Dinamika sosial saat ini, film “Vina: Sebelum 7 Hari” menjadi titik fokus yang menarik. Kisah nyata pemerkosaan dan pembunuhan Vina di Cirebon dalam film ini memunculkan antusiasme yang luar biasa dari penonton, mencapai angka 2,5 juta penonton dalam waktu 5 hari. Keberhasilan film ini tidak hanya menjadi prestasi bagi sineas, tetapi juga menempatkan pihak kepolisian dalam sorotan yang lebih tajam. Kisah ini memperlihatkan bahwa viralitas dapat menjadi katalisator yang menggerakkan roda keadilan. Dalam konteks ini, jargon “No Viral No Justice” menjadi semakin relevan. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan tidak selalu hanya bergantung pada proses hukum formal, tetapi juga pada dukungan dan tekanan sosial yang dihasilkan dari viralitas suatu kasus. Fenomena ini tercermin dalam berbagai kasus seperti Sambo, Mario Dandy, dan kontroversi seputar Bea Cukai, di mana media sosial seringkali menjadi alat bagi masyarakat untuk memperjuangkan keadilan dan akuntabilitas. Penting untuk mengakui bahwa sementara viralitas dapat mempercepat respons terhadap ketidakadilan, prinsip-prinsip hukum yang adil dan proses yang transparan tetap menjadi fondasi utama dalam mencapai keadilan yang sejati. Keseimbangan antara tekanan sosial dan integritas hukum merupakan tantangan yang harus diatasi demi mencapai keadilan.
Fenomena “No viral no justice”
Merupakan pernyataan yang mencerminkan kompleksitas hubungan antara viralitas, kesadaran publik, dan perjuangan untuk keadilan. Dalam era di mana informasi menyebar dengan cepat melalui media sosial dan teknologi digital, viralitas sering kali menjadi kekuatan yang mempercepat respons terhadap ketidakadilan. Kasus-kasus yang menjadi viral dapat menarik perhatian luas, memobilisasi dukungan, dan memaksa lembaga penegak hukum untuk bertindak. Namun, di balik kekuatan viralitas, pertanyaan etis dan hukum muncul. Apakah viralitas seharusnya menjadi penentu utama keadilan? Bagaimana memastikan bahwa kasus yang viral diperlakukan dengan adil tanpa terpengaruh oleh sensasi media? Pengantar ini akan mengeksplorasi dinamika kompleks antara viralitas dan keadilan, menyoroti peran penting kesadaran publik dalam memperjuangkan keadilan, sambil mengingatkan bahwa prinsip-prinsip hukum yang adil dan proses yang transparan tetap menjadi landasan utama dalam mencapai keadilan yang sejati.
Pentingnya media komunikasi saat ini di Indonesia tidak hanya terletak pada peran sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai pembentuk opini, penggerak perubahan sosial, dan sarana untuk memperluas jangkauan pesan-pesan positif. faktor yang menyebabkan ketidakpercayaan ini meliputi Kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem hukum saat ini, “perlakuan yang tidak adil” dan tidak konsisten dalam penegakan hukum seringkali membuat masyarakat meragukan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip keadilan, Proses hukum yang lambat dan berbelit-belit menyebabkan ketidakpuasan masyarakat dan membuat mereka mencari alternatif lain untuk mendapatkan informasi. Fenomena konten “viral” menjadi alternatif karena “mungkin” memberikan platform di mana masyarakat dapat saling berbagi informasi, membangun opini bersama, dan mengekspresikan ketidakpuasan terhadap sistem hukum yang dianggap tidak adil/tidak efektif atau mungkn memberikan “keadilan viralitas”. Meskipun demikian, penting untuk tetap mempertimbangkan keakuratan informasi dan sumber yang terpercaya dalam menghadapi konten viral yang seringkali dapat memperkuat atau merusak kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
Goldstein (Kapita Selekta Peradilan Pidana, Muladi. 1995) mengklasifikasikan kelemahan penegakan hukum menjadi tiga bentuk, yang salah satunya ialah kinerja total hukum, merujuk pada penegakan hukum sesuai dengan ketentuan tertulis guna mencegah praktik korupsi, Implementasi terbatas aspek teknis, seperti infrastruktur, sumber daya manusia, dan fasilitas. Contohnya, kendala administratif dalam birokrasi yang seringkali tidak dapat dielakkan. Pelaksanaan hukum sehari-hari merupakan gambaran dari keterbatasan kekuatan hukum dalam menegakkan aturan terhadap pelanggaran atau penyimpangan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Due Process of Law
Merujuk pada serangkaian prosedur yang terstruktur dengan tujuan memberikan landasan bagi aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan dan membuat keputusan tertentu dengan mempertimbangkan aspek-aspek hukum. Penerapan prinsip-prinsip Due Process of Law diharapkan dapat membentuk sistem peradilan pidana yang menghormati hak asasi manusia dan bersifat manusiawi. Adopsi prinsip-prinsip Due Process of Law dalam sistem peradilan pidana Indonesia merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan negara hukum yang menerapkan supremasi hukum yang sejati. Prinsip ini menekankan bahwa individu bertindak sesuai hukum tanpa campur tangan pihak lain dengan harapan dapat mengurangi tindakan sewenang-wenang (abuse of power) yang dilakukan oleh aparat. Pada intinya, konsep fundamental dari Due Process of Law adalah keyakinan bahwa aturan hukum memiliki kedudukan tertinggi. Dalam konteks kejahatan pidana, prinsip ini menegaskan bahwa tidak ada yang lebih tinggi dari aturan hukum pidana itu sendiri, sehingga setiap tindakan hukum harus berada di bawah kendali aturan tersebut.
