SORONG – Berada di pusat Kota Sorong, sebanyak 95 anak asli Papua yang bermukim di RT 02/RW 01 Kompleks Kokoda, Km 8 Kota Sorong tidak mengenyam pendidikan yang layak (putus sekolah) selama 10 tahun. Hal tersebut mengagetkan Ketua Komisi 1 DPRD Kota Sorong, M. Taslim.
“Saya tidak tahu kenapa selama ini tidak diperhatikan. Jadi, kami bisa tahu karena ada laporan LSM Bakti Papua yang konsen di pemberantasan buta aksara, dan ini temuan mereka,”jelasnya kepada Radar Sorong kemarin.
Alasan putus sekolah puluhan anak Papua, sambung Taslim karena jarak sekolah yang jauh dan ekonomi yang rendah, sehingga tidak memiliki biaya untuk naik transportasi. Oleh karena itu, Taslim mengajak Kepala Dinas Pertanahan dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Sorong turun langsung menemui puluhan anak guna mencari solusi.
“Saat kami turun melihat betul bahwa ada banyak anak yang putus sekolah. Dan selama 10 tahun mereka hanya belajar di rumah pintar. Biasanya, ada yayasan pendidikan secara bergantian datang setahun, kemudian menyerah dan ganti lagi. Karena pembiayaan dari mereka sendiri,”paparnya.
Usai bertemu langsung, tambah Taslim solusinya adalah akan dibangun sekolah untuk 95 anak tersebut di tahun 2023. Namun, lahan yang akan digunakan untuk membangun sekolah diharapkan tidak bermasalah. Selain itu diharapkan Dinas Pendidikan Kota Sorong dapat menrekrut guru untuk mengajar anak-anak tersebut.
“Makanya kami mengundang Dinas Pertanahan untuk melihat dimana letak tanah yang tidak bermasalah, namun mudah dijangkau anak-anak,”paparnya.
Taslim mengingatkan bahwa ada dana Otsus dari Pemerintah Pusat yang diperuntukkan bagi Pendidikan khususnya menyasar orang Asli Papua. Sehingga puluhan anak yang putus sekolah ini, memiliki hak untuk disekolahkan.
“Dari 95 anak, ada yang anak usia TK, SD hingga SMP. Ada juga, anak yang usianya sudah melewati usia sekolah dasar, sehingga nanti akan diikutkan paket. Makanya tadi saya sarankan agar anak didata dengan baik berdasarkan usia,”ujarnya
Taslim juga meminta kepada Dinas Pendidikan Kota Sorong untuk membuat Parenting School (Orang Tua Sekolah) karena walaupun program sekolah bagus, tetapi memiliki orang tua yang tidak paham tentang urgent pendidikan, dan tidak mendukung atau memberikan contoh tidak baik kepada anak, akan memperlambat proses pembinaan.
Komisi 1 berkomitmen, agar prioritas penggunaan APBD unntuk pendidikan. Karena, sesuai UU, 30 persen APBD untuk pendidikanan ditambah lagi dana Otsus.
“Jadi, kami perhatikan betul agar pendidikan menjadi prioritas sebab merupakan pelayanan dasar pembangunan Indonesia khususnya Kota Sorong. Pemkotharus memperhatikan itu, sehingga anak harus disekolahkan. Tidak boleh putus sekolah,”ungkapnya.
Kepala Dinas Pertanahan Kota Sorong, Anhar Akib menambahkan Pemerintah Kota Sorong juga mendukung upaya penuntasan buta huruf agar anak-anak bisa pintar dengan menghadirkan sekolah yang representatif.
“Sekolah dibangun harus di atas lahan yang tidak bermasalah agar anak sekolah dengan tenang. Untuk itu, kami meminta waktu untuk bisa meneliti terkait status tanah yang dimohonkan di daerah mana. Kami berharap setelah analisa dari Dinas Pendidikan ini tidak bermasalah tanahnya, sehingga tahun 2023 bisa dibangun,”pungkasnya.(juh)