Kelly Kambu, ST M.Si : Hutan Ini Seksi Tapi Juga Sensitif
SORONG– Dinas Lingkungan Hidup (LH), Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya (PBD) berkolaborasi dengan Komisi Pemberantasan Korups (KPK) untuk melakukan pencegahan korupsi di sektor kehutanan. Kepala Dinas LH, Kehutanan dan Pertanahan, Julian Kelly Kambu, ST M.Si mengatakan, dalam pencegahan korupsi di sektor kehutanan, diantaranya dilakukan dengan memverifikasi potensi-potensi korupsi.
“Materinya dari KPK , juga ada dari mitra kami serta dari dinas juga ada. Kita bersama-sama bertanggung jawab manjaga hutan kita. Kita provinsi yang baru terbentuk dengan UU Nomor 29 tahun 202. Dan kami memberikan apreseasi kepada teman-teman dari mitra, KPK, yang mau memberikan ilmunya,”tandas Julian Kelly Kambu yang ditemui media di Rylich Panorama Hotel, Selasa (18/2).
Dikatakan Kelly Kambu, menjadi keharusan di sebuah daerah untuk mendeteksi dan mencegah korupsi di semua sektor, dan salah satunya adalah di sektor kehutanan. “Istilahnya kita lebih baik mencegah daripada mengobati. Provinsinya memang baru, tapi orang-orangnya kan orang-orang lama, sehingga kami berharap ada perbaikan, perubahan, bisa mengeliminir, mengurangi tingkat korupsi kalau itu memang ada,”ujar Kelly Kambyu.
Dikatakan, terkait dengan persoalan hutan, berada pada 3 isu global yakni krisis iklim, polusi dan hilangnya sebagian keanekaragaman hayati. “Dan ini akan mempengaruhi semua sektor kehidupan umat manusia dan semua sektor pembangunan akan terganggu,”ujarnya.
Lanjut dikatakan bahwa dengan 6 UPT, saat ini Dinas LH, Kehutanan dan Pertanahan mengelola jawasan hutan di Provisi Papua Barat yang luasnya kurang lebih 2 Juta 400 Ha. Sedangkan kawasan hutan konservasi sekitar 1 juta 100 Ha lebih.
“Hutan ini menarik tapi juga seksi. Hutan ini seksi tapi juga sensitif. Artinya, disatu sisi kita disuruh jaga hutan, tapi di sisi lain masyarakat butuh makan. Antara jaga hutan dan makan ini ada kolaborasi lahan-lahan tidur yang ada mungkin ada tanaman lokal untuk meningkatan sumber pangan,”tandasnya. Dari sumber pangan itu kemudian pemerintah membentuk bumdes untuk membeli hasil tanaman masyarakat.
“Jangan sampai masyarakat semangat menanam tanaman-tanaman lokal tapi tanaman mereka mau dibawa kemana. Jual pun tidak laku, mereka pulang dan stres karena mereka sudah buka kebun besar-besar tanam tapi tidak laku. Siklus ini harus diperhatikan,”ujar Kelly Kambu.,
Untuk mencegah illegal loging, menurut Kelly Kambu diperlukan kerjasama dengan pihak terkait seperti dengan Polda, Polairud, Kejaksaan,Pelni, KSOP, LSM yang fokus mengawal kayu. Ia juga mengatakan bahwa dalam pemanfaatannya, pohon yang boleh diambil itu hanya 2, yakni pohon yang ditanam dan pohon yang punya ijin, perijinanan berusaha pemanfaatan hutan kayu.
Untuk di Tanah Papua, tidak ada pohon jangka panjang yang ditanam, yang ada adalah pohon alami. Pohon yang tumbuh dengan sendirinya di areal hak ulayat atau tanah adat. “Kami dengan UNIPA sedang menyiapkan kajian akademis dan juknis bagaimana kayu alami itu bisa diambil oleh masyarakat. Sehingga bisa masuk terproses mengikuti mekanisme dan bisa dikirim. Kalau tidak jadi dilema. Itu masalah kita di sektor kehutanan untuk pohon yang tumbuh alami di luar perijinan,”terangnya.
Pentingnya juknis karena ketika kayu dari pohon alami itu dibawa ke industri kayu, industri kayu juga serba salah untuk membelinya. “Sementara masyarakat mengatakan kami punya anak punya uang sekolah. Jadi untuk mengatasi ini semua sektor harus bergerak,”tandas Kelly Kambu. (ros)