SORONG-Dalam rangka menjaga hutan agar tetap lestari sehingga perlu dibuat Surat Keputusan Penetapan Hutan Adat bagi masyarakat hukum adat di Provinsi Papua Barat Daya, Wilayah II Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Maluku Papua menggelar Rapat Konsolidasi di Kantor BKSDA Papua Barat, Jumat (28/7).
Dalam rapat tersebut juga dibahas pembentukan kelompok kerja (Pokja) Percepatan Kehutanan Sosial (PKS).
Kepala Seksi Wilayah II Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Maluku Papua, Lilian Komaling.S.Hut.M.Si mengatakan bahwa Rapat Konsolidasi dilakukan dalam rangka menindaklanjuti SK Gubernur yang dikeluarkan untuk pembentukan kelompok kerja (Pokja) Percepatan Kehutanan Sosial (PKS).
Lilian menjelaskan bahwa masyarakat hukum adat yang menjaga hutan perlu adanya Surat Keputusan (SK) Penetapan Hutan Adat, karena bermanfaat untuk masyarakat hukum adat melindungi serta menjaga kelestarian tanah leluhur.
“Kalau masyarakat hukum adat mendapatkan SK Penetapan Hutan Adat, maka akan mendapatkan Penetapan Hutan Adat atas hak ulayatnya sendiri. Jadi kawasan itu akan keluar dari kawasan hutan negara. Tetapi harus dikelola tetap dengan fungsinya dan kemudian mereka dititipkan untuk menjaga kelestariannya. Sehingga anak, cucu itu masih tetap mendapatkan hutan dengan kondisi yang lestari,” jelasnya.
“Jadi rapat ini yaitu penjaringan kerjasama. Jadi Bapak Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan memfasilitasi untuk rapat konsolidasi dilakukan secara awal. Agar pada saat rapat Pokja atau rakor pertama yang akan dilakukan di Papua Barat Daya, maka para pihak sudah mengetahui pasti tentang kedudukan, fungsi dan apa yang akan dibuat untuk masyarakat di dalam kelompok kehutanan sosial,” sambungnya.
Sehingga, kata Lilian Komaling bahwa diharapkan pihak terkait bisa memberikan dukungan. Mulai dari permasalahan keterlibatan masyarakat, peningkatan kapasitas, sampai pada masalah pemasaran hasil-hasil produk masyarakat ini.
Menurutnya, permasalahan yang dihadapi sekarang ini lebih banyak ke bagaimana cara meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam menjaga hutan. Baik, dari sisi pra sebelum mendapatkan SK Penetapan Hutan Adat, sampai pada setelah mendapatkan SK.
“Nah, itu adalah masalah yang paling utama masyarakat dilibatkan dan kapasitas mereka ditingkatkan untuk melaksanakan program kehutanan sosial ini. Dan juga masalah pasar,” katanya.
Ia menambahkan bahwa SK-nya tidak lama terbit, SK yang lama terbit adalah pengusulan untuk penetapan hutan adat. Karena memang sudah masuk di dalam tahapannya.
“Jadi ada tahapan-tahapan yang harus dilewati agar tidak terjadi konflik setelah SK Penetapan Hutan Adat terbit,” ungkapnya.
Dikatakan bahwa Untuk di Papua Barat Daya belum ada penetapan hutan adat tetapi sementara di dalam proses. Tetapi ada kabupaten yang sudah mengusulkan.
“Kabupaten Tambrauw dan Sorong. Kemudian kalau tidak salah Kabupaten Sorong Selatan sementara melakukan pembentukan panitia masyarakat hukum adat,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, ST.M.Si mengatakan bahwa Kegiatan masyarakat orang asli Papua yang bermukim di kawasan hutan perlu diperhatikan untuk diberdayakan melalui legalitas yang jelas. Agar hutan tetap lestari maka masyarakat di kawasan tersebut harus sejahtera tentunya.
“Sehingga konsep penanganan hutan, masyarakat berada pada sisi dilemahkan selama ini. Karena mereka tidak punya kewenangan dalam pengelolaan hutan. Sehingga dengan kebijakan terutama dengan otonomi khusus, maka masyarakat pun harus menjadi prioritas kekhususan dalam pengelolaan kawasan yang ada,” tegasnya.
Menurutnya, Salah satu mekanisme yang diatur oleh negara itu melalui perhutanan sosial dan ini merupakan konsep yang sangat luar biasa. Sebagai kepala dinas lingkungan hidup kehutanan dan pertanahan, dikatakan bahwa kedepan pihaknya akan mendorong kehutanan sosial menjadi program unggulan Papua Barat Daya.
“Langkah konkret yaitu ada SK terkait percepatan hutan sosial. Sehingga dalam SK ini kita mengatur bagaimana pengelolaan kawasan hutan ini dengan fungsi, hutan sosial. Sehingga masyarakat itu bisa survive, bisa hidup, bisa merasa mereka menjadi tuan di negeri sendiri. Dengan memanfaatkan kewenangan kekhususan melalui konsep hutan sosial itu sendiri,” pungkasnya.(zia)