BINTUNI-Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni menetapkan oknum polisi berunisial FNE tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan satu unit mobil pemadam kebakaran untuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Teluk Bintuni tahun 2020. Akibat perbuatan tersangka, negara diduga mengalami kerugian Rp 1,2 miliar.
Kepala Kejaksaan Teluk Bintuni, Johny Artinus Zebua menjelaskan pihaknya menetapkan FNE sebagai tersangka pada Senin (25/3) usai diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni. Kajari mengatakan awalnya BPBD Kabupaten Teluk Bintuni telah menganggarkan Rp 2 miliar untuk pengadaan mobil Damkar tersebut.
“Pada tahun anggaran 2020 BPBD Kabupaten Teluk Bintuni telah mengganggarkan Pengadaan Mobil Pemadam Kebakaran (Damkar) dengan Pagu senilai Rp 2 miliar dan telah dilakukan pelaksaan kontrak pada tanggal 29 April 2020 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 1.985.000.000,00,” ujarnya.
Kajari mengatakan, FNE ini yang mencari dan meminjam perusahaan CV CHM untuk dapat mengerjakan pekerjaan pengadaan mobil pemadam kebakaran pada PBPD Kab. Teluk Bintuni tahun anggaran 2020. Singkat cerita, FNE pun memenangkan tender dan melakukan pegadaan mobil Damkar tersebut. Selanjutnya, pada Juli 2020 dilakukan pembayaran Rp 1,7 miliar.
“Jadi pada tanggal 27 Juli 2020 dilakukan pembayaran senilai Rp. 1.779.938.016. Bahwa setelah proses pencairan pada tanggal 30 Juli 2020 dan FNE yang langsung mengendalikan uang sebesar Rp. 1.779.935.000,” ujarnya
Namun pada kenyataannya mobil Damkar tersebut ditemukan kekurangan spesifik salah satunya tidak dilengkapi dengan surat kendaraan. Hal ini menimbulkan kecurigaan dan diindikasi merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar.
“Bahwa terkait pengadaan mobil damkar tersebut telah ditemukan kekurangan spefikasi. Bahwa telah ditemukan indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp. 1.2 M. Dan pada hari Senin (25/3) telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan kepada FNE,” ujarnya.
FNE ditetapkan tersangka berdasarkan surat penetapan tersangka nomor : KEP-23/R.2.13/Fd.1/03/2024 tanggal 25 Maret 2024 dan di tahan selama 20 hari di Rutan Polres Teluk Bintuni berdasarkan surat perintah penahanan nomor : PRINT-62/R.2.13/Fd.1/03/2024 tanggal 25 Maret 2024.
“Untuk mempermudah Penyidikan maka Penyidik melakukan penahanan selama 20 hari kedepan. Penahanan tersebut dilakukan, melalui syarat obyektif dan subyektif menurut KUHAP dalam Pasal 21 antara lain, syarat subjektif adalah tersangka dikhakwatirkan akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Syarat objektif tindak pidana tersebut dapat diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih,” paparnya.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Primair : Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidair : Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(rin)