Poin pentingnya adalah proses yang terstruktur di mana kesalahan, kekeliruan, dan kecurangan diminimalkan dalam proses tersebut. Dengan demikian mengurangi kesalahan dan kecurangan, guna mencapai tujuan dalam menciptakan keadilan yang ‘merata’ bagi masyarakat. Penegakan hukum difokuskan pada fakta-fakta yang ada, yang dapat menghilangkan asumsi dan kesalahan, sehingga proses hukum dapat mendorong pelaku untuk mengakui kesalahannya berdasarkan bukti yang objektif. Menghormati proses peradilan pidana dan putusan hakim merupakan aspek penting dalam menjaga supremasi hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Menghormati proses peradilan pidana berarti memastikan bahwa semua pihak, termasuk terdakwa, mendapat perlakuan yang adil, hak-haknya dihormati, dan proses hukum berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. menghormati proses peradilan memainkan peran penting dalam memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Hal ini juga mencerminkan komitmen negara untuk menjunjung tinggi keadilan, supremasi hukum, dan hak asasi manusia.
Due Process of Law yang mandiri
Menekankan bahwa prinsip tersebut tidak tergantung pada alat bantu seperti viralitas sosial media di segala platform-nya atau kesuksesan film layar lebar yang mencapai box office seperti halnya film berjudul Vina: Sebelum 7 Hari. Ini menekankan bahwa prinsip keadilan dan aturan hukum harus berdiri sendiri berdasarkan fakta, bukti, dan prosedur yang adil, tanpa dipengaruhi oleh popularitas, eksposur media, atau faktor eksternal lainnya. Prinsip ini menegaskan bahwa keadilan harus didasarkan pada ketentuan hukum yang objektif dan independen, tanpa terpengaruh oleh faktor eksternal yang bersifat komersial atau popularIni menekankan bahwa prinsip keadilan dan aturan hukum harus berdiri sendiri berdasarkan fakta, bukti, dan prosedur yang adil, tanpa dipengaruhi oleh popularitas, eksposur media, atau faktor eksternal lainnya. Prinsip ini menegaskan bahwa keadilan harus didasarkan pada ketentuan hukum yang objektif dan independen, tanpa terpengaruh oleh faktor eksternal yang bersifat komersial atau populer.
Masyarakat perlu menghormati proses peradilan sebagai fondasi penting dalam menjaga keadilan dan supremasi hukum, sementara aparat penegak hukum harus melakukan introspeksi dan pembenahan menyeluruh sebagai respons atas kasus yang menjadi viral, sebagai bentuk oto-kritik yang konstruktif. Dalam konteks ini, menghormati proses peradilan memberikan dasar bagi kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, sementara aparat penegak hukum perlu merespons dengan kritis terhadap kasus viral yang menimbulkan keraguan. Oto-kritik yang dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh aparat penegak hukum dapat menjadi langkah positif dalam memperbaiki sistem, memperkuat akuntabilitas, dan merestorasi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum.
Dr. (C) Muchlas Rastra Samara, S.H., M.H.
Candidate Doktor Hukum Universitas Diponegoro
Dosen Fakultas Hukum Untag Semarang
Senior Analyst Policy & Regulatory Institute