SORONG-Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Pusat menggelar kegiatan Workshop “KBGO Untuk Perempuan”, yang berlangsung di Hotel Mariat, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Jumat-Sabtu (5-6/7).
Selain workshop, FJPI Pusat juga menggelar pameran foto yang menampilkan karya foto dari beberapa jurnalis perempuan yang ada di Indonesia.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) FJPI Pusat Khairiah Lubis mengatakan, tujuan dilaksanakannya workshop yaitu untuk meningkatkan pemahaman para jurnalis perempuan yang ada di Provinsi Papua Barat Daya tentang Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
“Workshop dan pameran foto yang dilaksanakan selama dua hari di Kota Sorong, merupakan kerjasama FJPI Pusat dengan FJPI Papua Barat Daya,” ungkap Khairiah Lubis
Sekjen FJPI Pusat membeberkan, pihaknya mengadakan workshop dan pameran foto di 5 provinsi. Yaitu Medan, Jawa Timur, Kalimantan Barat tepatnya di Pontianak, Manado dan Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
“Mudah-mudahan workshop yang sudah dilaksanakan ini bisa memberikan banyak ilmu kepada jurnalis perempuan. Bagaimana kita sebagai jurnalis turut mengurangi angka kekerasan, serta bagaimana kita memberitakan tentang kekerasan seksual dan juga yang terbaru terkait kekerasan berbasis gender online,” harapnya.
Lanjut Khairiah, saat ini perkembangan dunia internet sudah semakin masif. Dimana kekerasan sangat banyak terjadi di dunia online saat ini.
“Banyak sekali kekerasan terhadap perempuan dan juga gender, baik yang secara langsung maupun online yang sudah terjadi dan angkanya terus meningkat saat ini,” bebernya.
Khairiah juga membeberkan, di setiap provinsi selalu ada laporan tentang kekerasan terhadap perempuan dan gender. Dimana Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), katanya, selalu menjadi tempat curhat lembaga-lembaga perempuan. Mengapa? Karena jurnalis perempuan punya kelebihan dan kepekaan yang lebih. Contohnya ketika mendapat informasi terkait kekerasan terhadap anak dan perempuan, biasanya jurnalis perempuan menjadi terdepan untuk melakukan advokasi.
“Makanya di FJPI ada divisi advokasi yang bisa membantu mendampingi, jika ada kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kita lebih mendampingi dan mengawal di pemberitaan, sehingga pihak kepolisian bisa cepat dan serius menyelesaikan persoalannya,” tegasnya.
Kemudian Komisioner Komnas Perempuan yang juga merupakan Ketua Sub Com Partisipasi Masyarakat Veryanto Sitohang mengatakan, insan pers termasuk di dalamnya jurnalis perempuan memiliki andil yang sangat besar karena turut serta menyuarakan dan menyampaikan informasi yang tengah terjadi di masyarakat.
“Kehadiran jurnalis khususnya jurnalis perempuan memberikan pengetahuan dan informasi yang membuat kita memang harus bekerja,” ujarnya.Disisi lain, kata Veryanto, pihaknya juga prihatin karena ancaman kekerasan berbasis gender online sudah semakin tinggi.
“Dulu memang orang tidak terlalu menaruh perhatian terhadap isu ini. Tapi sejak pandemi COVID-19 tahun 2020, isu ini meledak. Karena masyarakat seluruh Indonesia tidak hanya Indonesia tapi global, waktu itu diminta untuk bekerja menggunakan aplikasi-aplikasi. Ternyata di dalamnya predator-predator atau orang-orang yang ingin melakukan kejahatan, juga sangat banyak,” bebernya.
Lanjutnya, pada tahun 2021 Komnas Perempuan dan Anak mencatat kasus kekerasan berbasis gender online melampaui angka 1000 kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan dan Anak.Sementara itu, di tahun 2023 Komnas Perempuan dan Anak mencatat secara spesifik kasus kekerasan seksual berbasis gender sebanyak 838 kasus yang dilaporkan. Tentu yang tidak dilaporkan pasti jauh lebih banyak.
“Kasus ini tidak hanya terjadi di kota-kota saja. Bahkan ini lebih menyasar pada perempuan-perempuan yang tinggal di desa umumnya usianya adalah remaja, tapi juga menyasar ibu-ibu,” imbuhnya.
Di Jakarta, lanjut Veryanto, 2 minggu terakhir sedang ramai membahas tentang pinjaman online. Dimana pinjaman online barkontribusi menjadi salah satu motif yang digunakan terjadinya kekerasan seksual berbasis online.
“Terima kasih kepada FJPI yang telah menaruh perhatian terhadap KBGO. Kami juga akan menyelenggarakan workshop terkait dengan stop KBGO untuk jurnalis perempuan, karena jurnalis perempuan sebagai pilar dari demokrasi rentan menjadi korban KBGO,” tambahnya.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Papua Barat Daya Mohammad Musa’ad yang diwakili Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian Irma Riyani Soelaiman menyatakan, kegiatan ini dianggap penting dan strategis. Karena melalui forum ini jurnalis perempuan khususnya dapat pemahaman secara lebih baik tentang apa itu KBGO.
Menurut Irma, keberadaan teknologi digital bagaikan dua sisi mata uang. Disatu sisi digitalisasi mampu mempermudah beragam aktivitas manusia, disisi lainnya teknologi digital juga mampu membawa dampak negatif jika tak diiringi dengan literasi yang baik. Hal tersebut, katanya, terlihat dari jumlah konten negatif dan dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat. Tak sedikit masyarakat yang memercayai isi konten negatif. Alhasil konten tersebut berpotensi memicu keresahan dan perpecahan.
“Ditambah lagi dengan konten berbasis gender yang mana perempuan menjadi obyek, karena perempuan di Indonesia masih menjadi kelompok yang paling rentan terhadap tindak kekerasan,” imbuhnya.
Irma juga membeberkan, disisi lain upaya untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan juga harus mendapat perhatian yang serius. Hanya dengan peningkatan peran perempuan, pembangunan manusia Indonesia dapat terlaksana dengan baik dan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan.
“Peran perempuan sangat strategis dan potensial sebagai sumber daya pembangunan, karena perannya tidak tergantikan sebagai ibu bangsa. Sehingga permasalahan berbasis gender tidak dapat kita biarkan terus menerus terjadi. Harus ada upaya yang komprehensif dan terukur untuk menghilangkan itu semua, minimal meminimalisir. Sehingga kekerasan berbasis gender online semakin berkurang,” tandasnya.
Oleh karena itu, tambah Kadis Kominfo PBD, Pemerintah dan pers harus menjadi garda terdepan. Dimana Pemerintah sendiri dalam hal mendorong adanya pendidikan literasi dan keamanan digital, implementasi UU tindak pidana kekerasan yang serius dan kerja sama dari perusahaan media sosial dengan berbagai pihak terutama kaum muda.
“Pers sendiri dengan memberikan edukasi melalui pemberitaan yang positif, dengan tidak menutupi fenomena riil yang terjadi, sehingga dapat di tindak lanjuti oleh pihak berwajib. Saya berharap dengan dilaksanakan kegiatan ini sudah membuka ruang dialog, untuk terus mengkampayekan stop kekerasan digital berbasis gender,” pungkasnya.(*/zia)