SORONG — Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya berkomitmen memperkuat upaya perlindungan dan rehabilitasi mangrove melalui kerja sama lintas sektor. Program kerja sama perlindungan hutan mangrove antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman, dikenal sebagai Forest Program 6 (FP6) secara resmi memfokuskan kegiatannya di wilayah Sorong dan Sorong Selatan, Papua Barat Daya.
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman memperkuat kerja sama dalam program perlindungan hutan mangrove di Indonesia timur melalui Forest Program 6 (FP6). Program ini secara khusus menargetkan wilayah Sorong dan Sorong Selatan, Papua Barat Daya, sebagai lokasi percontohan.
Deputy Chief Technical Advisor FP6, Asep Sugih Suntana, Ph.D., menjelaskan bahwa fokus utama program adalah perlindungan terhadap hutan mangrove.
Dikatakan bahwa Program ini berjalan sejak tahun 2021 dan memiliki dua pilar utama meliputi restorasi serta upaya menjaga area mangrove yang sudah bagus.
“Program ini penting untuk mitigasi perubahan iklim karena mangrove membantu menyerap karbon di udara.Kemudian Kesejahteraan Masyarakat Bertujuan menciptakan mutualisme di mana masyarakat di sekitar kawasan mendapatkan manfaat ekonomi,” katanya di salah satu hotel di Kota Sorong, Rabu (12/11).
Dikatakan bahwa FP6 memiliki target jangka panjang yang ambisius, yang akan menjadi output program di masa depan Menyusun rekomendasi kebijakan untuk pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten. Membentuk standar-standar pengelolaan hutan mangrove yang baik.Menginisiasi pembentukan World Mangrove Center (Pusat Mangrove Dunia).
“Kita akan membawa pengalaman dari sini Indonesia ke dunia. Karena Indonesia mengelola hutan mangrove terbesar saat ini,” pungkasnya.
Program ini disambut baik oleh pemerintah daerah dan melibatkan masyarakat secara aktif untuk menjaga ekosistem mangrove yang disebut masih dalam kondisi “luar biasa”.
Kegiatan rehabilitasi ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan perjanjian kerja sama antara Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan (DLHKP) Papua Barat Daya bersama Direktorat Rehabilitasi Mangrove Kementerian Kehutanan yang sebelumnya dilakukan di Bali.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, mengatakan kegiatan ini bagian dari upaya membangun kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian mangrove di wilayah pesisir. Program kerja sama tersebut direncanakan berlangsung hingga tahun 2028.
“Dalam kegiatan ini bukan hanya penanaman dan perlindungan, tetapi juga membangun mindset masyarakat agar tidak lagi menebang mangrove untuk dijual, melainkan menjaga dan memanfaatkannya secara berkelanjutan,” ujar Kelly.
Menurutnya, keberadaan mangrove memiliki banyak manfaat penting, antara lain menjadi habitat bagi ikan dan kepiting, menyerap karbon untuk mengurangi polusi udara, serta mencegah intrusi air laut ke daratan.
Ia mengingatkan, beberapa sumur bor di Kota Sorong kini sudah mulai terasa asin akibat rusaknya ekosistem mangrove di pesisir.Kambu juga mendorong Pemerintah Kota Sorong untuk menetapkan sejumlah kawasan pesisir sebagai kawasan konservasi mangrove. “Kami berharap pemerintah kota segera mengusulkan kawasan dari belakang Bandara DEO hingga wilayah 18 agar dinaikkan statusnya menjadi kawasan hutan lindung,” ujarnya.
Selain itu, ia menilai perlunya sinergi antarorganisasi perangkat daerah (OPD), termasuk Dinas Perikanan dan Kelautan, untuk memperkuat pemberdayaan masyarakat pesisir. Masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari penebangan mangrove diharapkan dapat beralih ke budidaya perikanan seperti kepiting dan lobster di kawasan tersebut.
Program rehabilitasi ini juga melibatkan dukungan dari Pemerintah Jerman melalui Donau Perikanan, dengan dua wilayah sasaran utama yakni Kota Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan. “Negara lain saja peduli dengan kelestarian mangrove kita. Karena itu, kita juga harus memiliki kesadaran yang sama,” tegas Kelly.
Ia menambahkan, mangrove berperan besar dalam menurunkan temperatur kota dan menyeimbangkan kualitas udara. “Kalau mangrove di pesisir habis, Kota Sorong akan menjadi panas. Mangrove menyerap gas buang kendaraan dan menghasilkan oksigen yang menyejukkan udara,” katanya.
Kelly berharap, kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta dapat terus diperkuat demi menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove di Papua Barat Daya.

Sementara itu, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit II Kota Sorong, sebagai pemangku kawasan, menyampaikan apresiasi atas kelanjutan kerja sama ini.
“Kami selaku yang punya wilayah menyampaikan apresiasi kepada dalam hal ini KfW (bank pembangunan Jerman) yang melaksanakan kerja sama dengan Kementerian Kehutanan,” ujar Plt. Kepala KPHP Unit II Kota Sorong, Yohan Putirulan.
KPHP Unit II Kota Sorong memastikan masyarakat akan dilibatkan penuh, termasuk dalam Semua kegiatan rehabilitasi dan restorasi. Penyusunan peraturan desa atau kelurahan untuk pelestarian hutan mangrove.Kegiatan FP6 akan menyasar beberapa kelurahan di Distrik Sorong Kepulauan dan Distrik Sorong Timur.
FP6 secara aktif mendorong pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sebagai sumber pendapatan masyarakat. Pemanfaatan ini bertujuan agar masyarakat tidak bergantung pada penebangan kayu hutan.(zia)











