Oleh: Tutus Riyanti
(The Voice of Muslimah Papua Barat Daya)
Memasuki akhir Desember, biasanya masyarakat mulai berlomba-lomba menyiapkan diri untuk menyambut perayaan malam tahun baru 1 Januari. Berbagai pernak-pernik untuk merayakan malam tahun baru pun mulai diburu masyarakat. Dari mulai petasan, kembang api, terompet, topi kerucut, bahkan ada yang sudah mulai menyiapkan ayam dan ikan untuk dibakar menjelang malam pergantian tahun.
Budaya Barat
Perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak di antara orang-orang yang ikut merayakannya tidak mengetahui kapan pertama kali acara tersebut diadakan, dan apa latar belakang dirayakan. Kegiatan ini merupakan pesta warisan yang dahulu dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings.
Janus adalah seorang dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah menatap ke depan dan satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, layaknya momen pergantian tahun. Secara historis, penentuan 1 Januari sebagai tahun baru, awalnya diresmikan Kaisar Romawi Julius Caesar (tahun 46 SM). Lalu tahun 1582 diresmikan ulang pemimpin tertinggi Katolik, Paus Gregorius XIII, yang kemudian diadopsi hampir seluruh negara Eropa Barat Kristen sebelum mengadopsi kalender Gregorian tahun 1752. (www.en.wikipedia.org; www.history.com)
Perayaan tahun baru Masehi di Barat dirayakan secara beragam, baik berupa ibadah seperti layanan ibadah di gereja, maupun aktivitas non-ibadah, seperti parade/karnaval, menikmati berbagai hiburan, berolahraga seperti hockey es dan American football (rugby), menikmati makanan tradisional, berkumpul dengan keluarga, dan lain sebagainya. (www.en.wikipedia.org)
Jelas, perayaan tahun baru masehi di Barat bukan sekedar acara perayaan biasa, tapi juga merupakan acara seremonial dan spiritual ibadah bagi agama mereka.
Faktanya, hari ini banyak kaum muslim, terutama generasi mudanya, yang justru merayakan malam tahun baru masehi dengan gegap gempita. Mereka asal membebek budaya Barat, tanpa menyadari bahwa hal tersebut bertentangan dengan akidah seorang muslim.
Generasi Terancam
Sangat memprihatinkan ketika para generasi muda Islam ini turun ke jalan, saling berbaur antara laki dan perempuan, dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Mereka sekedar berhura-hura, berkumpul, berpesta, dan penuh kesenangan duniawi. Celakanya, sebagian generasi merayakannya dengan pesta kemaksiatan, misalnya mabuk bersama atau bahkan zina.
Generasi muda Islam saat ini hidup dalam kondisi paling lemah dan mengalami perpecahan. Mereka kehilangan identitas keislamannya dan dalam dirinya menyusup secara perlahan-lahan pemikiran Barat, berupa sistem peraturan dan gaya hidup Barat.
Generasi muda tak lagi mengenal Islam, kecuali hanya sekadar nama. Tidak mengetahui Al-Quran, kecuali hanya tulisannya. Islam hanya dipahami sebagai ajaran ritual, ibadah dan akhlak, tak lebih dari itu. Masih banyak yang tak tahu dan tak mau tahu bahwa Islam sebenarnya juga memiliki solusi untuk semua permasalahan manusia.
Suka atau pun tidak suka, generasi muda Islam justru berhukum kepada sistem peraturan Barat yang menyesatkan akidah. Sungguh, hal ini telah mengancam masa depan generasi. Karena sejatinya, generasi muda ini adalah masa depan peradaban Islam.
Ladang Bisnis Kapitalis
Ada yang menawarkan paket wisata, lengkap dengan hotel dan pesta perayaan bersama. Petasan, kembang api, terompet, dan topi kerucut laris manis bak pisang goreng. Bahkan penjualan kondom dan minuman keras juga meningkat drastis di malam pergantian tahun. Perayaan malam tahun baru masehi menjadi ladang bisnis bagi kaum kapitalis.
Dalam Pandangan Islam
Sesungguhnya pesta pora pergantian tahun baru masehi termasuk perbuatan sia-sia, tabdzir, sangat tidak Islami, dan potensial berubah menjadi ajang kemaksiatan massif. Dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW memberikan tuntunan yang layak dicontoh, bahwa “Di antara tanda baiknya keberislaman seseorang adalah dia mau meninggalkan apa yang tidak bermanfaat.” (HR.Muslim)
Nabi SAW melarang kita untuk meniru kebiasaan orang kafir. Beliau bersabda, “Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (HR.Abu Daud)
Sejatinya, perayaan tahun baru masehi adalah bagian dari hadharah (peradaban) Barat, yang tidak ada tuntunannya didalam Islam. Sehingga kaum muslim, dilarang ikut serta merayakannya.
Kondisi hari ini, dimana generasi muda Islam banyak membebek budaya Barat sudah dikabarkan oleh Rasulullah SAW, “Sungguh kalian akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai jika mereka masuk ke dalam lubang biawak pun, tentu kalian akan mengikutinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Hal ini terjadi karena diterapkannya sistem kapitalisme sekuler, yang memang sudah rusak dari akarnya. Jika menginginkan generasi tumbuh menjadi generasi cemerlang peradaban Islam, maka haruslah membuang sistem kapitalisme yang rusak ini, dan menggantinya dengan sistem Islam yang menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam segala aspek kehidupan.(***)