SORONG – Adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berbeda antar Pemilu Presiden dengan Pemilu DPR RI yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Sorong jadi penyebab Rapat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Tingkat Provinsi Papua Barat Daya lagi-lagi kandas.
Bahkan karena belum tahu berapa jam KPU Kota Sorong bisa memperbaiki data Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dipertanyakan oleh Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya, akhirnya pimpinan Rapat Pleno yang juga Ketua KPU Provinsi Papua Barat Daya Andarias Daniel Kambu usai Ketua KPU Kota Sorong Baltasar Kambuaya membacakan rekap hasil Pemilu Presiden dan DPR RI menskors rapat pleno pada pukul 18.00 Wit hingga waktu yang tidak ditentukan.
Masalah DPT di Kota Sorong sebelumnya dipertanyakan oleh Komisioner Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya Zatriawati setelah Ketua KPU Kota Sorong Balthasar Kambuaya membacakan rekapitulasi hasil pleno KPU Kota Sorong untuk Pemilu Presiden dan Pileg DPR RI.
Dimana dalam interupsinya, Zatriawati mempertanyakan adanya selisih dalam DPT Pemilu Presiden dan Pileg DPR RI sebanyak 503 suara. Temuan yang disampaikan Komisioner Bawaslu Zatriawati langsung menuai respon dari para saksi yang minta agar masalah selisih DPT di KPU Kota ini dibereskan sebelum lanjut rapat pleno dilanjutkan ke kabupaten lainnya.
Suasana rapat pleno pun “hujan” interupsi dari para saksi. “Yang kami sesalkan KPU Kota Sorong ini terkesan melemparkan persoalan ini ke KPU Provinsi. Ada rekomendasi yang disampaikan oleh Bawaslu Kota Sorong tapi KPU Kota bilang nanti diselesaikan ditingkat provinsi,akhirnya begini seperti yang kita lihat sekarang””ujar calon anggota DPD Amus Atkana kepada wartawan.

“Jadi sekali lagi kami minta DPT di Kota yang carut marut ini diselesaikan karena kami peserta Pemilu dikorbankan,”imbuh Amus Atkana.
Dari “ruwetnya”rekapitulasi ditingkat KPU Kota Sorong,Amus Atkana menilai Pemilu 2024 ini merupakan Pemilu terburuk. “DPT ini rohnya Pemilu ini jadi harus dituntaskan,”ujar Mathias Sellano dari Partai Hanura.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Kota Sorong Ivonne Sahureka pmenyampaikan bahwa saat pleno di tingkat Kota Sorong, pihaknya sudah menyampaikan tentang adanya masalah DPT namun menurut Ivonne,saat itu Ketua KPU Kota Sorong selaku pimpinan sidang mengatakan Bawaslu tidak usah protes-protes lagi kalau tidak ada saksi yang mengajukan keberatan” .
Buntut masalah DPT akhirnya Rekapitulasi KPU Kota Sorong bermasalah di provinsi. Komisioner Bawaslu Papua Barat Daya, Regina Gembenop menyesalkan KPU Kota Sorong yang dalam rapat pleno malas tahu dengan rekomendasi yang disampaikan oleh Bawaslu Kota Sorong.
“Kenapa ada penundaan sampai dua kali karena ada ketidakcermatan , kelalaian dari KPU Kota Sorong atas apa yang sudah disampaikan oleh teman-teman dari Bawaslu Kota Sorong.Dan kami Bawaslu Provinsi harus membenarkan angka-angka yang sudah ditetapkan itu. Ketidakberesan ini harus diselesaikan di provinsi jangan sampai dibawa ke RI nanti dikembalikan,”ujar Regina yang mempertanyakan data mana yang benar karena dalam rapat pleno,
Antara DPT yang ditetapkan dengan DPT Pilpres dan DPT DPR RI beda-beda. Dimana DPT Pilpres dan DPT Pemilu DPR RI terdapat selisih 503 suara. “Syukur ada Bawaslu yang menemukan ini dan ini.memang tugas Bawaslu. Jangan disepelekan persoalan DPT segera diklirkan. Banyak kejanggalan yang terjadi sampai ditingkat provinsi,”ujar saksi dari Partai Demokrat.
Sementara Komisioner KPU Provinsi Fatmawati mengatakan DPT adalah master dalam Pemilu, sehingga masalahnya harus diselesaikan. Jika KPU Kota Sorong tidak mampu menyelesaikan persoalan DPT maka KPU Provinsi siap mengambil alih,”ujar Fatmawati. (ros)