SORONG – Kuasa Hukum PT. Bangun Kayu Irian (BKI), Jatir Yuda Marau,SH membantah pelaku pembakaran Base Camp PT. BKI Sorong adalah oknum mantan karyawan PT. BKI ataupun oknum organisasi tertentu. Bantahan tersebut disampaikannya dalam press rilis di salah satu Cafe di Kota Sorong, Senin (6/12).
Menurut Yuda, pembakaran base Camp PT. BKI tersebut masih dalam penyelidikan oleh pihak kepolisian, karena saat kebakaran terjadi seluruh karyawan di lapangan telah diliburkan sehingga tidak ada karyawan di base camp tersebut. “Jadi, pembakaran base camp oleh organisasi tertentu atau mantan karyawan, itu belum pasti. Makanya, untuk mengetahui kebakaran ini kami serahkan kepada pihak berwajib untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk menemukan siapa pelaku sesungguhnya,” jelasnya.
Yuda juga mengklarifikasi terkait informasi bahwa PT. BKI ini milik TNI maupun Polri, itu sangat tidak benar, sebab management PT. BKI sejak awal terbentuk hingga saat ini tidak melibatkan satupun personel TNI/Polri baik sebagai karyawan, backingan ataupun pemilik, maka isu tersebut sesat dan tidak benar.
PT. BKI ini, tambah Yuda masuk di Kabupaten Maybrat jelas sudah memiliki HPA dan telah memenuhi segala syarat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku bahkan hubungan dengan masyarakat pemilik hak ulayat pun positif. Kemudian, kesepakatan hak ulayat dijalankan sesuai dengan peraturan Gubernur Papua Barat.
Sementara itu, Staf Humas PT BKI sekaligus Anggota Pemilik Hak Ulayat dari Marga Aisah, Hamelus Kamat, S.Pd mengatakan, kehadiran PT. BKI di Kamundan Kabupaten Maybrat tidak pernah melibatkan aparat bersenjata. Bahkan, sebelum beroperasi, perusahaan langsung turun mensosialisasikan dengan masyarakat pemilik hak ulayat. “Perusahaan sosialisasi, membuat MoU bersama-sama dengan lima marga pemilik hak Ulayat yakni marga Aisah, Aintebo, Saud, Sameh, dan Asiaf yang memberikan persetujuan izin untuk perusahaan masuk beroperasi di wilayah mereka,” jelasnya.
Selama satu tahun beroperasi, sambung Hamelus Kamat, tidak pernah ada konflik di lapangan terutama antara masyarakat pemiliki hak ulayat dan perusahaan. Menurutnya, kehadiran perusahaan juga membuka jalan masuk ke beberapa kampung, akhirnya warga kampung bisa membawa bahan bangunan ke dalam kampung. “Terkait pernyataan bahwa perusahaan merusak hutan, namanya perusahaan kayu otomatis ada kerusakan hutan namun nantinya diganti dengan proses penanaman kembali atau reboisasi dan itu sudah diatur dalam UU. Perusahaan tidak akan serta-merta mengambil hasil dan meninggalkan hutan, dan karena tempat tersebut masih digunakan maka perusahaan belum bisa melakukan penanaman,” jelas Hamelus Kamat sembari menambahkan, pihak perusahaan sudah menyiapkan tempat untuk persemaian atau tempat pembibitan tanaman yang siap di tanam yang berlokasi di hak ulayat marga Saud.
Senada dengan Yuda, Pemilik Ulayat Asiaf Saman Selatan Yohanes Tamunete yang juga merupakan Staf Humas PT. BKI mengatakan, kejadian pembakaran di Camp PT. BKI tidak ada karyawan, dan terkait adanya pemberitaan bahwasanya ada karyawan yang dipecat atau di PHK oleh perusahaan sehingga melakukan pembakaran, itu tidak benar. “Karena, sejak perusahaan berdiri hingga saat ini belum ada masalah yang terjadi terkait pemecatan atau PHK karyawan,” tegasnya.
Yohanes mengatakan, masuknya perusahaan ke Kamundan tidak dengan cara penindasan maupun kekerasan, tetapi melalui pendekatan sosialisasi dengan masyarakat dan setelah mendapatkan persetujuan baru mulai masuk dan membuat kesepakatan dengan pemilik hak Ulayat, bukan dengan lembaga atau siapapun. “Bahkan perusahaan memberikan uang sebesar Rp 50 juta per marga dan saat melakukan crushing perusahaan juga memberikan Rp 10 juta ke setiap marga. Selama ini kami selalu bangun kerja sama yang baik dengan perusahaan,” pungkasnya. (juh)