Oleh: Tutus Riyanti
(The Voice of Muslimah Papua Barat Daya)
Kaburnya 53 orang Narapidana (Napi) di Lapas Kelas IIB Kota Sorong Provinsi Papua Barat Daya di awal Januari 2024, masih menjadi tranding topik hingga saat ini. 11 orang napi berhasil diamankan, sedangkan 42 orang napi masih berkeliaran diluar.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Sorong Manuel Yenusi menjelaskan, para napi ini kabur dari penjara usai ibadah Minggu (7/1) pada pukul 11.30 WIT. “Jadi setelah mereka selesai ibadah hari Minggu, kemudian selang beberapa menit terlihat sejumlah nara pidana berusaha menyerobot petugas di pintu penjagaan, dan berhasil kabur” beber Manuel. (humas.polri.go.id, 9/1/2024)
Masyarakat Sorong Raya pasti sangat khawatir dan takut dengan kondisi lepasnya para napi tersebut. Rasa aman, nyaman, dan ketentraman masyarakat terusik. Karena bisa jadi para napi yang masih kabur berada di tengah-tengah pemukiman, dan bisa jadi melakukan hal-hal yang mengganggu keamanan masyarakat.
Tindak kriminalitas dari hari ke hari semakin meningkat. Tren kriminalitas sepanjang 2023 di wilayah hukum Polresta Sorong Kota, Papua Barat Daya mencapai 1.082 kasus. Kapolresta Sorong Kota Kombes Pol Happy Perdana Yudianto menyebut, dari jumlah tersebut sudah tuntaskan sebanyak 834 kasus, dan terdapat 564 kasus masih menunggak yang harus dituntaskan pada 2024. (Video.tribunnews.com,1/1/2024)
Hal ini membuktikan bahwa berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, telah gagal menjamin keamanan dan keselamatan masyarakat. Kegagalan kebijakan ini tidak lepas dari sistem aturan sekuler kapitalisme yang diterapkan di negara ini. Yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, bahkan memisahkan agama dari negara. Sehingga hanya menjadikan ego pribadi dan keuntungan materi sebagai standar kebahagiaan. Karenanya wajar, jika keamanan dan ketentraman rakyat bukan menjadi prioritas negara.
Sistem sekuler kapitalisme juga memberi andil dalam meningkatnya tindak kriminalitas. Karena sistem sanksi yang diterapkan tidak menjerakan dan tebang pilih. Bahkan memungkinkan terjadi transaksi didalamnya. Sistem ini adalah hasil pemikiran dan kesepakatan manusia yang berlindung atas nama HAM. Wajar jika sistem ini diterapkan atas manusia, maka akan mengancam keamanan dan membahayakan manusia.
Keamanan Terjaga dalam Islam
Jika sistem sekuler kapitalisme tidak bisa menjaga keamanan manusia, maka berbeda dengan sistem Islam yang telah terbukti memberikan rasa keamanan yang luar biasa kepada manusia, baik muslim atau non muslim.
Hal ini diakui oleh Will Durant, seorang Sejarawan Barat, dalam bukunya: “The Story of Civilization, Vol.XIII, hal.151”, dia mengatakan: “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya, dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”
Dalam Islam, yang disebut sebagai tindak kriminalitas itu adalah terjadinya pelanggaran terhadap hukum syariah Islam. Imam al-Mawardi menjelaskan: “Kriminalitas (jarimah, jamak:jaraim) adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’, dan diancam oleh Allah SWT dengan hukuman had atau ta’zir”.
Syaikh Abdurahman al-Maliki dalam kitabnya Nidzamul Uqubat menjelaskan bahwa sanksi dalam Islam terbagi menjadi 4 jenis:
1. Hudud, yaitu sanksi kejahatan yang terdapat hak milik Allah. Dan hukumannya telah ditentukan oleh Allah SWT. Hudud hanya dijatuhkan kepada pelaku zina, liwath (homoseksual dan lesbian), qadzaf (menuduh orang lain berzina), minum khamr, pencurian, murtad, hirabah, bughat. Semua akan dihukum sesuai penjelasan dalil syariah.
2. Jinazat, yaitu penyerangan atau penganiayaan terhadap manusia. Penyerangan pada manusia ada 2 macam: (a) Penyerangan terhadap jiwa (pembunuhan), diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu pembunuhan disengaja, mirip disengaja, tidak disengaja, karena ketidaksengajaan. (b) Penyerangan terhadap organ tubuh. Sanksi dari jinazat ada 3 macam: qishash, diyath, kafarah.
3. Ta’zir, yaitu sanksi atas kemaksiatan yang didalamnya tidak ada had dan kafarah. Sanksi ini diberikan kepada setiap: pelanggaran terhadap kehormatan, penyerangan terhadap nama baik, tindakan yang bisa merusak akal, penyerangan terhadap harta milik orang lain, gangguan terhadap keamanan atau privacy, mengancam keamanan negara, kasus yang berkenaan dengan agama, dan kasus-kasus ta’zir lainnya. Hukuman diberikan sesuai ketetapan dari Khalifah atau Qadhi, dengan mempertimbangkan kasus, pelaku, politik, dan sebagainya.
4. Mukhalafat, yaitu tidak menaati ketetapan yang dikeluarkan oleh negara, baik berupa larangan atau perintah.
Demikianlah, kasus kriminalitas dalam sistem Islam cepat terselesaikan secara tuntas, efektif dan efisien, tanpa harus memasukkan ke penjara. Kalau pun ada kriminalitas yang berujung sanksi penjara, tentu Islam akan memberikan sanksi yang tegas didalam lapas. Sehingga kejahatan tidak akan terjadi didalam lapas. Pembinaan juga akan diberikan untuk meningkatkan rasa takut berbuat kejahatan, serta memperkuat ketakwaan kepada Allah SWT.
Sistem sanksi dalam Islam juga bisa memberikan efek jawabir (sebagai penebus dosa bagi pelaku) dan efek zawajir (mencegah masyarakat berbuat kriminalitas serupa). Pelaksaan sanksi juga akan dilaksanakan ditengah-tengah kaum muslimin. Misal, seorang pencuri akan dipotong tangannya dihadapan kaum muslimin. Hal ini akan membuat ngeri bagi yang menyaksikan, dan membuat malu pelakunya, sehingga memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain agar tidak mengulangi hal yang sama.
Oleh karena itu, sistem Islam adalah satu-satunya sistem yang luar biasa menjaga keamanan bagi manusia, baik muslim atau non muslim. Tidak hanya menjaga keamanan, sistem Islam juga akan memberikan kesejahteraan, keadilan, dan membawa rahmat bagi seluruh alam.(***)