KPK Amankan Barang Bukti Rp1,8 M, dan 1 Jam Tangan Rolex
SORONG– Setelah digelandang ke Jakarta pada Senin (13/11), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) akhirnya menetapkan Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa suap senilai Rp 1, 8 Miliar.
Selain Pj Bupati Sorong, dari 6 tersangka yang ditetapkan oleh KPK, salah satunya adalah Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Papua Barat PLS. Kasus dugaan suap ini terkait dengan upaya untuk mengkondisikan temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan bahwa kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi berupa suap ini untuk mengkondisikan temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya.
“Tepatnya hari minggu KPK telah melakukan upaya tindakan tantangan terhadap para pihak yang melakukan tindak pidana korupsi di salah satu kabupaten provinsi di Papua Barat Daya,” kata Ketua KPK pada jumpa pers yang dilakukan di Gedung Merah Putih yang disiarkan secara langsung pada kanal Instagram KPK RI, Senin (14/11).
Lanjut dikatakan, bahwa Kondisi ini tentu kita semua terpanggil dengan penuh rasa keprihatinan. Karena dari catatan KPK sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2023 telah dilakukan upaya tangkap tangan dan pemberantasan korupsi kepala daerah yang ada di daerah Papua. setidaknya ada 9 orang. “Mudah-mudahan hari ini Pj Bupati Sorong merupakan yang terakhir, karena ini adalah upaya kita untuk melakukan pembersihan negeri Ini dari praktek-praktek korupsi,” tegasnya.
Ketua KPK menjelaskan uraian singkat terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji berupa suap, dalam rangka mengatur temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya.
“Yang mana dalam kegiatan tangkap tangan tersebut, KPK telah melakukan pengamanan terhadap 10 orang pada hari Minggu tanggal 12 November 2023 yang dilakukan di Kabupaten Sorong dan di wilayah Jakarta, ” kata Firli.
Adapun kronologis sebagai wujud respon atas adanya informasi dari masyarakat pada Minggu, 12 November 2023, Tim KPK memperoleh informasi akurat terkait penyerahan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari YPM kepada AH, DP dan DFD sebagai perwakilan PLS (Kepala BPK Perwakilan Papua Barat) bertempat disalah satu hotel yang ada di Sorong.
“Tim KPK segera bergerak dan terbagi menjadi 2 tim untuk langsung mengamankan YPM, ES, MS, AH, DP di Sorong sedangkan untuk PLS diamankan di Jakarta,” katanya.
Dari kegiatan tersebut, kata Firli kemudian Tim KPK juga mengamankan uang tunai sejumlah sekitar Rp 1,8 Miliar dan 1 unit jam tangan merek Rolex. “Selanjutnya para pihak yang diamankan beserta barang bukti dibawa ke gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut secara intensif,”jelasnya.
Ketua KPK juga menjelaskan adapun, konstruksi perkara, diduga telah terjadi yakni berdasarkan kewenangan BPK RI dalam Undang-Undang yang diantaranya berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan laporan keuangan di seluruh Pemerintah Daerah dan salah satunya di Provinsi baru yaitu Papua Barat Daya.
“Kemudian, sebagai tindak lanjutnya salah satu pimpinan BPK menerbitkan surat tugas untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang lingkup pemeriksaannya diluar keuangan dan pemeriksaan kinerja,” ungkapnya.
Dalam surat tugas tersebut, kata Firli bahwa komposisi personilnya yaitu PLS selaku penanggung jawab, AH selaku pengendali teknis dan DP selaku Ketua Tim untuk melakukan pemeriksaan kepatuhan atas belanja daerah TA 2022 dan 2023 pada Pemerintah Daerah Sorong dan instansi terkait lainnya di AIMAS termasuk Provinsi Papua Barat Daya. Kemudian, dari hasil temuan pemeriksaan PDTT di Provinsi Papua Barat Daya khususnya di Kabupaten Sorong diperoleh adanya beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Atas temuan dimaksud, sekitar bulan Agustus 2023 mulai terjalin rangkaian komunikasi antara ES dan MS sebagai representasi dari YPM dengan AH dan DP yang juga sebagai representasi dari PLS,” ungkapnya. Lanjut dituturkan, adapun rangkaian komunikasi tersebut diantaranya pemberian sejumlah uang agar temuan dari tim Pemeriksa BPK menjadi tidak ada,” jelasnya.
“Terkait teknis penyerahan uang dilakukan secara bertahap dengan lokasi yang berpindah-pindah diantaranya di hotel yang ada di Sorong,” sambungnya.
Dijelaskan Ketua KPK RI bahwa dengan adanya kepercayaan masyarakat yang melaporkan pada KPK terkait dugaan tindak pidana korupsi dengan dilengkapi informasi dan bahan yang valid, KPK langsung mengumpulkan tambahan berbagai informasi dan bahan keterangan lanjutan hingga berproses ke tahap Penyelidikan dalam rangka menemukan adanya peristiwa pidana untuk mendapatkan bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan Tersangka, sebagai berikut:
1. YPM, Pj Bupati Sorong.
2. ES, Kepala BPKAD Kabupaten Sorong.
3. MS, Staf BPKAD Kabupaten Sorong.
4. PLS , Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat.
5. AH, Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat.
6. DP, Ketua Tim Pemeriksa.
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik melakukan penahanan para tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 14 November 2023 sampai dengan 3 Desember 2023 di Rutan KPK.
Ketua KPK RI menambahkan bahwa Tersangka YPM, ES dan MS sebagai pihak Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
“Sedangkan tersangka PLS, AH dan DP sebagai pihak Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,” pungkasnya. (zia)