Distrik Konda yang berada di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya menjadi perhatian khusus bagi Bupati Sorong Selatan Samsuddin Anggiluli, yang ingin memajukan generasi emas Papua pada 2045 melalui anak-anak yang telah putus sekolah dan yang bersekolah namun berhenti sekolah agar mendapatkan pendidikan yang layak dengan membentuk karakter anak-anak Asli Papua sejak dini.
HAL tersebut berdasarkan dari penelitian Tim Universitas Negeri Papua (UNIPA) yang diketuai oleh Agus Sumule. Dimana terdapat ribuan anak yang tidak bersekolah termasuk yang putus sekolah.
Diketahui Konda adalah sebuah distrik yang terletak di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, Indonesia. Distrik ini mencakup wilayah seluas 612,70 km². Pada tahun 2019, terdapat 2.517 jiwa yang menempati distrik ini. Jarak tempuh dari Kota Sorong ke Kabupaten Sorong Selatan menggunakan kendaraan roda empat memakan waktu 3.5 jam dan dari Kabupaten Sorong Selatan ke Distrik Konda 1.5 jam.
Bupati Sorong Selatan, Samsuddin Anggiluli menjelaskan bahwa di Kampung Konda yang berada di Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua Barat Daya ini dari Universitas Papua telah merekomendasikan, ada 15 Kecamatan dan 121 kampung termasuk Kampung Konda untuk menerapkan sistem belajar mengajar Sekolah Sepanjang Hari.
“Mereka merekomendasikan kita, di Provinsi Papua Barat Daya untuk memulai Sekolah Sepanjang Hari ini dan dipilih adalah SD Inpres 11 Konda. Kenapa harus SD Inpres 11 Konda karena mungkin ada ketersediaan Listrik, Air dan Internet. Kemudian dekat dengan pusat pemerintahan sehingga dipilihlah Konda ini sebagai kita uji coba atau pilot Project,” jelasnya.
Bupati Sorong Selatan mengaku pasca 2 bulan menerapkan Sekolah Sepanjang Hari sejak Oktober, telah nampak perkembangan yang lebih baik dari anak-anak yang sekolah.
“Inikan kita baru mulai dari tanggal 16 Oktober dan berakhir di Desember. Pada bulan November Puji Tuhan, Alhamdulillah perkembangannya luar biasa,” ungkapnya.
“Anak-anak baru mulai, mereka sudah luar biasa perkembangannya. Jadi tahun depan kita sudah mulai membangun fasilitas sarana prasarana yang memadai,” sambungnya.
Bupati Anggiluli berharap kepada Anak-anak Papua terutama lewat SSH ini selesai, diharapkan mampu membaca, menulis, berhitung dan juga bisa berbahasa Indonesia yang bagus dan benar.
“Kita harus punya model pendidikan yang kita buat di Tanah Papua ini, sehingga anak-anak Papua karakternya dibentuk, kesehatannya juga bagus dan kecerdasannya juga bisa dibentuk. Melalui Sekolah Sepanjang Hari,” tegasnya.
Menurutnya, kalau anak-anak yang berada di kampung sebanyak 85 persen bisa dibentuk karakternya, kecerdasannya dan juga pengetahuannya.
“Karena ada 7.000 Anak Asli Papua yang usia sekolah tidak sekolah, ada yang sekolah tetapi putus sekolah, sehingga saya berfikir tahun 2045 nanti kita Indonesia emas,” katanya.
Lanjutnya, Kalau anak-anak ini kita tidak siapkan hari ini, maka akan menjadi tantangan berat untuk kita kedepannya.
“Tetapi kalau kita siapkan pendidikan dengan baik, maka InshaAllah akan menjadi peluang yang besar bagi kita punya anak-anak Papua untuk menjadi generasi emas di tahun 2045,” ungkapnya.
Bupati Anggiluli menambahkan bahwa kedepannya pihaknya berencana mencari SD mana lagi yang akan kita terapkan Sekolah Sepanjang Hari.
“Infrastruktur ini kita suda mulai membangun rumah-rumah guru, ruang guru, ruang komputer, toilet, kamar mandi, dapur. Kegiatan-kegiatan fisik 2024 kita arahkan semua kesini untuk membangun SSH dan juga jalannya,” ujarnya.
Dikatakan juga melalui SSH ini anak-anak bisa sekolah dengan baik karena pagi hari mereka sarapan, siang hari mereka makan siang. Dibanding sekolah biasa, anak-anak kadang tidak sekolah karena masalah belum makan.
