SORONG – Senator dan juga calon anggota DPD RI Sanusi Rahaningmas, S.Sos M.M. SI.p menilai, pelaksanaan Pemilu 2024 ini tidak efektif bahkan dianggap sebagai Pemilu yang amburadul dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Sanusi yang calon incumbent DPD RI mengatakan demikian karena menurutnya cukup banyak terjadi kesalahan, mulai dari pendataan pemilih, sampai penentuan daftar pemilih tetap ( DPT) yang diacak tidak sesuai dengan alamat warga.
Selain itu rekrutmen KPPS yang dinilai masih banyak yang kurang berpengalaman sehingga banyak teterjadi kesalahan-kesalahan mulai dari tingkat TPS hingga ke tingkat PPD akibatnya menjadikan tahapan perhitungan suara semakin terlambat. “Ini harus menjadi evaluasi buat negara, karena dari tahun ke tahun, dari Pemilu ke Pemilu, menurut saya sejak saya mengikuti Pemilu, yang baru pernah terjadi, Pemilu yang sangat tidak efektif dan sangat amburadul itu Pemilu tahun ini,”ujar Sanusi Rahaningmas yang ditemui saat memantau rekapitulasi di Distrik Aimas Senin malam (19/2) pukul 22.00 Wit.
Karena daftar pemilih diacak, tidak sesuai dengan tempat tinggal, saat menyalurkan hak pilihnya, Sanusi mengatakan dari RT tempat tinggalnya, Ia mencoblos di di RT yang lain. “Ini yang kemarin saya alami sehingga perlu ada evaluasi kedepan sehingga menjadi perhatian bagi pemerintaha dalam hal presiden, penyelenggara, KPU, Bawaslu RI dan seluruh jajaran sehingga masyarakat tidak dikorbankan dari waktu ke waktu,”ujar Sanusi Rahaningmas.
Lebih lanjut, Sanusi Rahaningmas yang berciri khas batik merah ini menyoroti soal anggaran Pemilu. Menurutnya, pemerintah harus merubah regulasi terkait dengan anggaran penyelenggaran Pemilu. Hal ini dikatakan karena di tingkat atas, anggaran Pemilu sangat besar, namun sampai di tingkat bawah anggarannya semakin kecil.
Ia pun mencontohkan honor KPPS dan PPD sangat tiak memadai dengan kerja mereka yang betul-betul menguras energi. “Artinya anggaran besar itu harus betul-betul bisa memberi ruang untuk teman-teman di tingkat KPPS, PPD supaya mereka juga bisa menikmati. Karena kerja mereka itu luar biasa,”imbuhnya.
Banyaknya kesalahan yang ditemukan dalam rekapitulasi perhitungan suara tentunya tergantung dari KPPS. Karena banyak yang kerja atau perhitungan suara sampai malam hari sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan, terutama terkait jumlah DPT, daftar pemilih dan perolehan suara sah dan tidak sah. “Itu banyak kita hadapi hari ini,”tandas Sanusi Rahaningmas.
Sebagai solusi dari dari banyaknya kesalahan yang terjadi dalam Pemilu 2024 ini, Sanusi pun berharap kepada pemerintah agar pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres ) tidak bersamaan dengan Pemilu Legislatif (Pileg). “Kalau bisa Pilpres sama dengan Pilkada dan Pileg itu tersendiri, karena apa, karena rumitnya cara kerja di lapangan yang kita lihat,”ujar Sanusi Rahaningmas.
Lebih lanjut Sanusi mengatakan, dalam rekapitulasi perhitungan suara, seyogyanya KPPS menyelesaikan pekerjaannya dari pagi sampai malam, tapi kenyataannya bisa sampai 2 hari bahkan lebih.
Lambatnya proses rekapitulasi karena dalam rekrutmen, anggota KPPS yang umumnya anak muda, dari kaum milenial belum berpengalaman, dan tidak dibekali dengan Bimtek atau pelatihan KPSS yang mendalam, sehingga terjadi banyak kesalahan dalam penulisan di C1 Plano. “Mereka banyak yang tidak mengerti dari tata cara pengisian . C1 Plano itu kan semestinya tidak boleh ada tanda typex dan lain-lain tapi ada juga terjadi di KPPS tertentu. Ini harus menjadi evaluasi bagi penyelenggara khususnya KPU dan Bawaslu RI kedepan,”ujarnya., “Yang saya titikberatkan pertama adalah berikan anggaran kepada petugas KPPS dan PPD itu sesuai dengan apa yang mereka kerjakan di lapangan. Jangan anggaran ini habis di tingkat-tingkat atas, tapi mereka itu harus dibekali anggaran yang cukup sehingga mereka juga bekerja sungguh-sungguh dan mendapatkan hasil yang baik,”imbuh Sanusi Rahaningmas.
