SORONG – Provinsi Papua Barat Daya memiliki luasan hutan hampir mencapai 4 juta hektar. Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan bakal melakukan penelitian akademis untuk mendapatkan dana tambahan pengelolaan hutan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu menjelaskan luas hutan di Provinsi Palua Barat Daya mencapai 3.636.189 hektar. Dengan luasan tersebut, tentu membutuhkan dana pengelolaan yang tidak sedikit.
“Kebetulan awalnya kami ikut pelatihan kepemimpinan nasional tingkat 1, kami berencana untuk mengangkat tutupan hutan sebagai dana indikator DAU namun setelah kami mencari informasi dari teman-teman ternyata dana itu sudah ada dan sudah ada relugasi yang mengatur juga,” jelasnya, Kamis (20/6).
Ternyata, sambung Kelly pihaknya baru mengetahui dalam DAU ada pendanaan untuk tutupan hutan sebesar 15 persen. Artinya, lanjut Kelly ini peluang bagi pemerintah untuk mendanai kawasan hutan di Papua Barat Daya.
“Kami dari Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan itu tidak mendapatkan dana otonomi khusus padahal masyarakat asli Papua itu yang punya hutan. Sementara, tuntutan global bahwa orang Papua harus menjaga hutan karena hutan adalah paru-paru dunia dan satu-satunya hutan yang masih tersisa di dunia,” bebernya.
Disamping menjaga hutan, masyarakat asli Papua juga membutuhkan biaya untuk kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dengan adanya dana 15 persen dari DAU ini dapat membantu pemerintah untuk membentuk suatu unit kerja seperti polisi hutan (Polhut) yang direkrut dari masyarakat.
“Mereka nantinya menjaga kawasan hutan yang ada, kemudian kami juga ada mengusulkan 6 UPT, mereka ini nanti berkolaborasi dengan masyarakat adat sehingga bisa jaga hutannya dan mengelola hutan dengan hasil hutan bukan kayu sehingga tidak perlu menebang kayu,” ujarnya.
Kelly mengaku baru mengetahui adanya DAU sebesar 15 persen sebagai indikator tutupan hutan. Oleh sebab itu, pihaknya akan perjuangkan anggaran itu melalui berbagai kajian salah satunya kajian akademis hingga referensi dan lain sebagainya.
“Kami belum tahu apakah Provinsi Papua Barat Daya ini mendapatkan DAU 15 persen indikator tutupan hutan atau tidak. Makanya, dengan adanya peneliti untuk pembuktian bahwa hutan papua barat daya itu luas dan perlu ada tambahan dana untuk kelola. Kami berharap ada sosialisasi mulai dari kementerian keuangan maupun Kemendagri, dana 15 persen di DAU ini kita pakai untuk apa,” ungkapnya
Sementara itu, Peneliti dari Lab Multidisiplin FMIPA Building, 7th Floor, Universitas Indonesia, Fahmi Rizki Fahroji menambahkan sejak tahun 2022 sudah diterbitkan UU nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah, dimana indikator tutupan hutan masuk sebagai dana alokasi umum dalam skema DAU.
Sebab, sambung Fahmi daerah kaya hutan salah satunya Papua Barat dan Papua Barat Daya malah mendapatkan PAD rendah dengan komitmen menjaga hutan yang tinggi.
“Artinya ketika hutannya kaya, pendapatan daerahnya sedikit maka kebijakan ini dibuat untuk pendanaan kawasan kaya hutan atau kalau tuntutan global ini mereduksi perubahan iklim,” ungkapnya.
Fahmi mengaku saat ini pihaknya sedang melakukan penelitian terhadap UU nomor 1 tahun 2022 tersebut, hasilnya pengetahuan terkait kebijakan ini masih minim di pemerintah daerah padahal potensi hutan di Papua Barat Daya ini luas dan masih banyak hutan primer yang dikonservasi.
“Tapi pendanaan seperti cagar dan pembugaran itu masih minim terutama, pemekaran provinsi baru ini membuat bentuk pendanaan itu menjadi terpecah dalam arti masih banyak pendanaan secara kebijakan harusnya ada seperti di dana alokasi khusus bahkan DAU saja belum terealisasi disini,” tuturnya.
Fahmi menyebut DAU ditransfer ke pemerintah daerah yang bersifat umum dan bebas digunakan karena hingga saat ini belum ada ketetapan perihal anggaran 15 pers DAU ini harus digunakan untuk konservasi hutan walaupun indikatornya melihat tutupan hutan di daerah.
“Ini yang harus didiskusikan di tingkat daerah dan pusat. Apabila tidak dianggarkan, Pemerintah daerah akan mendapatkan pendanaan yang lebih rendah dibandingkan daerah-daerah yang tidak kaya hutan . Padahal Pemerintah Papua Barat Daya ini sangat bergantung pada tutupan hutan, dan juga tidak banyak investasi yang masuk ke PBD,” tutupnya.(rin)