SORONG – Perhutanan Sosial merupakan salah satu program prioritas nasional, dibahas dalam Focus Group Discussion (FGD) Pendidikan Kepemimpinan Nasional Tk 1 Lembaga Administrasi Negara yang salah satu pesertanya yakni Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu,ST,MSi, yang dalam proyek perubahannya mengambil tema Pentingnya Pengelolaan Perhutanan Sosial bagi Kesejahteraan Masyarakat Indonesia. Plh. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Gunawan Eko Movianto,SE,MM, merupakan salah satu narasumber FGD yang berlangsung 13 Agustus lalu.
Dalam pemaparannya, Eko Movianto mengatakan Perhutanan Sosial hadir sebagai langkah untuk tetap menjaga kelestarian hutan, namun masyarakat masih bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil pengelolaan kawasan dan sumber daya hutannya. Perhutanan Sosial bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pemanfaatan kawasan hutan secara lestari, melalui upaya pemberian akses legal kepada masyarakat sekitar hutan berupa pengelolaan Hutan Desa, Izin Usaha HKm, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat.
Dikatakannya, dalam upaya mewujudkan Perhutanan Sosial sebagai salah satu program untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat, diperlukan keterlibatan urusan bidang selain kehutanan, baik pada pra persetujuan dan pasca persetujuan. Program/kegiatan/sub kegiatan masing-masing perangkat daerah yang mendukung kegiatan pra persetujuan dan pasca persetujuan, diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya pada pra persetujuan Perhutanan Sosial kegiatan yang dilaksanakan antara lain sosialisasi/pemahaman substansi hingga proses verifikasi, sedangkan pada pasca persetujuan meliputi penguatan kelembagaan, pemanfaatan hutan, pengembangan kewirausahaan, pengembangan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan.
“Pada intinya, kita tidak bisa bekerja sendiri, banyak stakeholder yang harus dirangkul untuk menyukseskan Perhutanan Sosial, baik itu dinas di provinsi maupun kabupaten/kota. Jadi bukan hanya Dinas Kehutanan yang terlibat, tetapi ada banyak dinas-dinas terkait yang harus mendukung Perhutanan Sosial, seperti Dinas Pertanian, Perikanan, Peternakan, Tenaga Kerja, Koperasi dan UMKM, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Termasuk didalamnya bagaimana bidang Perdagangan, Perindustrian dan Pekerjaan Umum ini untuk mendukung pelaksanaan Perhutanan Sosial. Misalnya, untuk kelancaran program dan kegiatan Perhutanan Sosial butuh jalan, maka bisa dikoordinasikan dengan teman-teman di Dinas PU tolong siapkan jalan ke arah lokasi Perhutanan Sosial,” kata Gunawan Eko Movianto.
Terkait dengan pembiayaan Perhutanan Sosial, khususnya yang bersumber dari Dana Otsus Papua, Gunawan Eko menerangkan bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan Penerimaan Dalam Rangka Otonomi Khusus, pasal 20 ayat 1 menyebutkan alokasi dana Otsus Papua dihitung setara dengan 2,25 % dari pagu DAU nasional yang terdiri dari Dana Otsus yang bersifat umum sebesar 1% dari pagu DAU nasional, dan dana Otsus yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan sebesar 1,25% dari pagu DAU nasional. Proporsi alokasi dana Otsus yang telah ditentukan penggunaannya untuk bagian provinsi dan bagian agregat kabupaten/kota merupakan penjumlah variable dengan ketentuan belanja fungsi pendidikan dengan bobot 30%, belanja fungsi kesehatan dengan bobot 20% dan belanja fungsi ekonomi dengan bobot sebesar 50%.
Sementara itu, Permendagri Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2024 mengatur alokasi dana Otsus provinsi dan kabupaten/kota di wilayah Papua, setara dengan 2,25 % DAU tahun 2023, dengan rincian dana Otsus yang bersifat block grant sebesar 1% untuk mendanai pembangunan, pemeliharaan, dan pelaksanaan pelayanan publik; peningkatan kesejahteraan Orang Asli Papua dan penguatan lembaga adat; dan hal lain berdasarkan kebutuhan dan prioritas daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dana Otsus yang bersifat specific grant sebesar 1,25% untuk mendanai pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, dengan besaran paling sedikit 30% untuk belanja pendidikan, paling sedikit 20% untuk belanja kesehatan, dan sisanya untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. “Terkait dana Otsus, sebenarnya sudah ada amanatnya dan peraturannya, termasuk dari Kementerian Keuangan. Dana Otsus bisa digunakan untuk pemberdayaan, fungsi ekonomi, nah didalamnya termasuk Perhutanan Sosial,” tegas Gunawan Eko Movianto.
Sumber pembiayaan lainnya juga dari dana desa yang penggunaannya diatur dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, yang diterbitkan setiap tahun. Salah satu prioritas penggunaan dana desa adalah pengembangan usaha ekonomi produktif dan pemenuhan kebutuhan ketahanan pangan nabati dan hewani sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan nasional. Pelaksanaan Perhutanan Sosial sejalan dengan arahan penggunaan dana desa tersebut. “Penggunaan dana desa dalam mendukung kegiatan di lokasi Perhutanan Sosial tidak lepas dari peran Bupati dan perangkat daerah terkait untuk memfasilitasi agar isu Perhutanan Sosial masuk dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbang Desa). Forum ini menjadi wadah rembuk warga desa untuk mengangkat masalah dan potensi desa sehingga mempunyai arah yang jelas dalam mengatasi masalah dan memaksimalkan potensi yang dimiliki melalui penganggaran dan kegiatan tahunan desa,” jelasnya.
Dibeberkannya, di seluruh Indonesia, total jumlah desa/kelurahan berada dalam kawasan hutan sebanyak 3.406 desa dan di tepi/sekitar kawasan hutan sebanyak 16.871 desa. Wilayah Papua memiliki jumlah desa terbanyak, terdapat 4.804 desa yang bergantung pada sumber daya hutan dalam pemenuhan kebutuhan ekonominya. Perhutanan Sosial menyebar di 37 Provinsi, 375 Kabupaten/Kota, 2.123 Kecamatan dan 3.882 Desa di Indonesia. Target Perhutanan Sosial seluas 12,7 Juta hektar, realisasinya sampai dengan bulan Juni 2024 seluas 7.550.777,48 hektar. Potensi Perhutanan Sosial di Wilayah Papua sangat besar yaitu seluas 3.188.395 Ha. Khusus di Provinsi Papua Barat Daya, luas areal kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai Perhutanan Sosial yakni 17.929 hektar, sedangkan Luas areal kawasan hutan yang dicadangkan untuk Perhutanan Sosial yakni 203.135 hektar. “Melihat luasnya kawasan hutan yang potensial untuk Perhutanan Sosial, sudah tepat Pak Kelly melalui Proyek Perubahan dalam Pendidikan Kepemimpinan Nasional Tk 1 Lembaga Administrasi Negara mengambil tema Perhutanan Sosial,” ucapnya. (ian)