkapnya.
LI menegaskan jangan memelintis isu penegakan hukum yang diskriminasi terhadap OAP kepada isu agama, karena tidak ada tujuan aksi pihaknya untuk berbicara tentang isu agama. Kalau tetap ingin ‘mengacaukan’ suasana, maka ia pun akan meladeni situasi tersebut. “Saya juga berpesan, jangan ajarkan saya terkait Sholat dan Sujud karena saya ini Kristen Ortordoks. Kalau teman-teman belajar sejarah pasti tahu, sholat itu dari mana dan sejarahnya bagaimana pasti tahu dan ketemunya di saya. Jangan bicara soal sholat dan sujud dengan saya,” pungkasnya.(juh)