AIMAS – Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kabupaten Sorong, menyasar beberapa sekolah dalam rangka mensosialisasikan budaya anti kekerasan terhadap anak. Kali ini, Rabu (22/11) bekerja sama dengan konselor dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sorong, sosialisasi dilaksanakan kepada ratusan siswa-siswi SMP Negeri 1 Kabupaten Sorong.
Kepala Dinas P2KBP3A Kabupaten Sorong, Ferry Fatem mengatakan bahwa tidak sedikit kekerasan yang dialami oleh sejumlah anak di Kabupaten Sorong. Kekerasan itu termasuk kekerasan verbal, non verbal, bahkan hingga kekerasan seksual. Dimana, macam-macam kekerasan tersebut memberi dampak langsung terhadap psikis anak mulai dari kategori ringan hingga berat.
“Sosialisasi ini sengaja kita berikan langsung kepada anak, sehingga mereka bisa mengenali ciri-ciri perlakukan kekerasan itu apa saja. Kemudian mereka juga tahu bagaimana nanti cara untuk mengatasinya,” ujar Ferry Fatem.
Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak Dinas P2KB P3A, Frida F. Gifelem menambahkan, saat ini anak sekolah tidak hanya menjadi korban kekerasan saja, melainkan banyak dati kereka adalah pelaku kekerasan. Terutama kekerasan verbal dalam bentuk perundungan (bullying).
“Perundungan (bullying) ini sudah ada sejak zaman dahulu. Mungkin zaman dulu orang belum terlalu fokus dalam permasalahan ini, namun sekarang seharusnya lebih aware. Karena dampak dari perundungan ini sangat besar terhadap kesehatan mental. Sebab kondisi mental tiap orang tidak sama,” terang Frida.
Oleh karena itu, melalui sosialisasi tersebut kekerasan dalam bentuk apapun yang terjadi pada anak di lingkungan sekolah diharapkan dapat ditekan. Baik, anak sebagai korban kekerasan maupun anak sebagai pelaku kekerasan.
“Kami hadirkan unit PPA Polres Sorong dalam sosialisasi ini untuk menyampaikan kepada anak anak pelaku kekerasan agar mereka juga mengetahui dampak yang akan didapatkan ketika mereka menjadi pelaku kekerasan. Jadi bukan hanya anak sebagai korban yang ditolong, melainkan anak sebagai pelaku kekerasan juga harus dibantu untuk merubah perilakunya,” imbuh Frida.
Sebab walau bagaimana pun, sambungnya, anak di bawah umur pasti membutuhkan pendampingan dari orang yang lebih dewasa dalam setiap hal yang dilakukan.
“Kita harus ingat bahwa anak dilindungi undang-undang khusus, sehingga sejahat apapun mereka menjadi pelaku kekerasan, mereka tetap berhak dilindungi. Itu dijamin oleh undang-undang,” tegasnya.
Frida menambahkan, selama ini pihaknya selalu bekerja sama dengan unit PPA Polres Sorong dalam penanganan sejumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di wilayah Kabupaten Sorong.
Untuk kekerasan terhadap anak sendiri sudah ada 25 kasus yang ditangani sepanjang 2023. Dimana 10 kasus diantaranya sudah berproses di pengadilan.
Sementara itu, Staf Ahli Bupati Bidang SDM, Wa Ode Likewati menambahkan ada beberapa kiat untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak. Yakni, Pertama, memberikan informasi sosialisasi dan pendidikan tentang norma sosial dan praktik budaya yang menerima, membenarkan dan mengabaikan kekerasan.
Kedua, membangun sistem pada tingkat komunikasi dan keluarga untuk pengasuhan mendukung relasi yang aman untuk mencegah kekerasan.
Ketiga, meningkatkan keterampilan hidup dan ketahanan diri anak dalam mencegah kekerasan, urainya. Upaya ini dilakukan melalui jejaring (termasuk advokasi) dengan layanan pendukung yang terjangkau dan berkualitas untuk korban pelaku dan anak dalam risiko. (ayu)