SORONG-Dalam rangka Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio tahun 2024, Kemenkes bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan UNICEF menggelar Advokasi dan Sosialisasi tahap 1 dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio.
Kegiatan berlangsung sejak Senin (13/5) hingga Selasa (14/5) di SwissbelHotel Sorong.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes), Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Papua Barat Daya (PBD), Dr.Naomi Netty Howay,SKM.M.Kes mewakili Pj Gubernur PBD Mohammad Musa’ad mengatakan bahwa Putaran pertama imunisasi dimulai tanggal 27 Mei 2024 kepada anak-anak berusia 0-7 tahun di 6 provinsi se-Tanah Papua.
“Kementerian Kesehatan RI melakukan sosialisasi dan advokasi bagi seluruh pemangku kepentingan stakeholder yang ada di tanah Papua. Karena terjadi KLB Polio yang ada di Provinsi Papua Pegunungan dan Papua Tengah, sehingga perlu dilakukan vaksinasi polio bagi seluruh anak-anak yang berusia 0 sampai 7 tahun di seluruh tanah Papua,” katanya.
“Kita bisa sama-sama sinergi untuk menolong anak-anak kita dalam mendapatkan vaksinasi polio nanti di posyandu, di Puskesmas, di rumah sakit maupun di tempat-tempat praktek dokter di seluruh tanah Papua,” sambungnya.
Khusus di Papua Barat Daya sebagai Kepala Dinas Kesehatan, kata Netty yang mewakili Pj Gubernur Papua Barat Daya berharap semua elemen proaktif termasuk semua ibu-ibu yang memiliki anak berusia 0 sampai 7 tahun.
“Karena provinsi kita ini merupakan Provinsi yang terletak di tempat yang strategis. Menjadi kota transit dimana semua daerah itu masuk bebas di sini. Karena kita tidak tahu jika ada anak-anak yang menderita penyakit tersebut dibawa atau ditularkan dari tempat lain. Kemudian datang di Papua Barat Daya ini, sehingga perlu ada pencegahan-pencegahan yang dilakukan,” ungkapnya
Kadiskes PBD, Netty, mengatakan bahwa semua obat telah siap dan sudah didistribusi ke kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat Daya sesuai dengan jumlah bayi balita yang diminta oleh kabupaten/kota masing-masing.
“Penyakit Polio ini sudah bebas di seluruh Indonesia sehingga kalau ada satu kejadian dianggap kejadian luar biasa, itu standar Kementerian Kesehatan. Sehingga harus dilakukan vaksinasi atau pencegahan supaya jangan sampai terjadi lagi di kabupaten/kota yang lain,” tegasnya.
Menurutnya, vaksinasi akan dilakukan 2 kali untuk anak-anak menerima imunisasi. Kemudian vaksinasi aman, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan dampak dari imunisasi tersebut. Dibandingkan dengan resiko dari penyakit yang bisa menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.
“Obat ini hanya menetes di mulut saja dan tidak ada dampak lain dan lebih baik dilakukan vaksinasi daripada tidak. Karena ini penyakit yang berkaitan dengan lumpuh layu dan pasien akan menjadi cacat seumur hidup dan juga bisa sampai kepada kematian,” tegasnya.
Kadiskes PBD Netty, menambahkan bahwa jika ada masyarakat yang ingin melakukan vaksinasi bisa ke Puskesmas, ke Posyandu bisa ke rumah sakit dan bisa ke dokter-dokter praktek.
“Tentunya kalau di Puskesmas, Posyandu dan Rumah sakit milik pemerintah ini gratis. Berbeda, kalau di swasta ya tidak gratis,” ungkapnya.
Kemudian, Ia mengimbau kepada Dinas Pendidikan untuk berkerja sama dengan Dinas Kesehatan kabupaten/kota karena menyangkut anak usia Paud/TK dan SD yang usia 4 hingga 7 tahun.
“Kami harap juga PKK punya peran. Karena PKK ini di situ ada Pokja 4 yang tahu betul ada ibu hamil di situ, ada bayi balita. Supaya bisa sama-sama dengan Dinas kesehatan karena bekerja begini bukan kerjanya bidang kesehatan saja. Tapi harus kolaborasi yang baik, dan sinergi kita,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Maxi Rein Rondonuwu, yang hadir melalui zoom meeting menyampaikan apresiasi terhadap kehadiran dan dukungan dari pemerintah dan stakeholder di seluruh tanah Papua.
“Penyakit ini berbahaya, bisa cacat permanen dan menyebabkan kematian. Oleh karena itu, tugas dan tanggung jawab kita menyelamatkan generasi kita kedepannya,” tegasnya.
Ia mengatakan Indonesia sebenarnya sudah mendapatkan sertifikat bebas Polio di tahun 2014.
“Namun ternyata masih terdapat kasus Polio di Jawa Barat, Jawa Timur, Aceh dan sekarang di Papua,” ungkapnya.
Diketahui bersama bahwa memang tahun 2020 sampai 2022, kita mengalami Pandemi Covid-19. Yang berdampak pada program imunisasi bayi dan balita termasuk cakupan imunisasi Polio.
“Hal ini menyebabkan anak-anak banyak yang tidak lengkap imunisasi dasarnya,” katanya.
Ia menambahkan bahwa Imunisasi Nasional tahap 1 dilakukan di 6 provinsi se-Tanah Papua. Sementara untuk tahap 2 akan dilakukan di 27 provinsi, mulai dari Sumatera Barat, Jambi, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Lampung DKI Jakarta, Banten, DIY, Bali, NTT, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku dan Maluku Utara.
“Ini dilakukan bertahap. Tujuan imunisasi untuk memutuskan transmisi virus polio dan penanggulangan KLB,” tegasnya.
Dari pantauan Radar Sorong, kegiatan dihadiri semua pemerintah daerah dan OPD terkait dari Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya kemudian melalui zoom meeting dihadiri pemerintah dan OPD terkait dari provinsi se-Tanah Papua.
Dalam kegiatan ditutup dengan penandatanganan pernyataan dukungan Lintar sektor/program dalam pelaksanaan PIN Polio tahap 1 Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya.(zia)