AIMAS–Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Provinsi Papua Barat Daya menggelar pelatihan pembentukan Desa Ramah Perempuan dan Anak (DRPPA) bertempat di Hotel Aimas (28/12).
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, serta perlindungan hak anak di tingkat desa/kampung.
Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Papua Barat Daya, Beatriks MSiren, dalam sambutannya menyampaikan bahwa perempuan dan anak merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dalam pembangunan daerah.
Lanjutnya, Berdasarkan data BPS tahun 2023, sekitar 73% perempuan di Papua Barat Daya tinggal di desa/kampung.
“Optimalisasi sumber daya perempuan dan anak menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional, seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024. Model DRPPA ini mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola pemerintahan desa serta pembangunan yang inklusif,” kata Beatriks.
Kadinsos mengatakan, pemberdayaan perempuan dapat meningkatkan kapasitas, ekonomi, kesehatan, dan kualitas hidup perempuan. Hal ini juga memberikan manfaat bagi keluarga, komunitas, serta perekonomian nasional dan regional. Kabupaten Sorong ditetapkan sebagai wilayah percontohan pelaksanaan DRPPA.
Ia mengatakan bahwa 2 kampung, yakni Kampung Fafi dan Kampung Klaben di Distrik Mariat, dipilih sebagai lokasi pelaksanaan program ini. Pemerintah setempat diharapkan dapat mengeluarkan peraturan kampung (Perkam) khusus untuk mendukung implementasi DRPPA, termasuk alokasi anggaran untuk kegiatan yang berpihak pada perempuan dan anak.
Menurutnya, Pelatihan ini diikuti oleh 30 peserta, terdiri dari 20 orang perwakilan kampung yang menjadi relawan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA), serta 10 fasilitator dari perangkat kampung dan OPD kabupaten/provinsi.
Kadinsos berharap DRPPA mampu mengurangi kekerasan terhadap perempuan dan anak, Meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pemerintahan desa, mencegah pekerja anak dan perkawinan anak di bawah usia 19 tahun dan menyediakan data desa yang memuat informasi terpilah tentang perempuan dan anak.
Sementara itu, Ketua panitia, Rosiana Kambu, menyebutkan bahwa kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak menjadi kunci keberhasilan pembangunan desa yang inklusif.
“Melalui pelatihan ini, kami ingin menciptakan agen perubahan dari komunitas lokal, yang mampu mengintegrasikan kebijakan pengarusutamaan gender dan hak anak dalam pembangunan desa,” katanya.
Dikatakan juga,hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah terbentuknya desa ramah perempuan dan peduli anak dengan indikator yakni terbentuknya organisasi perempuan dan anak di tingkat desa/kampung yang menjadi persiapan pembentukan desa ramah perempuan dan peduli anak.(zia)