“Kenapa anak-anak ini tidak sekolah dengan baik karena masalah perut, makanya dengan SSH ini kita harus siapkan makannya yang bergizi dan berprotein. Sehingga dapat merubah karakternya,” tegasnya.
Dikatakan Bupati Sorong Selatan ini bahwa Sebenarnya dari pemerintah, memiliki otsus, punya regulasi, punya dana otsus.
“Kita pakai dana otsus untuk membangun. Tapi kita juga ada sharing dari provinsi dan menunggu dari Tim BP3OKP lagi dan komunikasi lagi oleh Wapres untuk presentase. Sehingga pemerintah pusat juga memberikan sharing,” ujarnya.
Sementara itu, Pengawas SSH Pilot Project SSH, Yandra Simberi, menjelaskan Untuk Program SSH Mulai tanggal 16 Oktober sampai nanti berakhir 16 Desember 2023. Untuk Program SSH ini kita ada tenaga dari Unipa FKIP Keguruan dan Pendidikan terdiri dari 6 orang dengan di tambahan dari guru-guru P3K di sekolah Konda.
“Kalau secara umum SSH masuk dalam jadwalnya dari jam 12:00 WIT sampai 17:00 WIT itu literasi, sedangkan sekolah normal dari jam 07:00 WIT sampai 12:00 WIT,” katanya.
Dijelaskan SSH diajarkan agar anak-anak disiplin, baik waktu mandi, waktu sarapan, waktu ibadah dan waktu sekolah.
“SSH masuk dalam program untuk makan, minum itu mulainya dari pagi sampai sore, paginya sarapan dan siangnya makan siang dan sore kembali snack,” ujarnya.
Dari pantauan Radar Sorong penerapan SSH yakni anak-anak datang jam 5 pagi atau 05.30 WIT kemudian langsung mandi. Selain itu, seragam sudah disiapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan di sekolah.
Kemudian ada perlengkapan mandi bahkan deodoran pun ada di masing-masing lemari kecil yang tertera nama mereka. Selanjutnya pada jam 06.30 WIT, mereka akan ibadah bersama. Pukul 06.45 WIT sampai 07.30 WIT sarapan. Yang mana makanan yang dimasak oleh masyarakat setempat, setelah itu anak-anak akan dibiasakan mencuci piring dan mereka diarahkan untuk masuk jam pelajarannya Normal. Kemudian pada jam 12:00 WIT diterapkan SSH.
Namun, mereka harus mengganti seragam, seperti baju biasa karena seragam sekolah mereka akan dicuci oleh masyarakat setempat yang diberdayakan untuk mencuci sehingga bisa langsung kering, agar bisa dipakai kembali besok hari.
“SSH ini tersedia makan minum, seragam sekolah yaitu sepatu, dasi, topi dan buku-buku. Jadi anak-anak datang taunya hanya ke sekolah saja. Jadi barang-barang mereka taruh di ruangan yang disediakan, nanti pagi mereka datang lalu mengambilnya. Jadi mereka tidak diperbolehkan bawa pulang, karena memang sudah di siapkan oleh SSH,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa untuk perkembangan ada kemajuan, yang dulunya yang tidak bisa membaca tetapi sekarang sudah bisa membaca.
“Itu di kelas penyetaraan yang memang awalnya berat seperti tidak mengenal abjad, tapi Puji Tuhan sekarang ada perkembangan masuk di dua bulan,” ungkapnya.
Menurutnya, di SD Konda ini memang membutuhkan SSH. Dalam artian uji coba program SSH yang pertama ini dilakukan di SD Inpres 11 Konda.
“Penyetaraan yang putus sekolah datanya 19. Penyetaraan rata-rata usia 10-12 tahun, adapun yang sampai 17 tahun. Ada yang sudah kelas 6, ada yang sudah seharusnya di SMP dan SMA,” katanya.
Kepala Sekolah SD Inpres 11 Konda Kabupaten Sorong Selatan, Selina Salossa.S.Pd mengatakan bahwa sejak sekolah SD Inpres 11 Konda hadir, pihaknya menghadapi banyak kekurangan, seperti jarak jauh dari kota.
“Ini kita berada di pesisir pantai, itupun tidak ada perhatian khusus dari pemerintah, seketika berjalan kami menghadapi kekurangan. Kami terus ada untuk menjalankan tugas sesuai dengan amanat kami sebagai guru,” katanya.
