Ketua Tim Kuasa Hukum MRPB Syukur Mandar: Kami Juga Akan Melaporkan 5 Komisioner KPU PBD dan KPU RI ke DKPP
SORONG-Dinilai tidak netral, Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD) mendatangi Kantor Sekretariat Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Papua Barat Daya (PBD), di Km 12 guna melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) PBD terkait dengan keberatan yang disampaikan MRPBD terhadap Putusan KPU PBD Nomor 8 tahun 2024 hasil Pleno Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur PBD.
“MRPBD menganggap keputusan yang cacat dan batal demi hukum. Oleh karena itu, kita menempuh jalur hukum dengan pertama melaporkan pelanggaran etik terhadap 5 anggota KPU PBD,” kata Ketua Tim Kuasa Hukum MRPBD, Dr.Muhammad Syukur Mandar,SH.MH kepada media, Selasa (24/9).
Syukur Mandar yang sebagai Pakar Hukum Tata Negara ini mengatakan bahwa, Anggota KPU PBD Dipandang melaksanakan Pilkada tidak dalam kedudukannya sebagai penyelenggara yang netral tetapi sebaliknya.
“Kalau penyelenggara yang netral harusnya melaksanakan undang-undang sebagaimana yang diatur dalam ketentuan pasal 12 undang-undang 21 tahun 2021 dan pasal 20 ayat 1 huruf a tentang kewenangan MRP,” katanya.
Lanjutnya, bahwa KPU Papua Barat Daya telah melanggar Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dengan menetapkan pasangan calon yang tidak memenuhi syarat sebagai Orang Asli Papua (OAP).
“Yang mana pada putusan MRPBD Keputusan Nomor 10 tanggal 6 September 2024 yang menolak Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw sebagai Bapaslon Gubernur dan Wakil Gubernur PBD,” katanya.
Menurutnya, Usulan Bakal Calon Gubernur dan Bakal calon Wakil Gubernur Papua Barat Daya oleh KPU harus mendapatkan pertimbangan dari MRP.
“Sebab ini bagian dari ketentuan undang-undang. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 29 Tahun 2011 yang mempertegas posisi MRP sebagai lembaga yang merepresentasikan adat,” katanya.
Paslon Gubernur-Wagub PBD tidak dapat dijadikan petunjuk teknis dalam pelaksanaan Pilkada.
“Seharusnya KPU wajib menjalankan keputusan MRPBD berlandaskan pada keputusan MK Nomor 29 Tahun 2011 yang memuat bahwasanya MRP memiliki kewenangan dalam membuat pertimbangan, persetujuan dan putusan,” tegasnya.
Ia mengatakan Sudah ada 5 Paslon yang dilakukan verifikasi terkait keaslian Orang Asli Papua, namun satu Paslon tidak memenuhi syarat orang asli Papua oleh keputusan MRP PBD yaitu Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw.
“Putusan MRPBD itu final, tidak bisa diuji atau diverifikasi oleh KPU. Itu pelanggaran etik dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh KPU” tegasnya.
Sehingga, kata Mandar yang Pertama, MRPPBD melakukan upaya hukum yaitu melaporkan ke Bawaslu PBD untuk mendapatkan penyelesaian kepastian terkait pelanggaran administrasi dan pelanggaran tahapan.
“Yang kedua, kita akan menempuh gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara Jayapura yang akan digelar setelah ada putusan Bawaslu PBD. Jika putusan Bawaslu tidak menggugurkan atau memberi rekomendasi untuk mencabut putusan 78. Maka kita akan menempuh hukum dengan menggugat pada Peradilan Tata Usaha Negara Jayapura,” tegasnya.
Dikatakan juga bahwa Surat KPU RI Nomor 17 dan 18 yang dikirim memuat 11 item, pada poin 7 dan poin 10. Surat edaran menjadi juknis sebagai panduan KPU PBD untuk meloloskan atau memverifikasi calon yang dinyatakan tidak lolos oleh MRPBD.
“Padahal surat 17-18 itu saya menganggapnya surat kaleng. Saya minta KPU RI segera mencabut surat 17-18. Karena menurut saya KPU RI telah menyelewengkan dan merusak sistem pelaksanaan Pilkada di Papua Barat Daya,” tegasnya.
Mundar menambahkan bahwa MRPPBD juga akan melaporkan KPU RI kepada Bawaslu RI terkait pelanggaran etik dan perbuatan melawan hukum dengan kaitannya mengeluarkan surat edaran 17-18.”Kami memandang KPU RI terlibat dalam skenario besar melalui surat edaran tersebut,” tegasnya.
“Kami juga akan melaporkan kelima komisioner KPU PBD dan komisioner KPU RI ke DKPP,” sambungnya.
Dikatakan Pakar Hukum Tata Negara ini bahwa MRPPBD sudah berkoordinasi dengan Menteri Polhukam untuk dalam waktu dekat pertemuan.
“Kami meminta seluruh tahapan Pilkada khususnya di PBD ditinjau dan dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku termasuk penerapan undang-undang Otsus nomor 2 tahun 2021,” tegasnya.
Ditegaskan Mundar, bahwa MRP adalah lembaga yang dibentuk undang-undang yang memiliki fungsi melaksanakan Pemilu. Bukan hanya KPU dan Bawaslu.
“Khusus di Papua karena MRP memiliki kewenangan menentukan syarat calon pasal 12 Orang Asli Papua. KPU harus memperhatikan itu sebagai tahapan yang harus dipertimbangkan dan dilaksanakan,” pungkasnya.
Kemudian, Ketua Bawaslu PBD Farli Sampetoding Rego yang menerima langsung berkas laporan dari MRPBD menyampaikan bahwa pihaknya menerima dan akan mempelajari laporan tersebut.
“Laporan sudah disampaikan. Tentunya bahwa kami merujuk pada Perbawaslu 8 tahun 2020 untuk penanganan pelanggaran. Soal nanti mau ditentukan apakah terpenuhi atau tidak. Nanti kita lihat,” ungkapnya.
Lanjutnya, Untuk status laporan juga pihaknya akan lihat. Karena pelanggaran ini ada beberapa. Yang pertama pelanggaran administrasi, yang kedua pelanggaran administrasi yang terstruktur tersistematis dan pasir. Ketiga sengketa antara peserta pemilihan dan penyelenggara dalam hal ini keputusan KPU.
“Bisa juga pelanggaran kode etik yang akan kami teruskan ke DKPP. Itu akan ada kajian,” pungkasnya.(zia)