Dari honor dan dana operasional di tingkat PPS dan PPD yang sangat minim, tidak sebanding dengan kerja mereka dari pagi sampai pagi, Sanusi berharap hal ini harus menjadi perhatian serius dari pemerintah Dengan aplikasi modern diterapkan dalam tahapan Pemilu 2024 namun masih ditemukan ada kesalahan, yang tersaji tidak sesuai dengan yang ditemukan di lapangan secara langsung atau yang ditemukan di C1 plano.
“Dengan demikian ini yang perlu menjadi evaluasi. Pemilu itu memang kepentingan, tapi jangan kepentingan itu kemudian melahirkan kecurangan. Dari kecurangan itu bisa melahirkan kisruh. Dan kalau terjadi kisruh , apalah artinya demokrasi di Indonesia ini,”ujar Sanusi Rahaningmas.
Ia berharap Pemilu kali ini menjadi sebuah evaluasi bagi negara, bagi penyelenggara, bagi pemerintah pusat khususnya bagi presiden yang diharapkan Pemilu 5 tahun mendatang, presiden jangan lagi cawe-cawe untuk memenangkan salah satu pasangan kandidat. “ Presiden juga jangan ikut campur dalam pemilihan, baik itu Pilpres, Pileg maupun Pilkada. Presiden sebagai simbol negara harus netral dan bisa mengayomi semua penyelenggara maupun semua kandidat, baik itu capres-cawapres, caleg-caleg DPR RI maupun DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota,”tandasnya.
Dengan adanya netralitas dari kepala negara , penyelenggaran Pemuli menunjuykkan negara Indonesia ini betul-betul menerapkan negara demokrasi. Dan negara demokrasi itu orang yang bekerja dengan jujur, adil, sehngga hasil Pemilu bisa melahirkan para pemimpin yang adil.
Sanusi Rahaningmas juga berharap kepada para stakeholder, para pemimpin kepala daerah , jangan karena presidennya sudah cawe-cawe sehingga kepala daerah juga ikut cawe-cawe dalam hal kepentingan-kepentingan tertenti di daerah. “Saya harap ada sebuah netralitas sehingga memberikan pembelajaran politk yang baik kepada masyarakat di Indiensia dan lebih khusus yang ada di Provinsi Papua Barat Daya,”ujarnya. “Dalam Pemilu ini, jujur saya sampaikan, segelintir orang melakukan transaksi money politik dengan terang-terangan. Tidak sembunyi-sembunyi lagi, mereka dari jalan ke jalan, dari supermarket ke supermarket mereka bagi-bagi uang dan itu secaara terang-terangan,”sorot Sanusi.
Menyinggung tentang perolehan suara Caleg DPD yang dalam real count KPU, suara Sanusi Rahaningmas masih di bawah calon anggota DPD lainnya, Sanusi mengatakan perolehan suara masih dalam tahap rekapitulasi. “ Kalau saya secara pribadi menilai bahwa yang dimunculkan di real count KPU itu berbeda dengan data yang kita miliki. Contoh seperti hari ini, perolehan suara saya di real count bar sebatas 6.000 sekian, padahal sesuai C1 plano, itu suara saya yang masuk itu sudah diatas 20 ribuan. Itu yang saya dapatkan dari saksi semua daerah itu dari hasil C1 plano . Itukan hasil yang positif, hasil yang akurat yang ditandatangani oleh KPPS mauapun dari saksi itu sendiri,”ulasnya.
Tidak percaya dengan real count KPU yang dinilai bisa mengelabui orang, Sanusi Rahaningmas mengatakan hasil rekapitulasi perhitungan suara dari KPPS kemudian ke tingkat PPD dan KPU itulah yang akan dipegang teguh. “Dan saya secara pribadi berjuang maksimal, berdoa, kemudian kita bertawakkal serahkan pada Allah SWT , kalau itu menjadi yang terbaik bagi Allah kita terima dan kalau itu menjadi sebuah keuntungan bagi kita , kita terima tapi kalau Allah berkerhendak lain kita pun harus legowo, terima dan menghargai keputusan itu sepanjang perhitungan suara itu dilakukan dengan benar, jujur tanpa mendeksredikan pihak-pihak tertentu atau caleg-caleg tertentu. (ros)