INTAN JAYA – Sidang dengan agenda mendengar jawaban termohon KPU Kabupaten Intan Jaya Provinsi Papua Tengah atas sengketa Pileg DPRD Kabupaten Intan Jaya dan DPRD Provinsi Papua Tengah Dapil Intan Jaya telah bergulir di Mahkamah Konstitusi RI (MK RI), Selasa (7/5).
Calon DPRD Provinsi Papua Tengah, Septinus Tipagau S.IP, M.PA mengatakan bahwa dalam persidangan tersebut, KPU Intan Jaya tidak dapat membuktikan berita acara model C Hasil. Artinya, KPU Intan Jaya tidak memiliki BA model C hasil.
“Kami duga ada kecurangan ini, telah dipastikan bahwa PPD dan KPU Intan Jaya telah manipulasi suara Calon DPRD Provinsi Papua Tengah Dapil Intan Jaya di dua distrik yaitu distrik Homeyo dan distrik Wandae,” jelasnya kepada Radar Sorong, Rabu (8/5).
Kader Partai Golkar Dapil Papua Tengah Dua itu mempertanyakan jika hasil rekapan yang dibacakan bersumber darimana, sebab KPU Intan Jaya tidak memiliki berita acara model BA hasil tingkat KPPS dan PPS.
“Maka itu saya memohon dan meminta kepada Majelis Hakim MK bahwa KPU tidak punya berita Acara Model C Hasil berarti KPU harus membuktikan dengan suara dasar yang di peroleh Calon DPRD Provinsi Papua Tengah Dapil Intan Jaya dari partai PDIP dan Partai Garuda di dua distrik yaitu distrik Homeyo dan distrik Wandae,” tegas Alumni Universitas Gadjah Madah tersebut.
Septinus menuturkan majelis hakim harus meminta KPU Intan Jaya membuktikan perolehan suara berdasarkan hasil kesepakatan seluruh masyarakat.
“Agar hasil kesepakatan itu sebagai pengganti Berita Acara model C hasil yang bisa di rekap oleh PPD Distrik dalam Berita Acara Model D hiasil. Karena ketentuan sistem noken hanya berlaku di tingkat KPPS dan PPS atau di tingkat kampung, bukan di tingkat PPD atau KPU,” ujarnya.
Ia menuturkan Pileg Intan Jaya bakal menjadi stabilitas demokrasi dan menjaga Pemilukada serentak 2024, terutama di Papua Tengah dan lebih khususnya di Kabupaten Intan Jaya.
“Majelis Hakim harus tegaskan ketentuan sistem noken ini. Ketika Majelis Hakim MK tidak tegaskan hal ini mulai dari sengketa pemilu 2024 sekarang ibaratnya MK memelihara konflik. Maka lebih baik pemilu-pemilu kedepannya sistem noken harus tiadakan,” bebernya.
Septinus menilai bahwa adanya sistem noken tingkat penyelenggara yaitu PPD, KPU, Bawaslu, bahkan para elit-elit politik daerah ambil kesempatan untuk memanipulasi suara rakyat dengan suapan-suapan.
“Ini dapat merugikan hasil kesepakatan suara rakyat itu sendiri, maka yang terjadi adalah memicu konflik antar masyarakat, antar suku, antar kampung, akhirnya mengorbankan masyarakat yang tidak bersalah dan mengorbankan juga pembangunan fisik yang di bangun oleh pemerintah. Maka output dari semuanya ini adalah merugikan anggaran negara,” pungkasnya. (Rin)