Kelly Kambu : Kalau Perlu Tiru Gaya Ahok, Berani Eksekusi-Bongkar-Gusur Demi Perbaikan Untuk Mengatasi Banjir yang Ibarat Penyakit Kanker Sudah Stadium IV
SORONG – Banjir yang melanda Kota Sorong beberapa hari lalu merupakan permasalahan klasik yang sudah sejak lama menghantui warga. Siklus banjir yang sebelumnya lima tahun sekali, lama kelamaan jadi dua tahun sekali, setahun sekali dan belakangan ini tidak lagi jadi siklus tahunan, melainkan kerap terjadi bila intensitas curah hujan tinggi dengan durasi lama.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu,ST,MSi berharap agar tidak perlu saling menyalahkan, karena permasalahan banjir ini merupakan tanggungjawab seluruh warga Kota Sorong. “Kota Sorong ini bukan kota baru, melainkan kota lama yang tumbuh dan berkembang. Kota ini secara ekonomi bertumbuh dengan baik, tetapi secara ekologi sakit. Analoginya, kalau ibarat kanker sudah stadium IV, sehingga untuk menyelesaikan masalah banjir di Kota Sorong ini tidak bisa dalam waktu satu dua tahun,” kata Kelly Kambu kepada Radar Sorong, Selasa (12/3).
“Kita butuh mungkin sepuluh atau dua puluh tahun untuk mengatasi masalah banjir. Mengapa butuh waktu lama, karena keterbatasan anggaran, juga karena factor alam sangat mempengaruhi. Banjir yang terjadi kemarin itu bertepatan dengan air pasang. Factor alam ini kita tidak bisa membendung air laut,” sambungnya.
Untuk meminimalisir masalah banjir lanjut Kelly, pemerintah provinsi Papua Barat Daya sudah membuka kanal di belakang bandara DEO, tapi itupun tidak cukup. “Berdasarkan RTRW Kota Sorong, kita perlu membuat beberapa bendungan/dam untuk mengatasi banjir di Kota Sorong ini. Di belakang bandara itu satu dam besar, kemudian di Malanu Arteri dan sekitarnya, serta di Km 10 Masuk dan sekitarnya. Tapi apakah ini bisa dikerjakan, ini jadi masalah, karena kondisi hari ini di lokasi yang rencananya untuk pembuatan Dam sudah terbangun pemukiman-pemukiman penduduk,” tutur Kelly.
Kondisi riil yang ada saat ini tentu saja ini jadi tantangan untuk calon pemimpin Kota Sorong ke depan. “Dibutuhkan keberanian pemimpin dan punya visi yang besar, kalau perlu pakai sedikit gaya Ahok waktu memimpin Jakarta, demi perbaikan untuk mengobati banjir yang ibarat kanker sudah stadium IV. Pemimpin harus berani eksekusi dan berani bongkar, gusur, harus terapkan gaya-gaya Ahok. Agak gila sedikit tidak apa-apa, untuk bisa menata ulang kota ini agar terbebas dari ancaman banjir yang tiap tahun mengintai. Kalau tidak, ya harus siap-siap, karena banjir di Kota Sorong ini pengulangan, dulunya mungkin lima tahun sekali, kemudian dua tahun sekali, sekarang setahun sekali, bahkan saat curah hujan tinggi dengan durasi lama dan bertepatan dengan air pasang, pasti banjir,” tegas Kelly.
Pihaknya di Dinas LHKP Papua Barat Daya menilai kapasitas daya dukung dan daya tampung kota ini memang sudah melampaui batas, dan untuk itu pembangunan di Kota Sorong ini harus mengacu pada RT RW. “Sampai hari ini apakah kota ini memiliki masterplant drainase, ini juga yang menjadi pertanyaan kami saat berada di Dinas Lingkungan Hidup Kota Sorong lebih kurang 10 tahun lamanya, masterplan drainase itu kami belum baca. Kami sering mengusulkan, dan kami berharap anggota DPRD yang terpilih nanti bisa berpikir bagaimana untuk mendukung pembangunan kota yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi karena ekonomi di Kota Sorong tumbuh dengan baik tanpa kita gerakkan bertumbuh dengan sendirinya, tapi ekologinya yang sakit,” tandasnya.
Pembangunan yang baik lanjut Kelly, antara ekonomi dan ekologi itu harus berimbang. Karena itu, konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan itu sudah harus diintegrasikan dalam perencanaan program dan kegiatan di Kota Sorong. “Kondisi sebelumnya, bangun dulu baru atur, sekarang itu tidak bisa lagi diterapkan. Harus atur dulu baru bangun. Dan pemimpin Kota Sorong kedepan harus berani mengambil kebijakan, kalau perlu kebijakan menyediakan dana ganti rugi pembebasan lahan untuk pembangunan dam, atau pembangunan kanal dan drainase yang baik. Mau tidak mau harus ada yang digusur. Kalau tidak, ya banjir tidak akan bisa ditangani,” tegasnya.
Selain itu, kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan juga sangat diperlukan untuk meminimalisir banjir, dengan tidak membuang sampah sembarangan. Sampah yang menutupi drainase, juga merupakan salah satu factor penyebab terjadinya banjir. “Botol-botol dan sampah yang bertebaran juga penyebab drainase tersumbat hingga mengakibatkan banjir. Botol-botol air mineral, botol bir dan sebagainya, apakah yang minum itu sapi sampai dibuang sembarang, kan bukan. Ini juga yang jadi masalah, kesadaran masyarakat kita untuk peduli lingkungan perlu ditingkatkan lagi,” tandasnya.
Mengenai pengerukan drainase, pihaknya sudah mengusulkan pengadaan eskavator mini minimal 6 unit, dua beroperasi di barat, dua di tengah kota dan dua di timur, untuk pengerukan drainase karena endapan material di drainase terus menerus terjadi. “Harus ada kajian lebih terperinci yang jadi acuan untuk melakukan pengerukan drainase, apakah tiga bulan sekali atau enam bulan sekali, harus ada kajian, harus ada data,” pungkasnya. (ian)