“Kami merasakan ada sesuatu yang jatuh dari langit, kami percaya bahwa Tuhan tidak berdiam diri dengan pendidikan di tanah ini, makanya Tuhan utus memberikan terbaik untuk kami di sekolah SD Inpres 11 Konda dengan sekolah sepanjang hari,” sambungnya.
Menurutnya, kehadiran sistem Sekolah Sepanjang Hari membuat SD Inpres 11 Konda mengalami perubahan besar mengalami perubahan besar dari ketinggalan pendidikan disini, terutama orang tua yang mayoritas adalah nelayan.
“Anak mereka kadang ada yang tidak sekolah, karena kehidupan orang tua nelayan. Sehingga mereka kadang ikut membantu, atau orang tua tidak perhatian. Sehingga SSH ini hadir, mendatangkan perubahan, apa yang mereka hadapi di rumah tidak sama dengan dihadapi di sekolah sepanjang hari,” ungkapnya.
“Mereka datang jam 5 subuh di sekolah. Mereka di rumah belum sarapan pagi, tapi mereka datang disini mereka bisa sarapan pagi. Kemudian sebelum sarapan pagi, mereka mandi disini kemudian dilanjutkan dengan ibadah pagi. Setelah itu baru mereka sarapan,” ungkapnya.
“Kami percaya bahwa sekolah sepanjang hari ini suatu kemurahan Tuhan terutama kami di kampung Konda ini. Sebelumnya mereka datang ke sekolah susah, nanti guru yang ajak ke sekolah baru murid mau datang ke sekolah. Tapi sekarang mereka datang sendiri,” sambungnya.
Salah satu orang tua Murid Mama Rike, menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan atas program Sekolah Sepanjang Hari yang diterapkan di Kampung Konda.
“Semoga dengan Melinda bersekolah lagi, dia bisa menggapai cita-citanya. Terima kasih pak Bupati yang sudah berbaik hati menghadirkan sekolah sepanjang hari bagi anak-anak kami,” ungkapnya.
Menurutnya, sebelumnya anak-anak belum kenal huruf dengan baik sekarang sudah mengenal huruf dengan baik. Yang mana dilatih membaca dan menulis sehingga mereka senang dengan sekolah yang sekarang.
“Kami orang tua berdoa untuk mereka agar menjadi orang yang baik. Semangat buat belajar dengan mengejar cita-cita. Terima kasih juga untuk bapak Bupati Anggiluli karena sudah datang lihat kita punya sekolah dengan baik,” pungkasnya.
Salah satu siswa, Abner yang pernah bersekolah tapi keluar di kelas 1 SD. Kemudian pada saat itu belum tahu membaca, namun sekarang dirinya mengaku telah mengetahui cara membaca.
“Saya sudah tahu membaca sekarang, sebelumnya saya tidak tahu. Senang bisa bersekolah lagi, ada teman baru, dikasih makan juga. Tapi sebelumnya saya dan teman-teman mandi, kita diberikan perlengkapan sekolah seperti seragam, tas dan sepatu. Cita-cita saya menjadi seorang guru. Terima kasih bapak dan ibu guru, terima kasih bapak Bupati yang membantu hadirkan Sekolah Sepanjang Hari,” ungkapnya.
Hal senada dikatakan Martince yang berusia 10 tahun. Dirinya bercerita bahwa sempat berhenti sekolah juga.
“Saya senang sekolah disini. Saya juga sudah tahu membaca dan cita-cita saya sebagai Perawat. Saya senang sekolah disni. Kita diajarkan disiplin disini, waktu mandi tertib, waktu makan tertib dan waktu belajar juga diatur secara tertib,” ungkapnya.
Dari pantauan Radar Sorong, anak-anak nampak bahagia dan sangat antusias mengikuti pembelajaran SSH. Mereka juga diajarkan memasak dari bahan lokal seperti Papeda yang terbuat dari Sagu.
Mulai dari anak-anak dan para orang tua serta guru-guru di Distrik Konda Kabupaten Sorong Selatan berharap program Sekolah Sepanjang Hari terus berlanjut, karena mampu mengubah cara pandang mereka terhadap pendidikan yang diterapkan tidak seperti dan dirasakan tidak membosankan.
“Kita diajarkan untuk menghargai waktu dan yang diberikan kepada kita dengan baik. Kita suka belajar begini terus supaya tidak bosan,” kata siswa Penyetaraan di SSH.*