JAYAPURA – Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey mengaku kesulitan mengungkap kasus kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan yang mengakibatkan 12 orang meninggal. Pihaknya belum bisa melakukan investigasi secara mendalam lantaran situasi yang dianggap belum kondusif. “Intinya situasi keamanan saat ini belum memungkinkan bagi Komnas HAM untuk mengambil keterangan secara mendalam, baik dari korban maupun aparat keamanan,” kata Frits yang ditemui di kantornya di Kota Jayapura, seperti dikutip dari detikcom, Rabu (28/2/2023).
Frits menambahkan, pihaknya akan menarik timnya yang ada di lapangan untuk sementara waktu. Pasalnya dikhawatirkan terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. “Tim kita masih ada di sana, tetapi mau kita tarik dulu. Lalu kita buat lagi jadwal untuk melanjutkan investigasi,” ungkapnya. Pihaknya mengatakan sudah mengambil keterangan dari sejumlah korban. Hanya saja, proses pengumpulan informasi belum maksimal dilakukan. “Tim dari Komnas HAM yang saya pimpin sudah bertemu keluarga korban di TPU Sinakma. Akan tetapi pihak keluarga belum ingin menyampaikan keterangan karena ingin bertemu Kapolda Papua Irjen Matius D Fakhiri untuk menyampaikan sejumlah tuntutan,” kata Frits.
Frits menambahkan Komnas HAM mencatat setidaknya ada 12 korban jiwa dalam kerusuhan di Wamena. Akan tetapi ada 1 korban jiwa yang masih belum diketahui identitasnya. “Dari 12 korban tewas yang dikubur, hanya 11 orang yang memiliki identitas nama lengkap. Sementara satu jenazah diberikan inisial Mr X. Tim Komnas HAM juga mengalami kesulitan untuk memetakan posisi para korban sebelum dievakuasi,” bebernya.
Frits memastikan investigasi Komnas HAM Papua akan dilakukan ketika situasi di Wamena sudah dianggap aman. Pasalnya dia mengaku sempat kembali terjadi gangguan keamanan di wilayah itu. “Kemarin malam masih terjadi eskalasi gangguan keamanan di Wamena yang berujung dua warga terluka. Apabila situasi tidak juga ditangani para bupati di Papua Pegunungan yakni Jayawijaya, Nduga dan Lanny Jaya, maka konflik ini akan berkepanjangan,” tegasnya.
Pihaknya berharap pemerintah dan aparat keamanan memaksimalkan pengamanan. Dia menilai masih ada potensi terjadinya konflik horizontal. “Diperlukan peranan otoritas sipil dengan Gubernur Papua Pegunungan sebagai koordinator untuk mengumpulkan keluarga korban, kepala suku dan paguyuban-paguyuban,” ujarnya. (sar/detikcom)