Rico Sia : Kalau di Gresik, Uangnya Beredar di Jawa, Bahan Diambil di Papua
SORONG – Anggota Komisi VII DPR RI Rico Sia menyoroti pembangunan smelter tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur .
Diketahui Smelter tersebut dapat mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga menjadi 600 ribu ton katoda tembaga per tahun. “Saya sangat tidak setuju, jika smelter dibangun di Gresik. Karena bahan mentah diambil di sini (Papua, Red) dan dibawah ke Gresik diolah terjadi transaksi uang, jual beli di Jawa, sementara di Papua hanya sisa kolam tambang. Di DPR sudah dibahas dan dari awal saya sudah proses terkait ini ketika saya masuk di komisi VII, smelter itu harus berada di Papua. Kalau smelter dibangun di Papua, uang bisa berputar dan lingkungan bisa diperhatikan,”ujarnya kepada wartawan, Sabtu (16/10).
“Sebenarnya smelter itu harus ada di Papua, mengingat akan menyedot tenaga kerja yang cukup signifikan besarnya untuk masyarakat Papua. Apabila terjadi pengolahan atau sudah setengah jadi, kan uang itu beredar di Papua. Bukan di luar daerah sehingga uang yang beredar di Papua jadi banyak,” katanya lagi.
Hanya saja, Lanjut Rico Sia, bahwa harus diingat bahwa pada saat ini kemampuan di daerah sendiri baik, dari pihak Provinsi Papua ataupun pihak Kabupaten Mimika terkait dengan saham mereka sendiri kan belum selesai.
“Nah, apakah kemudian pemerintah pusat tetap menjalankan itu membangun di Gresik terkait dengan pertimbangan tadi, termasuk keamanan ataukah mungkin Mereka akan membangun satu lagi cabang di Papua apabila faktor-faktor keamanan dan lain-lain tadi sudah selesai,” jelasnya.
“Sekarang yang harus diburu adalah yang harus kita ingat ini kan investasi yang cukup tinggi, dan ini dia kan harus bergulir, apabila disana belum selesai masalah adat dan lain sebagainya misalnya ya. Terus dia nggak bisa berproduksi, kan uang Indonesia yang akan terus macet. Ini kan ada makro dan mikro tentunya,” sambungnya.
Ia, berharap mudah-mudahan dari pemerintah pusat, perintah Provinsi Papua dan pemerintah Kabupaten Mimika, untuk masalah divestasi saham atau pembagian saham agar segera diselesaikan karena mungkin ada ulur tarik di situ.
“Problemnya bukan ada di pemerintah pusat, problemnya mungkin belum terselesaikannya antara Provinsi dengan Kabupaten, itu informasi yang terakhir saya dapat. Saya memang setuju smelter bangunnya di Papua, bukan di luar Papua,” ujarnya.
Menurutnya, Kalau kesiapan pembangunan di Papua, sebenarnya untuk tanah sudah ada di Kabupaten Mimika. Tapi kan masalahnya masih kompleks di sana bahwa masih ada masalah divestasi saham antara 10% persen, 7% dan 3% itu belum ada titik ketemu.
“Nah, bagaimana Pemerintah harus segera, kan ini uang sudah masuk, berarti kan secara otomatis ini harus segera berjalan. Gak mungkin uang keluar-keluar terus tapi gak ada produksi kan. Kalau tunggu masalah ini belum selesai, pastinya kita kembalikan ke diri kita masing-masing coba,” ujarnya.
“Kalau kita punya uang terus-menerus keluar tapi kita nggak bisa produksi. Apakah kita nggak cari jalan lain untuk produksi. Nah, mungkin setelah itu sisanya kita buka cabang-cabang dulu. Itu opini saya, benar salahnya tentunya yang tahu Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika,” pungkasnya.(zia)