SORONG-Pakar Hukum Tata Negara, Dr.Muhammad Syukur Mandar, SH.MH menjelaskan Kedudukan MRP Dalam Pilkada Papua Barat Daya.
Dijelaskan bahwa Provinsi di wilayah Papua punya kekhususan dalam konstitusi, Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001, diubah menjadi UU No.2 Tahun 2021, tentang Otonomi Khusus (otsus) Papua adalah hak mutlak yang dimiliki oleh Orang Asli Papua (OAP).
“UU Otsus Papua menegaskan dua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pilkada serentak Nasional tahun 2024. Pertama, Syarat Orang Asli Papua (OAP). Kedua, Kedudukan MRP dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan pada setiap Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur yang berada di wilayah Papua Barat Daya,” jelasnya, Sabtu (21/9).
Mandar mengatakan bahwa Dalam kedudukan sesuai Undang-undang Otsus Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP), sesuai ketentuan Pasal 20 Ayat (1) Huruf a, memiliki Hak konstitusional untuk menyatakan pendapat tentang Orang Asli Papua (OAP) terhadap setiap bakal Calon Gubernur dan bakal Calon Wakil Gubernur di Papua.
“Pendapat MRP tersebut adalah didasarkan pada usulan KPU yang berada di wilayah Papua Barat Daya kepada MRP Papua Barat Daya,” katanya.
Lanjutnya, Usulan KPU tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 20 Ayat (1) huruf a, UU No.2 Tahun 2021, tentang Otsus Papua, dimana MRP memiliki kedudukan hukum menyatakan pendapat dalam bentuk Pertimbangan dan Persetujuan terhadap Orang Asli Papua (OAP) kepada setiap pasangan Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur di Papua.
Mandar mengatakan bahwa Sebaliknya, KPU dalam kedudukannya sebagai penyelenggara Pemilihan Kepala daerah, sesuai Undang-Undang kewenangannya hanya sebatas mengusulkan nama-nama Bakal Calon Gubernur dan bakal Calon Wakil Gubernur Papua Barat Daya kepada MRP Papua Barat Daya.
“Dalam konteks kedudukan KPU inilah, saya ingin mengkoreksi keputusan dan tindakan KPU, baik KPU RI maupun KPU Papua Barat Daya. Bahwa setelah mencermati surat menyurat KPU dan mengikuti setiap tahapan yang dilaksanakan oleh KPU, saya menemukan adanya tindakan fatal dan Perbuatan secara melawan hukum yang dilakukan oleh KPU RI maupun KPU Papua Barat Daya,” ungkapnya.
Mandar juga mengatakan bahwa Hal ini tercermin dalam surat KPU – RI Nomor : 1718/PL.02.2.-SD/05/2024, Perihal Pelaksanaan Tahapan Pencalonan Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur pada daerah Khusus Papua. Dalam konteks ini, KPU RI telah melakukan 3 kesalahan mendasar dan melanggar undang-undang serta peraturan yang berlaku.
Pertama, pada angka 7 surat KPU, KPU menyatakan bahwa calonlah yang menyatakan dirinya sebagai Orang Asli Papua dengan mengisi Formulir BB.PERNYATAAN.CALOK.KWK.
Kedua, KPU menyatakan bahwa Calonlah yang menyampaikan surat keterangan/Pengakuan suku asli di Papua yang menyatakan penerimaan dan pengakuan atas nama Calon.
Ketiga, Pada Angka 10, KPU menyatakan bahwa KPU Provinsi Papua Barat Daya dapat menyatakan persyaratan Orang Asli Papua pada Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Papua Barat Daya memenuhi syarat apabila ada pertimbangan dan atau pengakuan suku asli di Papua terhadap bakal calon.
“Pada tiga hal terurai diatas, saya ingin menerangkan dan menyatakan bahwa KPU RI tidak memahami dan menjalankan peraturan perundang-undangan dengan baik dan secara benar,” katanya.
Ditegaskan Bahwa Sesuai ketentuan Pasal 20 Ayat (1) huruf a, UU No. 2 Tahun 2021, tentang Otsus Papua, menyatakan bahwa MRP adalah satu-satunya Lembaga sebagai representasi perwakilan adat dan suku di Papua yang berwewenang menyatakan pertimbangan dan persetujuannya terhadap Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh Penyelenggara pemilihan Kepala Daerah, dalam hal ini adalah KPU Papua Barat Daya.
“Ketentuan pasal ini jelas, terang dan tidak implikasi makna (makna ganda). Pertama, Pasangan bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Papua Barat Daya dapat dinyatakan memenuhi syarat Calon apabila mendapatkan pertimbangan dan persetujuan dari MRP,” katanya.
Kedua, lanjutnya MRP adalah satu-satunya Lembaga yang diatur UU No.2 Tahun 2021, tentang Otsus Papua lex specialis yang memilki wewenang menyatakan bahwa Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur memenuhi syarat orang Asli Papua.
“Dengan kata lain, tidak ada lembaga lain diluar MRP sebagaimana ketentuan Pasal 20 Ayat (1) huruf a yang dapat menyatakan seseorang Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Orang Asli Papua,” katanya.
Ketiga, Kedudukan KPU, maupun lembaga lain, kesatuan masyarakat adat, atau kesatuan suku, sesuai ketentuan Undang-Undang No.2 Tahun 2021, tentang Otsus Papua, tidak memiliki kedudukan hukum dan wewenang untuk menyatakan pertimbangan dan persetujuan pada Bakal calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur memenuhi syarat Orang Asli Papua.
Dikatakan, Oleh karena demikian, maka dalam rangka memperbaiki tata laksana pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Papua Barat Daya, dan Papua pada umumnya.
“Saya meminta kepada KPU RI, untuk segera mencabut surat edaran tersebut, dan menerbitkan petunjuk teknis khusus pelaksanaan Pilkada di Papua, hal ini guna mencegah agar tidak terlalu jauh KPU RI dan KPU Papua Barat Daya melakukan pelanggaran hukum dan penyalahgunaan wewenangnya dalam menjalankan pemilihan kepala Daerah di Papua Barat Daya,” katanya.
Ia menegaskan bahwa KPU RI harus sigap dan segera mengambil tindakan sebelum KPU Papua Barat Daya menggelar pleno penetapan pasangan Calon yang diduga kuat akan meloloskan pasangan Calon yang dinyatakan MRP tidak memenuhi syarat calon sebagai orang Asli Papua.
“Selain itu, surat tersebut tidak dapat dijadikan dasar/rujukan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Papua, oleh karena surat tersebut hanya bersifat imbauan/edaran dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” katanya.(zia)